Alhamdulillah subuh tadi tuntas menyelesaikan bacaan Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam hingga Isa (2017) oleh Ibnu Katsir, buku setebal 831 halaman yang saya baca sejak 3 minggu lalu. Biasanya saya bisa melahap 1 buku dalam waktu seminggu, tetapi buku ini berbeda, ada begitu banyak pelajaran kehidupan dan perjuangan para Nabi yang masih relate dengan kehidupan kita saat ini, sehingga gaya baca saya pun harus mengayun (tidak bisa mode fast reading) dan menela'ah lebih dalam.
Buku istimewa dipinjamkan oleh mentor saya, Edvan M. Kautsar, Motivator Muda Indonesia yang juga seorang pengusaha muslim muda Indonesia. Menjadi begitu istimewa karena biasanya bacaan saya lebih banyak buku-buku bisnis, atau buku-buku pengembangan diri, tetapi beliau meminjamkan buku religi. Saat itu, satu kalimat beliau yang menancap di ingatan saya adalah; "Mas Dedy, baca ya Buku ini, inshaallah Mukjizat Itu Nyata".
Jujur saya selama ini memang masih jauh dikatakan sebagai hamba yang taat, ibadah saja bolong-bolong, urusan agama nol besar, bahkan bisa dikatakan fakir ilmu. Namun pertemuan demi pertemuan dengan beliau mampu menggerakan hati saya, beliau bukan mengajari, tetapi lebih menginspirasi. Terlepas memang profesi beliau adalah Motivator, namun ucapannya mampu menyadarkan saya bahwa kehidupan ini fana, kita akan pulang pada sang pemilik kehidupan, lalu apa bekal kita ketika kita berpulang?
Saya menikmati proses pembelajaran ini, dibarengi dengan sahabat-sahabat yang satu visi, saya diajak, dilibatkan dan dibentuk menjadi pribadi yang bukan hanya "bar-bar" mengejar dunia, tetapi juga "bar-bar" mengejar akhirat.
Tidak mudah diawal, karena saya terlalu lama ada di lingkaran kehidupan yang sangat "money oriented", segalanya harus ada hitungan, segalanya harus ada timbal balik dalam bentuk keuntungan. Siklus hidup saya dulu adalah cari prospek, jualan, kejar, cuan. Malam jadi pagi, pagi jadi malam, apapun dilakukan demi bisa dapat proyek. Dan saya sadari semua itu membentuk saya menjadi pribadi yang mata duitan, apa-apa maunya untung, apa-apa maunya duit. Tetapi ada titik saya menyadari bahwa orientasi saya keliru, saya terlalu bernafsu dengan dunia sehingga lupa diri, bahwa suatu saat bisa saja saya mati. Dan ketika mati, apakah saya mati dalam keadaan muslim yang taat?
Mukzizat itu Nyata, dan Mukzizat itu Dekat.
Dari buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam hingga Isa (2017) oleh Ibnu Katsir, saya memahami dan memaknai kisah Siti Hajar Siti Hajar dan Nabi Ismail. Ketika Nabi Ismail kecil, ayahnya Nabi Ibrahim mengajak istinya Siti Hajar dan Ismail kecil untuk berpindah ke gurun pasir yang tandus.
Nabi Ibrahim mendapat amanah dari Allah SWT untuk membawa Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ke tempat yang asing di As-Sham, dekat Baitullah. Kemudian Allah SWT menyuruh Nabi Ibrahim agar meninggalkan Siti Hajar dan Ismail. Meski ujian tersebut berat, Nabi Ibrahim tetap sabar dan berbaik sangka pada Allah SWT.
Setelah sampai di tengah padang pasir, Nabi Ibrahim melepas Siti Hajar dan Ismail tanpa bekal yang cukup. Ketika perbekalan Siti Hajar habis, air susunya pun kering sehingga Ismail tidak berhenti menangis karena kelaparan dan kehausan sambil sesekali kakinya menendang-nendang. Siti Hajar pun segera mencari pertolongan. Ia berlari kecil di atas Bukit Shafa sambil berharap ada seseorang yang mau membantunya. Ia juga mendaki Bukit Marwah dengan tujuan sama mencari bantuan. Berulang kali Siti Hajar bolak-balik berlari dari Bukit Shafa ke Marwah sebanyak 7 kali. Sampai akhirnya ia mendengar seperti ada suara air mengalir di bawah kaki putranya Ismail.
Siti Hajar segera mendekati Ismail dan melihat ada air deras dan jernih yang keluar dari dalam tanah yang tandus. Ia segera membasahi tanah dengan sedikit air untuk dijadikan mangkuk atau wadah air. Air tersebut mulai memenuhi isi wadah dan Siti Hajar berkata zam...zam...zam... yang berarti banyak, melimpah-ruah. Sumber mata air zam-zam itulah yang menjadi bukti pertolongan Allah SWT kepada Siti Hajar dan Nabi Ismail.
Dari kisah itu saya memaknai, bisa jadi ikhitiar kita kesana kesini, approach sana sini, berangkat pagi pulang pagi, adalah naluri manusiawi kita, namuri kita bertahan di tengah ujian hidup, meskipun hanya berputar-putar di tempat, atau gaji hanya sekedar numpang lewat, namun kita berpikir hanya itu yang bisa kita lakukan. Kita mengharapkan bantuan dari manusia.
Namun, apakah kita sudah libatkan Allah? Apakah kita sudah sertakan Allah dalam tiap ikhitiar kita? Hal yang sama, Siti Hajar bolak balik dari bukit Shafa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali nampak seperti usaha yang sia-sia, namun yang membedakan adalah Siti Hajar melibatkan Allah, ia yakin dan percaya Allah akan selalu ada bersama ia dan Ismail, sehingga ditunjukanlah mukzijat itu. Dan mukzijat itu muncul di dekat mereka, muncul dari hentakan kaki mungil Ismail yang menghentak-hentak ke tanah.
Tidak ada yang tidak mungkin ketika kita sertakan dan libatkan Allah, setiap permasalahan hidup yang kita jalani, adalah sarana untuk kita berdialog dengan Allah. Bisa jadi selama ini kita merasa paling hebat dan lupa akan kebesarannya. Siti Hajar mempercayai rencana Allah meskipun situasinya sulit. Kepercayaan ini mengajarkan kita untuk senantiasa tawakkal (berserah diri) kepada Allah dan yakin bahwa Dia akan memberi solusi terbaik.
Saya mengalami mukzijat itu, saya merasakan ketika melibatkan Allah, semua menjadi mungkin.
Sesuatu yang dianggap tidak mungkin, ternyata bisa dan bahkan mampu dilakukan.
Buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam hingga Isa (2017) oleh Ibnu Katsir menjadi wasilah saya meyakini bahwa Allah selalu ada bagi hambanya yang meminta.Â
Semoga bermanfaat
Salam hangat,
@deddywijaya57
deddywijaya57@gmail.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI