Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencegah Potensi Korupsi Caleg

10 Maret 2014   22:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, sebagian besar parpol dan caleg mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah disibukkan dengan pembuatan laporan keuangan dana kampanye pileg 2014. Parpol dan caleg yang sibuk tersebut, dikarenakan ketidakseriusan dalam mempersiapkan laporannya sedari awal. Tradisi ketidakseriusan terhadap target waktu laporan dan bentuk serta isi laporan ini, sudah banyak terjadi mulai dari pemilu awal reformasi tahun 1999.

Dampak dari masalah laporan ini adalah, pertama, berpotensinya dilakukan pencoretan terhadap para parpol atau caleg sebagai peserta pileg. Kedua, laporan yang dibuat "seadanya" dengan tidak menjawab realitas pengeluaran sebenarnya, berpotensi menimbulkan masalah transparansi nantinya bagi mereka yang menang atau kalah dalam pileg.

Dari Cost Politik Menuju Money Politik

Di era demokrasi kapital menjadi mahfum dibutuhkannya cost/biaya politik. Dalam konteks pileg, biaya ini digunakan untuk pemenangan parpol maupun caleg. Biaya tersebut dikeluarkan biasanya untuk operasional tim sukses, iklan di media, perawatan daerah pemilihan serta program-program lain yang ditawarkan kepada pemilih.

Bagi partai atau caleg yang tidak menjalankan tugas, pokok dan fungsinya semenjak sebelum dimulainya pileg, tentunya mempunyai konsokuensi terhadap melonjaknya biaya politik yang dikeluarkan. Mereka tidak mampu mendekati pemilih yang semakin kritis hari ini dengan pendidikan politik yang beretika atau pendek kata tak memiliki modal sosial. Alhasil, mau tidak mau cara instan dengan pendekatan uang menjadi pilihan.

Pendekatan instan yang dilakukan tersebut, membuat terjadinya pergeseran yakni dari cost politik menjadi money politik. Banyak yang mengatakan antara cost politik dan money politik hanya dipisahkan dengan yang lebih tipis dari kulit ari. Dikatakan money politik, apabila parpol atau caleg, memberikan uang cash/tunai atau dalam bentuk barang begitu saja terhadap pemilih dan meminta mereka untuk memilih parpol atau caleg tersebut dibilik suara.

Dengan begitu rasionalnya banyak parpol dan caleg yang pengeluaran biaya kampanyenya tidak sedikit. Pramono Anung selaku politisi PDIP dan Wakil Ketua DPR mengatakan, untuk pengeluaran seorang caleg DPR RI agar memenangi pileg, paling sedikit akan mengeluarkan biaya mulai dari 1M sampai dengan 3M, bahkan ada anggota DPR pada pemilu 2009 mengeluarkan biaya kampanye sampai dengan 20M. Pengeluaran sebanyak ini, sebenarnya dinilai tidak sejalan dengan penghasilan menjadi anggota DPR selama satu periode. Hasilnya sudah kita rasakan, banyak praktek korupsi yang dilakukan anggota DPR. Di eksekutif, misalnya dapat dilihat dengan banyaknya penggunaan anggaran yang tidak maksimal atau pengejaran project akhir tahun. Di legislatif, banyak anggaran siluman atau komitmen fee dari kementerian atau lembaga dan bahkan juga pihak swata yang merupakan partner dari komisi yang ada di DPR.

Hal ini mematahkan usaha dari reformasi yang bertujuan untuk mewujudkan good governance. Yang menurut Akhmad Syakhroza (2003) “good governance sebagai tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip-prinsip keterbukaan, keadilan dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.” Maka dengan begitu menjadi mendesak praktek keterbukaan atau transparansi dari pembiayaan kampanye para parpol dan caleg.

Rekening Donasi Caleg

Untuk menghindari potensi korup dari parpol terutama caleg, salah satunya dapat dilakukan melalui transparansi dukungan pembiayaan caleg dengan transaksi non tunai. Ini biasanya dilakukan melalui pembukaan rekening khusus oleh para caleg yang nantinya dapat dimintai pertanggungjawabannya. Dari transaksi non tunai ini juga, dapat meminimalisir potensi pencucian uang yang dilakukan melalui transaksi tunai. Ini sejalan dengan yang dikatakan Lilley (2006) “Uang merupakan alasan utama bagi mayoritas pelaku kejahatan melakukan kejahatan atau perbuatan illegal, dimana uang tercemar tersebut tidak akan benar-benar dapat dinikmati sebelum asal-asulnya dikaburkan atau sama sekali dihilangkan.”

Selain itu juga, dukungan secara non tunai untuk kampanye caleg, dapat memberikan pendidikan politik yang bercorak bottom-up bagi pemilih. Dan turut meminimalisir banyaknya “caleg wayang” yang didukung oleh para cukong. Fenomena kampanye Barack Obama patut dijadikan contoh oleh para caleg yang ada di Indonesia.

Philips J. Vermonte dalam tulisannya “Fenomena Obama dan Internet” mengatakan bahwa kunci sukses kampanye Barack Obama, sehingga mengantarkannya menjadi calon presiden Amerika Serikat, adalah kemampuannya mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam seluruh kampanyenya. Obama mengumpulkan dana kampanye secara person to person, melalui internet maupun pengiriman surat atau bulletin langsung dari Obama. Dari sini tercatat sebanyak 1,3 juta orang telah memberikan donasinya dengan total dana hingga 265 juta dollar AS. Dengan dukungan ini lah yang mengantarkan Obama menjadi  Orang Nomor 1 di Amerika Serikat.

Di Indonesia sendiri, masih jarang cara pengumpulan donasi ala Obama dilakukan oleh para caleg, khususnya pada pileg 2014. Diantara yang jarang tersebut, yang juga termasuk ide penulisan dari tema ini adalah dari Caleg Partai Hanura dari Dapil DKI II Nomor Urut 2 yang bernama Andi Saiful Haq. Bukan tanpa alasan caleg tersebut menjalankan metrode donasi dengan melalui rekening kampanyenya, ini dilakukan karena memang Saiful yang biasa disapa mempunyai track record atau jam terbang yang tinggi didunia politik, yakni sebagai aktivis 98, aktivis Ham dan juga merupakan petinggi dari Organisasi Masyarakat Perindo. Dengan ini Saiful berusaha menaikan tingkat dukungan modal sosial menjadi modal materiil yang terukur dan bertanggungjawab.

Apa yang dilakukan Saiful dapat menjadi contoh kampanye bukan hanya bagi para caleg yang berlatar belakang aktivis, tetapi berbagai macam latar belakang. Karena satu muara yang dituju Saiful melakukan kampanye seperti ini, adalah untuk memutus mata rantai korupsi yang telah menjadi kejahatan extra ordinary yang banyak memakan korban mental dan nyawa. Menarik apa yang menjadi motto untuk mendapatkan donasi yang dilakukan oleh Saiful, yakni

“100 Rupiah Sumbangan Anda adalah Sumbangan untuk Indonesia Bebas Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun