Perlu akurasi dan daya yang tepat untuk menciptakan pergerakan bola dan titik jatuh yang sesuai target. Itulah mengapa, ketika seseorang termasuk wanita dinilai tidak atau belum bisa bermain sepak bola, maka itulah yang terus dilakukan terlebih dahulu.
Hingga kemudian dilanjutkan dengan menendang bola untuk mencetak gol. Latihan ini akan terus dilakukan karena berangkat dari penilaian tersebut.
Bentuk latihan tersebut juga berangkat dari penilaian lainnya yakni wanita cenderung lemah dibandingkan pria, maka jika mereka bermain sepak bola, yang diutamakan bukan kekuatan melainkan keterampilan. Inilah mengapa, pesepak bola wanita cenderung seperti sudah terbiasa melakukan keputusan-keputusan spekulatif dalam membangun serangan dan mengeksekusi peluang, karena yang dibutuhkan pada situasi sulit bukanlah kekuatan melainkan keterampilan.
Salah satunya seperti gol tendangan jarak jauh Amy. Tentu, warganet Indonesia seharusnya masih ingat dengan gelaran Piala AFF U-18 Wanita 2022 yang digelar di Palembang? Gol-gol Indonesia di turnamen itu pun sebetulnya cenderung spekulatif, mirip dengan Amy yang mencetak gol dari luar kotak penalti.
Hal itu sebetulnya sering dilakukan para pesepak bola wanita, bahkan pernah sering dilakukan pada dekade 2000-an akhir hingga 2010-an awal di sepak bola wanita Eropa dan dunia. Apa penyebabnya? Faktor tinggi badan penjaga gawang, dan keberanian kiper wanita untuk melompat tinggi atau meregangkan tubuhnya secara maksimal untuk menjangkau bola kala itu masih minim.
Di level Eropa dan dunia saat ini, kiper wanita sudah 11-12 dengan kiper pria, maka gol-gol spekulatif mulai jarang terjadi. Kecuali, jika ada momentum serangan balik seperti yang dialami Indonesia, dan pada situasi tersebut, pemain bertahan lawan gagal menutup ruang tembak hingga membuat si penyerang dapat lebih mudah untuk mengarahkan bola ke titik terjauh dari jangkauan kiper.
Maka, dapat disimpulkan bahwa wanita di dalam sepak bola cenderung mengutamakan keterampilan, dibanding kekuatan. Sehingga, ketika mengeksekusi bola, masih mengutamakan akurasi dibandingkan daya luncur bola ke target. Tentu, penilaian sederhana ini masih cenderung hanya berlaku di tataran Indonesia dan Asia yang belum semua ekosistem sepak bola wanitanya tumbuh-kembang dengan baik.
Hal ini seperti kala sepak bola wanita dunia berproses, sebelum kini sudah hampir tidak berbeda dengan sepak bola pria, yakni mampu memadukan keterampilan dengan kekuatan di permainan sepak bola profesional. Jadi, jangan heran kalau melihat pesepak bola wanita Eropa dan dunia yang cantik-cantik itu kini bisa berlari dengan cepat, menggiring bola dengan lihai, dan bisa menendang bola dengan akurasi tinggi ke gawang lawan.
Lalu, bagaimana dengan pesepak bola pria di Indonesia? Mungkin, jika akar masalahnya diperbaiki, maka mereka bisa seperti pesepak bola wanitanya, yakni berangkat dari proses belajar menendang dan mengontrol bola dengan benar, kemudian menggiring bola. Bukan dibalik.
Jadi, tetap semangat sepak bola negeriku!
Malang, 28 Februari 2023