Kedua, Shin Tae-yong tidak panik pasca Indonesia kebobolan terlebih dahulu.
Saya cenderung berpikir kalau Indonesia dilatih orang lain, mungkin akan ada pergantian pemain di babak pertama, karena menganggap rencana di awal terganggu oleh gol dari lawan.
Tetapi, hal itu tak dilakukan Shin Tae-yong. Dia cenderung tetap percaya bahwa tim asuhannya di atas lapangan akan mampu bangkit tanpa ada perubahan susunan pemain.
Lagipula, dalam beberapa momen, Shin Tae-yong bisa memberikan instruksi ke pemain dari pinggir lapangan. Maka, Indonesia tidak perlu mengubah susunan pemain, melainkan pendekatan permainannya yang harus diubah.
Itulah yang lebih penting, dan Shin Tae-yong sangat paham dengan itu. Sekaligus membuktikan ucapannya bahwa kunci krusial di laga ini adalah mentalitas. Dan dia sepertinya ingin melihat itu ada di para pemainnya.
Ketiga, Indonesia tidak mengubah orientasi permainan di babak kedua meski berhasil unggul di babak pertama.
Orientasi tim Indonesia sudah terlihat jelas, yaitu menyerang. Tetapi, Shin Tae-yong ingin ada kekuatan yang lebih besar di lini tengah daripada kekuatan di lini belakang untuk mengantisipasi serangan Malaysia.
Itulah mengapa, ketika Elkan Baggott masuk, Indonesia tidak memainkan formasi 5-3-2, melainkan 3-5-2. Ini adalah formasi keseimbangan yang menitikberatkan pada lini tengah untuk bertahan dan membangun serangan balik cepat bagi Indonesia.
Pola ini mengingatkan saya dengan pola Inter Milan di masa Antonio Conte yang kemudian juga dilakukan Simone Inzaghi ketika menggantikan posisi Conte di Inter. Ini membuat taktik Shin Tae-yong menjadi susah ditebak, apakah menggunakan taktik ala Ralf Rangnick, Jose Mourinho, atau Antonio Conte.