Ramai cocok untuk menjadi pemain sayap yang masuk ke dalam, lalu bisa mengeksekusi peluang. Sedangkan, Yabes cocok untuk menjadi pemain sayap yang konservatif dengan memberikan operan-operan silang akurat kepada rekan-rekannya di dalam kotak penalti, terutama kepada Ezra.
Mungkin, kalau Yabes yang bermain, Ezra atau Dedik Setiawan akan punya potensi mencetak gol. Karena, Yabes bukan tipikal eksekutor peluang, melainkan pembuka peluang.
Selain empat pemain tersebut, Shin Tae-yong juga punya Kushedya Yudo yang bisa bermain sebagai penyerang sayap. Bahkan, dia sebenarnya memang seorang winger saat bermain di klub.
Pertimbangan-pertimbangan semacam ini saya yakin sudah ada di catatan taktik Shin Tae-yong. Jika seorang penonton awam seperti saya bisa melihat ini, pasti seorang praktisi yang ahli seperti Shin Tae-yong juga bisa melihatnya dan lebih gamblang dibandingkan saya.
Tulisan sederhana ini tentu hanya sebagai suara ketidaksetujuan saya terhadap anggapan bahwa tim yang butuh banyak gol--agar bisa lolos fase grup--harus memainkan semua pemain tersuburnya sejak menit pertama.
Justru, yang paling krusial dalam upaya untuk lolos dari fase grup ini adalah mengelola pemain dengan tepat. Minimal, dimulai dari upaya mencegah permainan yang monoton dan menghindarkan pemain dari cedera.
Dua hal ini menurut saya jauh lebih penting dibandingkan urusan mencetak gol banyak dalam satu pertandingan. Menurut saya, jika kita memang ingin lolos dari fase grup, kalahkan saja semua lawan yang ada.
Selama ini masih Piala AFF, saya berpikir bahwa peluang Indonesia untuk lolos dari fase grup dan melaju ke semifinal adalah hal yang sangat mungkin.
Selain itu, kalau tim ini memang sangat membutuhkan Egy, maka tunjukkan kepada FK Senica bahwa Indonesia memang layak diperkuat Egy.
Fenomena Egy yang baru dilepas oleh klubnya jika Indonesia lolos ke semifinal seharusnya menjadi cambukan motivasi kepada Evan Dimas dkk. Bukan justru menjadi biang kerok kalau nanti seandainya Indonesia gagal lolos ke semifinal.