Bahkan, di belakang dua pembalap ini ada pembalap Ducati lainnya, yaitu Johann Zarco. Jaraknya dengan Bagnaia hampir tujuh detik. Sebenarnya, bukan karena Zarco lambat, tetapi karena Zarco sempat tercecer di belakang setelah start.
Seandainya Zarco tidak tercecer di belakang, bisa saja pembalap Prancis ini akan mengisi empat besar di depan. Di belakang Zarco pun ada pembalap Ducati lagi, yaitu Enea Bastianini.
Pembalap Esponsorama Avintia Racing itu finis kedelapan. Dia di belakang Brad Binder, yang juga seperti Quartararo, berperang sendirian untuk Red Bull KTM di paruh akhir musim ini.
Artinya, dengan tiga tim balap dan lima pembalap yang tangguh, Ducati sudah mendominasi posisi 10 besar. Sepuluh besar itu pun dengan separuhnya ada di depan.
Bayangkan, di musim 2022, Ducati menurunkan empat tim balap dengan tambahan dua pembalap yang mungkin salah satunya akan cepat beradaptasi dengan motor Ducati. Atau, Luca Marini yang musim ini kalah bersaing dengan Martin dan Bastianini, akan tampil lebih bagus.
Faktor sudah tidak adanya Valentino Rossi di lintasan, mungkin membuat Marini tidak terbebani. Bisa saja, dia mulai merasa bahwa MotoGP adalah arena bermainnya seperti di Moto2.
Dengan begitu, dia bisa tampil lepas dan membuktikan diri bahwa dia juga bukan pembalap yang salah untuk berkompetisi di MotoGP. Mungkin, dia sulit menjadi penerus kesuksesan Rossi, tetapi dia bisa menjadi dirinya sendiri di musim depan.
Sudah saatnya Marini tampil kuat, karena dia akan bertandem lagi dengan Marco Bezzecchi di Racing Team VR46--nama tim sementara. Dia juga akan mendapatkan motor spesifikasi pabrikan, dan tentunya tidak boleh kalah jauh lagi dengan Bastianini, yang akan membela Gresini Racing.
Jika begitu, Ducati punya potensi menguasai balapan di tiap seri dengan minimal enam pembalap dapat mengisi zona 10 besar. Jelas, itu adalah masalah besar bagi tim non-Ducati seperti Yamaha dan Suzuki.