Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Darryn Binder dan Beban Berat yang Menghantui

12 November 2021   14:25 Diperbarui: 12 November 2021   20:00 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dovi di-sleding Iannone di GP Argentina (2016). Sumber: Crash.net/via Tribunnews.com

Sejak 7 November lalu, saya terus menemukan "gunjingan" publik tentang Darryn Binder. Bagi penggemar balap motor Grand Prix, pasti nama ini sudah tidak asing lagi.

Karena, sejak 2011, nama Binder sudah ada di buku sejarah Grand Prix. Hanya saja, saat itu namanya bukan Darryn Binder, melainkan Brad Binder.

Dia adalah kakak dari Darryn, yang beda tiga tahun. Brad kelahiran 1995, Darryn kelahiran 1998. Karena, Brad debut di Grand Prix pada 2011, maka saat itu kelas terbawah masih bernama GP 125cc, sesuai dengan kapasitas mesin yang diregulasikan saat itu.

Baru, pada 2012, GP 125cc berubah menjadi Moto3, yang kemudian regulasi mesin pada motornya juga berubah. Dari 125cc menjadi 250cc.

Brad Binder mengarungi kelas 125cc dan Moto3 sejak 2011-2016. Perlu faktor krusial yang membuat Binder akhirnya naik kelas ke Moto2, yaitu menjadi juara dunia.

Artinya, perjalanan karier Brad Binder dan performanya, tidak 'semeledak' Pedro Acosta di musim perdananya di Grand Prix. Seperti yang sudah kita tahu, Acosta berhasil menjadi juara dunia Moto3 langsung di musim perdananya.

Meski begitu, apa yang dicapai Brad Binder seperti telah membuat adiknya, Darryn Binder, terbebani. Darryn Binder berlaga di Moto3 pada musim 2015, artinya selama dua musim, ada duo Binder di Moto3.

Selepas Brad promosi ke Moto3 pada 2017, Darryn digadang-gadang akan menjadi suksesor sang kakak. Dia pun menjalani karier mirip dengan Brad, yaitu dari tim Mahindra ke KTM.

Kemiripan lain dari duo Binder. Sumber: diolah penulis dari Wikipedia.org/en
Kemiripan lain dari duo Binder. Sumber: diolah penulis dari Wikipedia.org/en

Progresnya selama empat musim--sejak 2015--di Moto3 pun sekilas mirip Brad, perlahan-lahan namun bisa memperbaiki peringkat di tiap akhir musim. Hanya saja, pada musim 2019, Darryn malah turun peringkat. Itu yang membuatnya perlu bertahan di Moto3.

Keputusan bertahan di Moto3 terlihat tepat. Karena Darryn mulai kembali lumayan bagus pada musim 2020, walau sebenarnya tidak kunjung memperlihatkan progres seperti sang kakak.

Sayangnya, pada musim 2021 yang seharusnya dapat menjadikannya sebagai petarung gelar juara dunia, Darryn malah tercecer jauh. Ironisnya lagi, justru seorang debutan, Pedro Acosta, menjadi raja di Moto3.

Performa Darryn juga terlihat kalah bersaing dengan Dennis Foggia yang sama-sama merupakan "veteran" di kelas Moto3. Foggia yang sempat tak terlihat di paruh awal musim, kemudian bangkit di paruh akhir musim. Dia pun menjadi pesaing sengit Acosta sampai GP Algarve.

Namun, nasib nahas menimpa Foggia, dan itu dikarenakan aksi sembrono Darryn Binder. Perhitungan yang salah untuk menyalip pembalap lain, Sergio Garcia, membuat Darryn menyeruduk Foggia. Tidak hanya Foggia, Garcia pun turut menjadi korban 'kekoplakan' Darryn.

Darryn (40) menabrak Foggia (7) dan Garcia (11). Sumber: Speedweek/via Balapmotor.net
Darryn (40) menabrak Foggia (7) dan Garcia (11). Sumber: Speedweek/via Balapmotor.net

Seandainya tidak ada aksi ceroboh Darryn, pertarungan Acosta dan Foggia bisa sengit sampai garis finis. Di sini, kalaupun Acosta harus puas mengisi podium kedua, dia tetaplah punya peluang besar untuk juara dunia dengan tidak finis terlalu jauh di belakang Foggia di GP Valencia.

Tetapi, semua orang sudah telanjur kesal dengan Darryn. Dia pun kemudian dianggap belum pantas naik kelas ke MotoGP, namun sudah telanjur dikontrak With U Yamaha RNF pada musim 2022.

Dia bertandem dengan Andrea Dovizioso, dan kemungkinan akan menjadi sorotan sepanjang musim berlangsung. Bukan soal apakah dia dapat tampil cepat, melainkan apakah dia akan menyeruduk pembalap lain atau tidak.

Darryn dan Dovi di tim satelit Yamaha MotoGP 2022. Sumber: via id.motorsport.com
Darryn dan Dovi di tim satelit Yamaha MotoGP 2022. Sumber: via id.motorsport.com

Kalau menurut saya, Darryn kemungkinan akan belajar dari kesalahan ini. Dia juga pasti akan mendapatkan arahan dari timnya maupun dari Dovizioso. Dovi diprediksi dapat menyisihkan kepeduliannya kepada Darryn sebagai pembalap senior sekaligus rekan setim.

Dia tentu tidak berharap kejadiannya dengan Andrea Iannone saat masih sama-sama membela Ducati terulang. Saat itu, Dovi juga bernasib sial seperti Foggia, yaitu diseruduk Iannone (2016) yang padahal rekan setim.

Dovi di-sleding Iannone di GP Argentina (2016). Sumber: Crash.net/via Tribunnews.com
Dovi di-sleding Iannone di GP Argentina (2016). Sumber: Crash.net/via Tribunnews.com

Iannone juga pernah menyeruduk Jorge Lorenzo di musim yang sama, yang saat itu masih membela Yamaha. Momen seperti ini tentu ingin dihindari Dovi, dan tentu saja oleh semua pembalap di MotoGP.

Mereka yang seharusnya fokus bersaing memperebutkan gelar juara, kini malah terbayang-bayang oleh kekhawatiran diseruduk Darryn. Uniknya, salah satu pembalap MotoGP yang patut waspada seharusnya adalah Jack Miller.

Musim ini saja, dia sudah pernah diseruduk Joan Mir, dan terbukti dia marah-marah, alias tidak sediplomatis ucapannya di konferensi pers dalam menanggapi kasus Darryn. Artinya, apa yang dilakukan Darryn tetaplah fatal bagi siapa pun yang menjadi korbannya.

Miller marah ke Mir. Sumber: via Motogp/Transmedia/Trans7
Miller marah ke Mir. Sumber: via Motogp/Transmedia/Trans7

Namun, apakah kemudian Darryn harus mendapatkan pembatalan kontrak dari Yamaha?

Idealnya, iya. Tetapi, kita tidak pernah tahu detail kontraknya seperti apa, yang bisa membuat Darryn bisa menggoda Yamaha untuk merekrutnya.

Ditambah, Darryn juga bukan pembalap yang berhasil membuat KTM mau menjadi "induknya" seperti apa yang dilakukan KTM kepada Brad Binder. Ini yang membuat Darryn tidak punya tim yang mau berupaya memperjuangkan nasibnya kecuali tim satelit Yamaha, yang sebelumnya disokong oleh Petronas.

Faktor Petronas yang masih menjadi tim balap di Moto3--selain di Moto2 dan MotoGP musim ini, diprediksi menjadi awal kesepakatan Yamaha dengan Darryn. Karena, Yamaha telanjur tidak punya bibit pembalap muda yang dapat diangkut ke MotoGP seperti yang dilakukan KTM dalam beberapa tahun terakhir ini.

Artinya, Darryn seperti berada di ambang ketidakjelasan. Beruntung, dia masih bisa meyakinkan Yamaha, meskipun di sisi lain dia tidak punya rapor sebagus kakaknya.

Kolase duo Binder di kelas Moto3. Sumber: diolah penulis dari Wikipedia.org/en
Kolase duo Binder di kelas Moto3. Sumber: diolah penulis dari Wikipedia.org/en

Ibarat obrolan 'emak-emak komplek', Darryn akan menjadi topik rumpi utama saat mencegat abang penjual sayur tiap pagi. Pemicunya sudah jelas, yaitu Darryn tidak seperti kakaknya.

Kakaknya bisa menjadi juara Moto3, dia malah menjadi "juara adu banteng". Kakaknya bisa menunjukkan kepantasannya berlaga di MotoGP lewat penampilan progresif nan kompetitif di Moto2, Darryn malah langsung loncat ke MotoGP setelah tujuh musim "mengeram" di Moto3.

Padahal, pembalap yang loncat dari Moto3 ke MotoGP terbukti sulit kompetitif seperti yang terjadi pada Jack Miller. Sampai sejauh ini, kita bisa melihat bahwa Miller belum punya mentalitas pemenang sejati seperti yang sudah dimiliki Francesco Bagnaia, Fabio Quartararo, atau Joan Mir.

Bahkan, jika dibandingkan Enea Bastianini saja, Miller sudah terlihat kurang sebanding. Seandainya, Bastianini diberi motor dengan spesifikasi pabrikan, mungkin "pengawal" Bagnaia menuju pertarungan juara dunia pembalap musim 2021, bukan Miller, melainkan Bastianini.

Artinya, pembalap yang pernah melalui proses yang panjang dan bertahap, cenderung akan lebih jelas pola perkembangan kualitasnya dibanding pembalap yang membuat publik tercengang karena gebrakannya.

Di sinilah, keputusan tim-tim di MotoGP dalam merekrut pembalap muda untuk segera tampil di kelas primer sebenarnya patut dikritisi. Beruntung, pembalap fenomenal seperti Acosta ditahan lajunya untuk tidak langsung melompat ke MotoGP.

Balapan pada dewasa ini, tekanannya sudah sangat banyak. Dulu, pembalap mungkin "hanya" tertekan oleh target yang dipasang timnya.

Sekarang, pembalap juga bisa tertekan dengan cuitan netizen dan pengamat yang notabene adalah alumnus pembalap hebat. Seperti, Kevin Schwantz, Casey Stoner, hingga Jorge Lorenzo.

Kita lihat saja, saat Miller mendapatkan tekanan dari Jorge Lorenzo lewat media sosial, Miller terlihat emosional. Padahal, yang perlu dilakukan Miller--dan Aleix Espargaro--sebagai pembalap adalah membuktikan kualitasnya di sirkuit, bukan beradu 'bacot' di media sosial.

Itu artinya, pembalap masa kini juga perlu menata mental baik untuk urusan di atas sirkuit maupun di luar sirkuit. Kalau pembalap itu sudah pernah merasakan bagaimana keberhasilannya menata mentalitasnya di atas sirkuit, besar kemungkinan dia juga akan mampu menata sikapnya di luar sirkuit.

Itulah mengapa, menaikkan pembalap yang pernah juara dunia jauh lebih penting dibanding pembalap yang terlihat berpotensi. Potensi saja tidak cukup kalau harus bersaing dengan kumpulan pembalap hebat dari tahun ke tahun seperti MotoGP.

Kita bisa melihat bukti pembalap juara dunia sebagai petarung terbaik ada di Alex Marquez. Sekalipun dia kalah mentereng dengan kakaknya, Marc Marquez, tetap saja, Alex terlihat cukup mampu mengatasi carut-marut performanya dari lintasan ke lintasan.

Termasuk ketika dia debut di musim 2020. Musim yang carut-marut bagi Repsol Honda, namun Alex mampu memperlihatkan progres yang masih bisa dikatakan bagus bagi seorang rookie di akhir musim.

Dia juga terlihat mulai kembali menunjukkan daya juangnya di musim 2021, meski harus "diasingkan" ke tim satelit, yaitu LCR Honda. Di sana, performa Alex tidak terlalu jauh dengan Takaaki Nakagami yang sudah lama di MotoGP (2018).

Alex Marquez tampil oke di GP Algarve (7/11). Sumber: via Motogp/Transmedia/Trans7
Alex Marquez tampil oke di GP Algarve (7/11). Sumber: via Motogp/Transmedia/Trans7

Bahkan, di Algarve, ketika Marc Marquez absen, Alex-lah pembawa panji Honda terdepan. Artinya, apa yang dialami Alex berbeda dengan apa yang dialami Luca Marini, yang juga bernasib "nahas" karena punya kakak superstar, yaitu Valentino Rossi.

Berada di bayang-bayang nama super besar Rossi, Marini seperti "tidak ada apa-apanya". Bahkan, sebagai sesama pembalap debutan di MotoGP 2021, dia kalah dengan Enea Bastianini yang memang punya modal krusial, yaitu juara dunia Moto2 2020.

Marini
Marini "tidak terlihat" di Ducati 2021. Sumber: via Twitter.com/ducaticorse

Dari sini, kita bisa melihat betapa pentingnya titel juara dunia, terlebih bagi seorang adik dari pembalap hebat. Karena dengan status seperti itu--adik pembalap hebat, urusan mereka sudah bukan lagi "sekadar" keterampilan (skill), melainkan mental.

Kalau mentalnya sudah terseok-seok akibat beban prestasi saudara, maka sulit untuk membuat seorang pembalap menjadi tangguh tanpa memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya. Menurut saya, Darryn seharusnya diberikan waktu lagi untuk memperbaiki dirinya dan menjauhkannya dari bayang-bayang kakaknya.

Kita bisa melihat contoh dari Alex Marquez. Ketika dia tidak melihat kakaknya ada di balapan, dia cenderung bisa tampil lepas.

Berbeda kalau Marc Marquez ada di lintasan, dia cenderung seperti angin-anginan. Kalau tidak finis di belakang, maka dia akan jatuh karena memacu motornya melebihi batas.

Di luar dari segi teknis--seperti faktor setelan motor saat balapan dan sebagainya, saya pikir faktor nonteknis juga memengaruhi gaya balap seorang adik yang punya kakak pembalap yang lebih hebat darinya. Artinya, menaikkan Darryn ke MotoGP tanpa ada kesempatan pembuktian diri, sama saja menimpakan tangga kepada Darryn yang sebenarnya masih jatuh dan belum sepenuhnya bangun.

Jadi, harapannya, apa yang terjadi pada Darryn tidak lagi terjadi pada pembalap lain. Terutama, yang punya saudara pembalap yang kualitasnya lebih baik darinya.

Kalau ini? Sumber: via Motogp.com
Kalau ini? Sumber: via Motogp.com

Malang, 11-12 November 2021
Deddy Husein S.

Tersemat: Popmama.com, Tribunnews.com, Liputan6.com, CNNIndonesia.com 1&2, Kompas.com, Motorplus-online.com, Bola.net, Bolasport.com.
Terkait: Detik.com, Kompas.com, Balapmotor.net, Naikmotor.com, Motorplus-online.com, id.motorsport.com 1, 2, 3, Parent.binus.ac.id, Womantalk.com, Halodoc.com, Healthdetik.com, Uinjkt.ac.id (PDF).
Baca juga: Ducati Berpesta di GP Algarve 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun