Ketika mental bagus, maka atlet dapat menunjukkan permainan yang bagus. Begitu juga dengan penulis yang membutuhkan mental bagus untuk berkarya.
Memang, ada yang bilang, orang yang sedang mental jatuh akan membuat karya tulisan yang bagus. Tetapi, pola pikir itu terkadang tidak berlaku di beberapa penulis, apalagi penulis non-fiksi.
Kemudian, tentang finansial. Atlet ketika masih di usia produktif, pundi-pundi kekayaannya akan melimpah-ruah. Tetapi, ketika sudah di usia non-produktif, kekayaannya bisa saja menukik tajam kalau tidak dikelola dengan baik.
Bahkan, atlet yang di usia produktif saja juga bisa tersendat finansialnya jika dirinya mengalami fase penampilan yang buruk atau kalah bersaing dengan yang lain. Ditambah, kalau dia tidak mendapatkan dukungan penuh dari sekitarnya. Makin mampet finansialnya.
Begitu juga dengan penulis. Terkadang, ada masanya banyak kucuran uang segar yang masuk ke kantung yang bernama rekening dan/atau sekarang bernama dompet digital.
Tetapi, tidak jarang pula, penulis mengalami krisis finansial. Bisa karena mentalnya terlampau fluktuatif, kualitasnya naik-turun, atau juga karena faktor jaringan yang mendukung proses berkaryanya.
Contohnya adalah saya. Ketika sedang banyak tawaran dan sumber pemasukan, maka finansial saya bisa dikatakan cukup untuk modal hidup sendirian.
Tetapi, kalau sedang sepi tawaran, modal tidak ada, dan mental sedang naik-turun yang kemudian menimbulkan kemalasan, maka pemasukan pun seret. Ketika sudah begini, menjadi penulis pun terasa seperti menjadi atlet. Pasang-surutnya sangat terlihat dan terasa.
Itulah kenapa, ketika saya gagal menjadi atlet pun seperti tidak ada bedanya ketika saya sekarang sedang menggeluti dunia kepenulisan. Di satu sisi, saya merasa seperti tahu kalau mungkin menjadi atlet akan begini. Di sisi lain, saya merasa jalan kehidupan tidak pernah ada yang tahu pasti.