Ketiga, saya mulai berani mencoba memangkas rambut sendiri. Tentu, dengan berkali-kali kegagalan.
Kegagalan yang paling sering saya alami adalah rambut petal. Kalau petalnya seperti corak rambut Cristiano Ronaldo, tidak masalah.
Suatu ketika, rambut saya juga pernah saya pangkas habis di dua bagian samping kepala. Jadi, bagian atas telinga itu botak.
Itu membuat orang yang melihat kemungkinan punya dua penafsiran, antara anak ini (saya) mau menjadi bocah berandalan, atau salah potong rambut.
Sejak itu, saya punya proses dalam memangkas rambut sendiri. Sampai kemudian menemukan masa-masa dapat memangkas rambut cukup rapi dan tidak ketahuan bahwa itu pangkas rambut sendiri. Bagaimana bisa begitu?
Pertama, setelah memangkas rambut, meminta orang lain untuk menilai bagaimana penampakan rambut yang sudah dipangkas. Terutama bagian belakang.
Jika rapi, alias tanpa petal, maka berhasil. Jika tidak, perlu minta bantuan orang yang melihat itu untuk merapikan. Atau, minimal mengarahkan bagian mana yang perlu dirapikan sedikit/banyak.
Kedua, menggunakan sisir-silet. Saat itu saya juga sudah menggunakan sisir-silet. Itu karena saya melihat teman saya sering dipangkas dengan alat itu oleh bapaknya atau tetangganya.
Berhubung orang di rumah tidak berani melakukannya, maka saya melakukan sendiri. Awalnya jelas ada kegagalan. Karena, saya kurang mampu memperhitungkan antara ketajaman silet dengan tebal-tipisnya rambut.