Bahkan, ketika rambut saya pernah dipangkas di sebuah salon saat pulang dari sekolah--masih SMP, hasilnya ketika rambut sudah memanjang juga tidak lembut dan lurus.Â
Rambut saya selalu menjadi bergelombang ketika sebelumnya dipangkas oleh orang selain ibu, termasuk tangan saya sendiri.
Faktor kedua, kepala saya cenderung sulit diatur untuk memberikan keleluasaan bagi si pemangkas rambut. Ini yang sebenarnya juga sering dikeluhkan ibu saya setiap memangkas rambut saya.
Mungkin, karena saya memang dari kecil lebih sering dipangkas rambutnya oleh orang rumah, maka saya tidak terbiasa untuk menuruti arahan si pemangkas rambut. Ditambah, yang menjadi pemangkas rambut profesional biasanya laki-laki. Maka, kemungkinan besar saya akan menurut karena takut.
Berbeda jika saya dipangkas rambut oleh ibu. Saya masih punya kesempatan untuk merawat kebandelan saya, termasuk ketika rambut saya sedang dipangkas.
Contoh kebandelan yang saya maksud seperti ketidakmauan kepala saya untuk terus miring dalam beberapa menit, atau menunduk beberapa menit. Ini yang sering menjadi polemik antara saya dengan ibu saat proses pemangkasan rambut.
Faktor ketiga adalah kenyamanan. Saya seperti sudah lebih nyaman untuk diperlakukan sedemikian rupa oleh ibu saat memangkas rambut saya.
Tentu, para pemangkas profesional akan memberikan pelayanan terbaik. Tetapi, pelayanan itu semacam kode etik antara penjual dengan pembeli.
Itu jelas tidak sama dengan perlakuan yang diberikan seorang ibu kepada anaknya. Sebandel-bandelnya kepala anak, tetap akan diperlakukan dengan baik ala orang tua.
Perlakuan baik itu secara tersirat dapat diwujudkan dengan omelan ibu di telinga anak, jika ada yang mengganggu proses pemangkasan rambut.Â