Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Kasus di Old Trafford Murni ESL dan Glazers? (Bagian 3)

29 Mei 2021   18:30 Diperbarui: 29 Mei 2021   18:42 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dominasi Munchen juga masih terasa di DFB Pokal. Sumber: diolah dari Wikipedia.org

Sane memang dibeli mahal, tetapi dia bukan penyerang seperti Lewandowski. Sumber: AFP/Getty Images/Christian Kaspar-Bartke/via Kompas.com
Sane memang dibeli mahal, tetapi dia bukan penyerang seperti Lewandowski. Sumber: AFP/Getty Images/Christian Kaspar-Bartke/via Kompas.com
Klub-klub di Jerman malah cukup banyak yang mendatangkan pemain dengan cara meminjam dari klub lain, dan salah satu sumbernya adalah Premier League. Klub seperti Arsenal saja mampu "membuang" pemainnya ke klub Jerman, seperti Matteo Guendouzi (Hertha Berlin) dan Sead Kolasinac (Schalke 04).

Uniknya, Arsenal masih mampu mendatangkan pemain matang seperti Thomas Partey saat mereka juga sebenarnya tidak kondusif finansialnya. Hal ini juga diperbesar oleh Chelsea yang bisa jor-joran dalam mendatangkan pemain baru, seperti duo Jerman; Timo Werner dan Kai Havertz.

Apakah hal itu akan terjadi kalau klub Premier League menerapkan 50+1?

Persentase jawaban terbesarnya adalah tidak. Kalaupun iya, hanya beberapa klub yang mampu melakukannya. Paling mentok adalah "The Big Six".

Atau, kalau kebijakan 50+1 sudah dijalankan sebelum era 2010-an, klub besar di Liga Inggris hanya ada tiga. Manchester United, Liverpool, dan Arsenal.

Chelsea masih perlu upaya besar untuk masuk. Namun, potensi dan mimpi besar seperti Manchester City dan Tottenham Hotspur akan sangat sulit untuk terwujudkan.

Ini seperti Bundesliga. Sesekali memang ada klub yang berhasil juara Bundesliga atau minimal DFB Pokal. Tetapi, standar tertinggi masih hanya dipegang oleh Bayern Munchen.

Borussia Dortmund? Masih akan kepayahan mengejar Die Roten. Apalagi klub lain, masih akan sering berangan-angan menyusul Bayern Munchen.

Jarak yang sangat jauh antara Bayern Munchen dengan klub lain. Sumber: diolah dari Wikipedia.org
Jarak yang sangat jauh antara Bayern Munchen dengan klub lain. Sumber: diolah dari Wikipedia.org
Dominasi Munchen juga masih terasa di DFB Pokal. Sumber: diolah dari Wikipedia.org
Dominasi Munchen juga masih terasa di DFB Pokal. Sumber: diolah dari Wikipedia.org
Artinya, kebijakan 50+1 secara finansial tidak akan berdampak bagus dalam visi perkembangan klub dan liga. Dan, secara politik, kebijakan 50+1 sebenarnya sangat sarat dengan praktik politik.

Praktik politik yang pertama adalah kekuasaan atas nama keinginan suporter. Memang, sepak bola tumbuh dari kelompok masyarakat bawah, tetapi apakah selamanya sepak bola dipaksa untuk sesuai standar masyarakat kelas bawah?

Ketika kelompok suporter mendominasi suara klub, apa saja yang berkaitan dengan klub dan liga adalah harga murah. Sedangkan, di sisi lain, suporter juga ingin ditunjang oleh kenyamanan dan kemajuan dalam segi fasilitas. Bukankah itu perlu adanya finansial?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun