Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ketika Orang Tua Memperkenalkan Anak dengan Ibadah

2 Mei 2021   19:52 Diperbarui: 6 Mei 2021   07:27 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengajak anak membaca atau mencari pengetahuan bersama. Sumber: Thinkstock via Kompas.com

Itu yang membuat saya menjadi respek terhadap ajaran Islam, karena ternyata mampu menghadirkan sosok seperti ibu saya. Itu pula yang seringkali membuat saya heran ketika ada orang tua terkadang ketahuan telah memaksa anaknya untuk beribadah hanya agar dapat dianggap sebagai orang Muslim.

Padahal, beribadah tanpa ada dorongan dalam diri sendiri, itu--menurut saya--adalah kesia-siaan. Itu seperti ketika anak dimintai berbelanja ke warung, tetapi, anaknya terpaksa. Akibatnya, bisa saja belanjaannya salah, atau uang kembaliannya tidak dikembalikan ke orang tua.

Coba kalau si anak mau tulus membelanjakan apa yang diminta orang tuanya, maka besar kemungkinan dia tidak akan mengambil uang kembaliannya. Sesederhana itu logikanya.

Kalau ingin mengajarkan ibadah kepada anak, menurut saya cara paling logis adalah memberikan literasi dan contoh. Memang, simbol pemaksaan atau istilah halusnya adalah "agama warisan" mungkin bisa dilihat lewat pencantuman identitas agama di kartu pelajar atau kartu identitas anak.

Tetapi, dalam praktiknya, anak bisa diizinkan untuk mempelajarinya tanpa harus ada tuntutan eksplisit. Biarkan tuntutan dalam belajar agama hadir di lingkungan sekolah, tetapi tidak di dalam rumah.

Karena, belajar agama berbeda dengan belajar matematika. Agama menurut pemahaman dangkal saya adalah pelajaran seumur hidup yang menyangkut tautan perasaan selain pemikiran.

Itulah mengapa, belajar agama tidak bisa disamakan dengan belajar matematika yang boleh dipaksakan sampai si anak menangis. Karena, menurut pengalaman saya, saya lebih menghargai pengalaman saya menangis karena diharuskan hafal rumus perkalian dan pembagian, daripada seandainya saya harus menangis karena dipaksa beribadah.

Agama menurut saya suci. Biarkan anak dapat menemukan kesucian itu pada waktu yang tepat sekalipun terlambat.

Atau, kenali karakteristik anak ketika memperkenalkan agama. Karena, ada karakter-karakter tertentu yang malah semakin memberontak kalau harus diajarkan agama hingga ke tahap pemaksaan.

Bukannya si anak akan menurut, malah anak akan menganggap orang tuanya bertangan besi dengan mengatasnamakan agama. Padahal, menurut saya, tidak ada agama yang menghalalkan sikap otoriter.

Kalau agama menghalalkan sikap otoriter, maka semua manusia akan saling merampas hak beragama masing-masing. Tentu, itu akan lebih kejam daripada tindakan iblis, sekalipun iblis dapat merasuk ke pikiran manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun