Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Bukber Virtual, Kuy atau Gak Nih?

25 April 2021   19:45 Diperbarui: 26 April 2021   17:02 2641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempererat hubungan antarpribadi bisa lewat makan bersama. Sumber: Pexels/Fauxels

Ramadan tidak hanya identik dengan ngabuburit, tetapi juga momen berbuka bersama (bukber). Bahkan, lewat momen ini banyak orang memanfaatkannya untuk reuni.

Reuni teman sekolah, teman sekelas, teman sekampus, teman se-UKM, dan sebagainya. Satu-satunya yang mungkin belum terjadi adalah reuni seluruh mantan pacar.

Jadi, satu orang, entah laki-laki atau perempuan, mengumpulkan semua mantannya. Kira-kira ada atau tidak?

Daripada berpikir tentang bukber mantan pacar, bagaimana kalau berpikir tentang rencana bukber virtual? Adakah yang merencanakannya atau malah sudah melakukannya?

Kalau saya, sejauh ini memang tidak merencanakan bukber virtual. Bahkan, dengan keluarga atau orangtua. Karena, bukber virtual itu malah akan menyusahkan bagi mereka yang gagap teknologi atau tidak tertunjang fasilitas, seperti kekuatan sinyal dan data.

Itulah kenapa, secara pribadi, bukber virtual masih jauh dari angan. Tetapi, kalau tetap terhubung minimal antara saya dengan orangtua, kami sudah berusaha puas lewat bertukar pesan saja.

Memang, kerinduan itu baru bisa terhapus lewat saling melihat rupa dan mendengar suara. Tetapi, kalau memang tidak memungkinkan, rasanya tidak perlu dipaksakan.

Lalu, bagaimana kalau memang harus dan sangat ingin mengadakan tatap muka dengan berbuka bersama walau secara virtual?

Sebenarnya hal ini wajar terjadi, khususnya di lingkungan kerja dan pendidikan. Bahkan, lingkungan pendidikan bisa mengadakan bukber virtual dua kali.

Yang pertama adalah untuk sisi kerja lewat bukber guru, dosen, dan karyawan sekolah/kampus. Yang kedua adalah sisi pendidikan lewat bukber guru/dosen dengan siswa/mahasiswanya.

Artinya, bukber virtual masih cenderung belum menjadi keharusan di luar urusan kerja dan lingkup formal. Karena, memang bukber virtual bisa menjadi sarana untuk tetap menjalin komunikasi yang baik antarpihak di dalamnya.

Namun, untuk kalangan tertentu, bukber virtual seperti tidak penting. Lagipula, kalau mau bertemu dengan rekan yang masih sekota/kabupaten, masih bisa membuat agenda pertemuan sederhana saat malam--pascatarawih.

Agenda ngopi dengan beberapa teman yang memang bisa bertemu di hari yang sama rasanya lebih simpel dan masih aman. Karena, untuk mengajak ngopi tidak perlu sampai harus mengumpulkan banyak orang. Kalau memang hanya dua-tiga orang yang bisa, berangkat!

Begitu pula dalam hal keramaian, di dalam satu kafe atau warkop, kita bisa memilih tempat yang berjarak. Karena, saat ini sudah banyak kafe/warkop yang memberikan jarak antara satu meja dengan meja lain.

Agenda sederhana ini juga bisa terlaksana kalau kota/kabupaten tertentu berada di zona aman. Bagaimana kalau tidak?

Tidak usah ngopi. Itu sempat saya alami ketika Ramadan tahun lalu (2020). Seingat saya, tidak ada agenda ngopi dan pertemuan yang penting saat Ramadan.

Berhubung saya memang tidak terlalu panik kalau tidak bertemu orang, maka saya tidak masalah dengan jarangnya ada agenda bertemu dengan orang lain termasuk dengan teman. Tetapi, hal ini tentu terasa berbeda bagi orang lain, termasuk yang berkaitan dengan lingkup kerja dan pendidikan.

Seringkali, mereka membutuhkan momen-momen bersama agar ikatan rasa antara mereka tidak menjadi renggang. Itulah kenapa, kemudian ada daya tarik untuk mencoba tetap mengadakan pertemuan besar di masa sulit ini dan ketika Ramadan, yaitu lewat bukber virtual.

Sebenarnya, ada beberapa kelebihan dari terlaksananya bukber virtual. Itulah kenapa, bukber virtual boleh juga dicoba.

Kelebihan pertama, pelaksanaan bukber virtual mencerminkan usaha untuk taat protokol kesehatan. Meskipun mengumpulkan banyak orang, agenda itu tetap berlangsung di tempat tinggal masing-masing.

Kelebihan kedua, bukber virtual bisa menjadi ajang memperkenalkan keluarga masing-masing. Ini bisa berlaku bagi mereka yang sudah berkumpul dengan keluarga selama Ramadan kedua di masa pandemi.

Kelebihan ketiga, semua orang dalam lingkaran sosial itu bisa berpartisipasi tanpa mengenal batas ruang. Hanya perlu menyesuaikan dengan waktu, seperti WIT, WITA, dan WIB. Apalagi, beda kota dalam satu pulau juga bisa berbeda menit berbukanya.

Tetapi, itu tidak terlalu menjadi halangan besar, kalau agendanya disusun dengan pengaturan waktu yang tepat. Lagipula, berbuka puasa yang sebenarnya--mengonsumsi makanan berat--adalah seusai menunaikan ibadah salat magrib.

Jadi, selama momen berbuka, masih bisa saling tunggu. Atau, momen berbuka puasa yang sebenarnya bisa dilakukan selepas salat tarawih. Di momen itulah semua orang sudah pasti bisa makan-makan dalam waktu yang sama.

Kelebihan keempat, bukber virtual menjadi media pelepas kangen secara darurat. Bagi yang memang menganggap pertemuan dengan melihat wujud dan mendengar suara secara langsung adalah hal utama namun terhalang pandemi, maka bukber virtual harus dilakukan.

Mempererat hubungan antarpribadi bisa lewat makan bersama. Sumber: Pexels/Fauxels
Mempererat hubungan antarpribadi bisa lewat makan bersama. Sumber: Pexels/Fauxels
Jika melihat jumlah kelebihan bukber virtual cukup banyak, maka ini bisa menjadi landasan atau pendorong terjadinya bukber virtual. Hanya saja, bukber virtual rupanya juga mempunyai kekurangan.

Kekurangan pertama, kurangnya perasaan keterikatan antarsatu dengan lainnya. Faktor tidak adanya sentuhan dan kedekatan fisik membuat bukber virtual seperti webinar.

Bedanya, masing-masing bisa melampiaskan kekesalan terhadap jarak itu dengan mengajak keluarga masing-masing untuk juga turut nimbrung. Tetapi, bagaimana kalau masih ada yang terjebak di kota rantau?

Kekurangan kedua, perlu usaha lebih untuk dapat mempunyai data dan sinyal yang kuat untuk memuat media pertemuan daring. Tidak semua orang tinggal di tempat yang kekuatan jaringannya bagus.

Bahkan, di stasiun televisi saja yang melakukan panggilan video interaktif juga memperlihatkan bahwa ada penonton-penonton yang kesulitan berkomunikasi dengan orang-orang di studio, meskipun tempat tinggalnya masih di sekitar Jabodetabek.

Bayangkan, kalau panggilan video itu terjadi di Tanjung Palas, Bulungan, Kalimantan Utara. Bukannya bukber virtual menjadi momen lepas kangen, malah menjadi momen canggung dan tidak nyaman.

Kekurangan ketiga, bukber virtual juga cenderung kurang cocok bagi orang-orang yang tidak nyaman mengekspos kehidupan pribadinya dan isi rumahnya. Karena, pertemuan daring ini pasti berbeda dengan webinar, yang mana webinar berprinsip "aku hanya butuh kamu, bukan yang lain".

Sedangkan, bukber virtual bisa saja mengarah ke perbincangan seputar kehidupan pribadi. Seperti, siapa yang masak menu berbuka, di rumah ada siapa saja, dan sebagainya.

Bukber virtual tidak seperti webinar yang hanya menampakkan diri sendiri. Sumber: Pexels/Mart Production
Bukber virtual tidak seperti webinar yang hanya menampakkan diri sendiri. Sumber: Pexels/Mart Production
Bagi orang lain, itu seperti pertanyaan biasa. Tetapi, bagi orang lainnya lagi, bisa saja itu bukan pertanyaan yang biasa.

Kekurangan keempat, bukber virtual akan berhalangan dalam sinkronisasi waktu berbuka. Hingga, pada akhirnya, malah bukber virtual ini seperti momen bertemu pascatarawih.

Karena, memang waktu selepas tarawih adalah momen bersantai dan sudah berlaku umum bagi semua orang. Misalnya, kalau di Malang selesai tarawih pukul 19.40 WIB, maka di Tanjung Palas sudah 20.40 WITA, juga di Sorong sudah 21.40 WIT.

Artinya, di waktu itulah sudah tidak ada halangan apa pun untuk dapat bertemu dengan rekan-rekan dan makan bersama. Hanya saja, apakah itu masih bisa disebut agenda bukber virtual?

Atau, memang saat itulah momen yang tepat untuk bukber virtual?

Masih adanya ketidakselarasan, artinya juga membutuhkan upaya yang lebih untuk dapat mengadakan bukber virtual. Bagi orang-orang yang malas mempersulit apa yang sebenarnya tidak penting amat, maka itu seperti rempong.

Hanya saja, kalau bagi orang profesional yang memang sudah ada pihak yang mau memikirkan konsep bukber virtual dengan baik, maka bukber virtual boleh diwujudkan. Sedangkan, bagi orang seperti saya lebih baik tidak usah ikut bukber virtual.

Lagipula, bukber virtual tidak membuat pahala berkali lipat. Begitu pula dengan kerekatan hubungan antarpribadi yang masih bisa dijalin ulang pasca-Ramadan dan tentunya pascapandemi.

Jadi, bersabarlah!

Malang, 25 April 2021
Deddy Husein S.

Tulisan Sebelumnya: Aplikasi Favorit untuk Ngabuburit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun