Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

MotoGP 2021, Awal dan Akhir Valentino Rossi

31 Maret 2021   05:19 Diperbarui: 31 Maret 2021   05:24 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Valentino Rossi dan motornya di tim Yamaha Petronas SRT. Gambar: A. Farinelli via Kompas.com

MotoGP 2021 sudah dimulai. Seri perdana sudah digelar di Sirkuit Losail, Qatar, dengan tajuk Qatar GP. Pemenangnya pun sudah kita ketahui, Maverick Vinales, dari Yamaha Monster Energy.

Namun, sekarang pembahasannya bukan tentang Vinales, melainkan tentang Valentino Rossi. Mantan rekan setim Vinales, sekaligus pembalap senior MotoGP yang pernah 9 kali menyandang juara dunia (7x MotoGP).

Saat ini, dia sudah berusia 42 tahun. Usia yang bisa disebut sangat langka untuk dapat terus bertahan di level tertinggi ajang balap motor.

Dengan pengalamannya yang sangat tinggi, namun bukan berarti selamanya Rossi akan menjadi yang terbaik. Kehebatannya perlahan nan pasti mulai terkikis.

Bahkan, hal itu tidak hanya disebabkan perpindahan Rossi ke tim satelit Yamaha, Yamaha Petronas SRT. Penurunan itu sudah tercium sejak musim 2019 dan tentunya makin terlihat di musim 2020, kala masih membela Yamaha Factory.

Kemudian, pada musim 2021 ini, Rossi seperti memperlihatkan awalan yang buruk dan membuat ada pemikiran tentang masa depan Rossi di atas lintasan. Apakah Rossi masih akan membalap sampai musim depan?

Hasil finis ke-12 sebenarnya bukanlah hal buruk bagi seorang pembalap. Tetapi, jika itu adalah Rossi, akan terlihat buruk.

Reputasi, pengalaman, dukungan tim, dan terkadang masih disokong oleh harapan para penggemarnya. Itu membuat Rossi pasti memiliki keinginan untuk memberikan penampilan terbaik.

Hanya saja, waktu selalu menghadirkan hal-hal yang berbeda. Termasuk dalam MotoGP. Apa yang berbeda di dalamnya?

Perkembangan motor. Regenerasi pembalap. Visi dan misi tim balap. Inilah tiga hal yang membuat MotoGP sekarang berbeda dengan 5-10 tahun lalu.

Perkembangan motor, membuat Valentino Rossi terlihat kesulitan untuk konsisten. Performa paling konsisten yang terakhir adalah musim 2015. Selepas itu, performanya menurun drastis.

Namun, publik, entah penggemar, tim, atau media massa terlihat seperti masih mengharapkan keajaiban dari Rossi. Mereka selalu menggaungkan misi juara dunia ke-10 untuk Rossi di setiap awal musim.

Padahal, ada momok terbesar dari perjalanan Rossi selama dekade 2010-an, yaitu perkembangan motor. Motor yang digunakan di dalam MotoGP sudah berbeda dari sebelumnya.

Ada invasi elektronik di dalam motor balap di MotoGP yang kemudian akrab disebut Electronic Control Unit (ECU). Inilah yang memengaruhi beberapa pembalap, salah satunya Rossi. Secara kualitas, Rossi memang sudah belajar beradaptasi. Namun, secara kuantitas, Rossi belum sekonsisten pembalap lain, khususnya yang lebih muda.

ECU pada motor Yamaha Movistar (sekarang Yamaha Monster Energy). Gambar: Crash.net via Gridoto.com
ECU pada motor Yamaha Movistar (sekarang Yamaha Monster Energy). Gambar: Crash.net via Gridoto.com
Semau-maunya Rossi untuk mempelajari hal baru, pasti akan berbeda dengan pembalap lain yang lebih muda. Apalagi, di dekade 2000-an akhir dan 2010-an awal, salah satu pemicu pembalap muda untuk tampil bagus adalah dengan mengalahkan Valentino Rossi.

Bahkan, patokan itu masih berlaku bagi beberapa pembalap sampai saat ini. Salah satunya, Stefan Bradl. Pada seri Qatar kemarin (29/3), Bradl yang finis sebelum Rossi mengaku senang dapat mengasapi Rossi.

Itu pertanda, bahwa Rossi masih dilihat sebagai hal yang tepat untuk mengukur diri bagi pembalap lain. Jika itu masih terjadi sekarang (dekade 2020-an awal), maka tentu saja hal itu juga sangat berlaku di masa sebelumnya.

Itulah mengapa, para pembalap yang lebih muda kemudian terlihat lebih cepat beradaptasi. Karena, mereka punya target untuk mengalahkan siapa. Itulah yang membuat mereka ingin terus belajar.

Faktor lain yang mendukung hasrat belajar adalah rentang waktu yang masih sebentar dialami pembalap muda menunggangi motor di kasta tertinggi. Itu yang membuat mereka masih haus untuk mempelajari perkembangan motor.

Berbeda dengan Rossi, yang sudah pernah mengalami masa berkembang dan mapan di dekade 2000-an. Ia sudah beberapa musim bertarung di kasta MotoGP dan bertarung dengan generasi hebat saat itu.

Faktor itu yang membuat Rossi kemungkinan masih sulit melepaskan diri dari cara pandangnya terhadap motor. Pengalaman yang telanjur banyak membuatnya memiliki terlalu banyak pertimbangan.

Itu yang membuat cara pandangnya terhadap motor hampir tidak pernah sama dengan pembalap lain. Entah itu dengan Jorge Lorenzo, maupun dengan Maverick Vinales.

Selain perkembangan motor, ada penghalang besar bagi Rossi untuk mencoba sekali lagi tampil seperti ekspektasi orang zaman dulu, yaitu regenerasi pembalap. Keberadaan generasi baru, membuat Rossi pelan nan pasti mulai tergusur.

Satu-satunya faktor yang membuat Rossi masih ada di baris depan selain kualitasnya, adalah tim yang menaungi. Seandainya, kalau Rossi sampai harus menggunakan motor spesifikasi menengah, anggap itu seperti Aprilia, maka ia akan sulit menandingi kecepatan hampir semua pembalap muda.

Belum lagi, kalau dia membela tim satelit, yang notabene bisa digolongkan kelas menengah-bawah, maka Rossi belum tentu bisa menandingi pembalap muda yang masih bisa disebut bagus. Sebut saja, Aleix Espargaro, Pol Espargaro, Takaaki Nakagami, Alex Marquez, hingga Stefan Bradl.

Ini sebenarnya memang pengandaian, karena masih tidak mungkin seorang Rossi akan membela tim yang tidak mampu berbicara tentang podium. Hanya saja, kalau hal itu terjadi, bisa saja karier Rossi segera tamat.

Sehebat-hebatnya pembalap, kalau dia ditaruh di tempat yang tidak tepat, pasti ia akan kesulitan. Itulah mengapa, salah satu faktor yang masih membuat Rossi dapat diperbincangkan adalah timnya. Jika timnya masih tepat, dia juga masih sangat pantas diperhitungkan.

Kemudian, faktor penting yang membuat Rossi mulai kesulitan menjadi pembalap tercepat adalah visi dan misi tim balap. Ini tidak lepas dari faktor sebelumnya.

Keberadaan perkembangan motor dan regenerasi pembalap, membuat tim balap harus mempunyai visi-misi yang berbeda dari sebelumnya. Mereka jika ingin bertarung sengit sesuai zamannya, maka harus mempercayakan motor kepada pembalap muda yang sesuai zamannya.

Itu adalah hal wajar. Bukan suatu "kedurhakaan" bagi tim balap jika seandainya ia mendepak seorang Rossi. Bahkan, jika itu dilakukan tim sekelas Yamaha Factory.

Mereka memang selazimnya melakukan itu. Akan terasa konyol, jika untuk bersaing dengan seorang pembalap terbaik saat ini, Marc Marquez, Yamaha masih mengandalkan Valentino Rossi.

Secara kualitas balap, Rossi bisa. Bagaimana dengan kualitas tenaga?

Bahkan, ada salah satu pertanda yang menunjukkan bahwa Rossi sudah menurun dan sulit untuk berduel satu lawan satu. Itu terlihat dengan seri MotoGP di Le Mans 2017.

Pada momen itu, Rossi berduel dengan Vinales untuk memperebutkan podium tertinggi. Namun, nahas, Rossi terjatuh.

Rossi terjatuh saat bersaing dengan Vinales. Gambar: Dok. MotoGP via Motorplus-online.com
Rossi terjatuh saat bersaing dengan Vinales. Gambar: Dok. MotoGP via Motorplus-online.com
Di sini ada pemikiran bahwa Rossi telah kehilangan kesabaran dan konsentrasi. Dan, salah satu penyebab dari permasalahan tersebut adalah stamina.

Ketika stamina mulai kendur, konsentrasi dan kesabaran menjadi menurun. Jika itu dihadapkan pada situasi sedang membalap, hasilnya seperti yang dialami Rossi. Terjatuh.

Artinya, jika pembalap muda bisa jatuh karena terlalu bersemangat. Maka, pembalap tua bisa jatuh karena mulai tidak bisa mengontrol diri.

Jika pembalap seperti itu dihadapkan kepada Marc Marquez. Rasanya sangat sulit untuk menandinginya. Apalagi, ketika seorang Marc mulai bisa membalap dengan bijak--agar tidak melakukan kesalahan untuk bisa mengalahkan pembalap lain, maka mengalahkan Rossi sudah bukan perkara sulit.

Itu artinya, Yamaha akan terus di belakang jika terus mengandalkan Rossi di lintasan. Rossi memang masih bisa diandalkan, tetapi seharusnya bukan di balapan langsung.

Ia bisa diberdayakan sebagai pembalap penguji, dan itu terlihat lebih bijaksana. Karena, Yamaha akan memiliki empat pembalap muda yang tepat untuk berduel dengan Marc Marquez sampai 10 tahun ke depan.

Supaya hal itu terjadi, Rossi harus gantung helm. Tapi, kapan itu terjadi?

Jika melihat awalan musim 2021 yang tidak bagus bagi Rossi. Maka, itu juga bisa menjadi pertanda bahwa Rossi sudah memasuki masa akhir dalam memacu motor dengan kecepatan 330-an km/jam selama 20-an putaran.

Memang, musim masih sangat panjang, dan kompetisi baru berjalan satu seri. Namun, keajaiban tidak selamanya datang dalam semalam.

Bahkan, seorang Franco Morbidelli bisa menjadi rujukan. Seperti yang sudah diketahui, musim lalu, Morbidelli yang membela Yamaha Petronas SRT berhasil menjadi yang terbaik kedua (runner-up) di kejuaraan.

Tetapi, seandainya Morbidelli dapat tampil lebih baik lagi sejak awal musim, tanpa memikirkan insiden dengan Zarco, maka Morbidelli bisa saja malah menjadi juara dunia. Artinya, awalan yang bagus juga penting untuk memperoleh akhir yang bagus.

Hal itu pula yang bisa berlaku kepada Rossi. Ketika hasrat membalapnya masih besar, namun perlu juga diikuti dengan pencapaian yang maksimal untuk ukurannya sebagai pembalap satelit.

Bahkan, sebenarnya awalan bagus akan membuat Rossi punya pemicu untuk tampil bagus sampai akhir musim. Hasil akhir yang terbaik baginya, itulah yang kemudian akan membuat perpisahan dengan Yamaha dan Yamaha Petronas SRT akan bagus.

Kenapa bisa begitu?

Karena, pensiunnya pembalap terhebat sepanjang masa seperti Rossi sebaiknya pensiun bukan dengan catatan akhir karier yang buruk. Ia harus memiliki catatan akhir yang bagus. Minimal, untuk levelnya yang sudah sebagai pembalap tim satelit.

Ketika dia bisa menjadi yang terbaik di antara para pembalap satelit, bahkan bisa mengalahkan pembalap pabrikan seperti Pol Espargaro (Repsol Honda), Aleix Espargaro (Aprilia), dan duo Red Bull KTM (Oliveira dan Binder), maka itu adalah prestasi bagus dari Rossi.

Kita harus sedikit mengabaikan faktor juara dunia 9 kalinya, karena Rossi yang sekarang adalah Rossi yang berusia 42 tahun. Maka, parameter keberhasilan Rossi di akhir musim 2021 bukan dengan melihat Rossi di masa lalu, tapi Rossi di masa sekarang.

Apa pun hasilnya, Rossi memang sebaiknya gantung helm di akhir musim 2021. Karena, sudah saatnya, ia rela memberikan jatah motornya kepada pembalap lain.

Memang, keputusan membalap atau berhenti membalap adalah mutlak milik Rossi. Tetapi, rasanya sosok sehebat Rossi juga perlu berpikir tidak egois. Bahkan, sekalipun ia tidak menginginkan privilese di dalam tim yang ia bela.

Tetapi, kembali pada perihal visi-misi tim balap, maka kita juga perlu berpikir tentang mengapa sebuah tim harus membedakan perlakuan kepada pembalap A dengan pembalap B. Itu artinya, kita juga harus berpikir tentang apa yang diperlakukan Yamaha kepada Rossi dan Morbidelli.

Jika Rossi masih bertahan sampai musim 2022, bisa saja itu akan menjadi petaka bagi Yamaha. Karena, bisa saja Morbidelli akan memilih cabut dari Yamaha Petronas SRT, alih-alih bertahan.

Sebagai pembalap yang masih punya prospek untuk 10 tahun ke depan, jelas Morbidelli akan menjadi pesakitan dan mental pemenangnya akan terkikis kalau harus terus diperlakukan di belakang Rossi. Padahal, dia seharusnya ada di dekat Vinales dan Fabio Quartararo.

Rossi dan Franco Morbidelli. Gambar: Dok. Sepang Racing Team via Kompas.com
Rossi dan Franco Morbidelli. Gambar: Dok. Sepang Racing Team via Kompas.com
Jika patokan sebuah tim untuk percaya dengan pembalap lewat kemenangan seri, maka Yamaha dan Yamaha Petronas SRT perlu melihat Morbidelli, alih-alih Rossi. Rossi adalah masa lalu, dan ia sudah sangat kesulitan untuk memberikan kemenangan kepada Yamaha.

Berbeda dengan Morbidelli. Ia masih dan pasti akan mampu memberikan kemenangan-kemenangan kepada Yamaha. Itulah mengapa, Rossi harus rela pensiun. Ia harus melihat sekitarnya, bukan hanya pada dirinya sendiri.

Itulah mengapa, ketika ada yang mengatakan bahwa Rossi mempunyai hak untuk membalap, maka bagaimana dengan masa depan pembalap lain? Apakah selamanya kita akan melihat Rossi membalap hanya untuk mengamini hak Rossi membalap?

Jadi, seandainya Rossi memilih pensiun di akhir musim dengan catatan bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Keputusan yang juga sangat penting untuk menandai keberhasilan para penggemar MotoGP untuk move on dari masa lalu.

Dengan semakin majunya motor di MotoGP, sudah waktunya, kita melihat generasi masa depan di atas lintasan, bukan masa lalu. Dan, ini juga untuk memberikan kesempatan kepada Rossi dalam menjalani kehidupan yang seharusnya masih bisa dia nikmati dengan gaya hidup yang berbeda.

Malang, 30 Maret 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Gridoto.com, Okezone.com, Motorplus-online.com, Kompas.com, Sindonews.com 1, Sindonews.com 2, Okezone.com 2, Detik.com.

Baca juga: MotoGP Qatar 2021 Berlangsung Sengit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun