Begitu pula dengan bagian akhir (ending). Itu terlihat menjadi sisi kelebihan dari teknik sinematografi. Sekalipun, saya berpikir di panggung konvensional, adegan itu bisa dilakukan walau tidak sehalus itu.
Artinya, dua bidang ini, teater dan sinematografi bisa berjalan bersama. Lagipula, selama ini kita telah melihat alumnus teater bermain film.
Jadi, kenapa harus memperdebatkan sajian antara film dengan teater, kalau keduanya masih bisa bersinergi. Hanya saja, tetap pada catatan sebelumnya, yaitu jika pertunjukan ini masih beratasnama teater, maka porsinya harus masih besar dan mudah dideteksi oleh penonton.
Sekarang, saya akan mengajak pembaca melangkah ke pembahasan ketiga, yaitu tentang pementasan dengan naskah "ENTAH". Apakah ada misi khusus dengan naskah tersebut? ....
Deddy Husein S.
(Ulasan ini akan berlanjut ke artikel selanjutnya, karena faktor jumlah halaman yang sangat banyak. Terima kasih telah berkenan membacanya sampai tuntas.)
Referensi yang dapat dibaca:
PEMENTASAN TEATER SEBAGAI SUATU SISTEM PENANDAAN,
8 Elemen Genre Drama dalam Karya Teater,
Gaya Pementasan Drama Teater: Representasional dan Presentasional,
Menuju Teater Post-Realis,
Teater yang difilmkan dan Sinematografi/KONSEP 'MODEL' DALAM SINEMATOGRAFI ROBERT BRESSON,
15 Komposisi dalam Sinematografi -- Pengertian dan Penjelasannya,
KAJIAN RUANG DAN CAHAYA SEBAGAI TANDA PADA PERISTIWA TEATER REALIS,
JURNAL EKSPRESI SENI: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni.
Tulisan saya lain tentang teater:
Gedung Kesenian Gajayana Malang dan Panggung Teater
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H