Deddy akhirnya memilih diam dan membuka bungkusan barang itu.
"Bungkusnya kayak paket. Tapi aku sepertinya gak mesen apa-apa beberapa hari ini."
"Itu memang dariku."
"Lah, ngapain ngasih aku ini?"
"Kau sok lupa atau beneran lupa?"
Deddy diam saja. Terlihat berpikir, mungkin.
"O, ya udah kubuka nanti aja."
"Kenapa?"
"Ya gakpapa. Kan ini udah barangku."
Perempuan itu diam.
"Kamu mau minum apa?"
"Kopi."
"Pagi-pagi udah minum kopi."
"Jam 11 ini, bambang!"
Deddy melangkah ke ruang lain. Tidak lama, ia muncul sembari membawa dua gelas. Sama-sama kopi rupanya.
"Makasih."
"Kamu kayak tamu."
"Emang aku tamu. Apalagi, kita udah lama gak ketemu."
"Cuma setahun, dan kamu gak banyak terlihat berubah."
"Ada kok yang berubah. Kau aja yang belum tau."
"Apaan tuh?"
Perempuan itu tak menjawab, melainkan meniup-niup kopinya dan menyeruputnya.
"Oiya, aku kemarin lusa ke mari. Kuketuk-ketuk dan kupanggil-panggil, tidak ada sahutan."
"Oalah, iya. Aku masih tidur. Jam 12 aku bangun."
"Bah, pantesan!"
"Karena mau kasih ini? Kenapa gak taruh aja di bawah meja. Aman kok. Gak ada maling di komplek ini."
"Bukannya gak ada maling, tapi gak bagus.
Kalau ternyata yang kaubuka itu bom, gimana?"
Deddy tertawa.