Memang, selamanya kejahatan dan kebaikan terus berjalan beriringan. Tetapi, secara jumlah, kebaikan harus selalu lebih banyak daripada kejahatan.
Harapan itu harus dipupuk lewat segala macam media untuk memberikan informasi kepada semua orang. Salah satu medianya adalah karya tontonan.
Mumpung, saat ini sedang banyak orang gandrung dengan tontonan serial, maka kenapa tidak Indonesia juga memproduksi serial? Serialnya pun dapat mengambil inspirasi dari kinerja Artidjo Alkostar di dunia kehukuman.
Ini juga dapat menjadi bukti, bahwa sosok yang biasanya hanya ada di dalam film atau serial, nyatanya juga ada di praktik kehidupan nyata. Maka, kenapa tidak untuk mengambil inspirasi tersebut ke dalam karya tontonan.
Apalagi, ini juga berasal dari tokoh dalam negeri. Ditambah, banyak referensi yang bisa dijadikan rujukan dalam menggarap tontonan tersebut.
Bisa dari karya tulis langsung Artidjo, ataupun karya tulis lain yang memuat sepak terjang Artidjo secara komprehensif. Daripada sibuk membentuk karakter "superhero" sendiri yang bergerak di dunia hukum, kenapa tidak untuk mengambil langsung teladan yang memang ada.
Ini sekaligus menjadi bukti, bahwa karya tontonan juga bisa digarap dengan akurasi dan literasi. Karena, kita (khususnya saya) saat menonton film atau serial seringkali hanya menemukan tokoh yang berasal dari rekaan inovatif.
Saya sebut inovatif, karena semakin ke sini kita sulit untuk menciptakan tokoh rekaan yang murni dari hasil bertapa 7 hari 7 malam seperti para leluhur kita membuat lakon pewayangan. Bahkan, lakon pewayangan saja terkadang dikaitkan dengan kejadian nyata dan tokoh yang (mungkin) nyata.
Walaupun, terkadang kita yang merupakan generasi yang jarak peradabannya jauh dari sumber cerita hanya bisa bersembunyi pada dua kata, 'menikmati' dan 'mengapresiasi'. Maka, di masa sekarang yang segalanya sudah bisa diabadikan dalam bentuk literatur (ada bukti), sebaiknya juga bisa dimanfaatkan dalam membuat karya tontonan yang berkualitas.
Jika kita ingin mencoba menarik minat penonton Indonesia dengan karya serial, maka dibuatlah karya serial. Namun, jika kita ingin melihat di mana letak kemampuan produksi karya tontonan Indonesia, maka pilihan membuat film tentang kehukuman adalah keputusan bijak.
Ini dikarenakan alasan subjektif saya, bahwa kualitas film di Indonesia lebih banyak mendongkrak daya tarik penonton Indonesia--dalam segala umur dan golongan--dibandingkan bentuk tontonan lain yang menurut saya lebih terkotak-kotakkan (segmented).