Memang, Marc Marquez dipilih karena faktor juara dunianya. Tetapi itu adalah faktor puncak, yang mana tidak semua tim dapat memiliki pembalap juara dunia, apalagi ketika Marquez sangat dominan.
Ini pula yang sempat membuat Suzuki terlihat netral--di musim 2020--terhadap dua pembalapnya. Mereka mulai menganggap dua pembalapnya sama-sama prospektif untuk ke depan, maka mereka membiarkan keduanya mengeksplorasi batas kemampuannya dengan motornya masing-masing.
Faktor pengalaman adalah kunci pertama. Kunci kedua adalah kecepatan. Rins adalah pembalap Suzuki yang selalu berani beradu cepat di setiap titik lintasan dengan motor-motor yang lebih bertenaga seperti Honda dan Ducati.
Tetapi, Rins memiliki satu kelemahan, yaitu ketenangan. Itu yang kemudian membuat Rins gagal menjadi pemberi tahta pertama kepada Suzuki setelah 20 tahun puasa gelar.
Berdasarkan pengalaman di musim 2020 itulah, Rins diprediksi dapat termotivasi untuk membalap lebih baik lagi, dan itu harus dilakukan sejak awal kompetisi. Dia harus langsung mengeluarkan yang terbaik dan tidak terganggu dengan keberadaan rekannya yang merupakan juara dunia.
Mir di musim 2021 dapat dipastikan akan menjadi "musuh bersama" semua pembalap. Sekalipun di musim 2020 dia tidak dominan, tetapi dialah yang terbaik di musim yang bisa disebut tidak normal itu.
Itulah mengapa, Suzuki patut mempertahankan cara kerja timnya dengan tetap netral dalam pemberian spesifikasi pada motor 2021. Dengan begitu, Suzuki masih akan berpeluang juara dunia lagi, dan cukup besar.
Peluangnya bisa mencapai 70 persen jika Suzuki tidak hanya mendorong satu pembalap untuk menjadi yang terbaik. Bahkan, pembalap yang wajib dibiarkan melesat adalah Alex Rins.
Kalau Suzuki gagal menjadikan timnya netral dengan menyiapkan kartu As lain lewat Rins, maka peluang Suzuki untuk menjuarai MotoGP harus turun menjadi 60 persen. Peluang itu masih terjaga, karena di sana masih ada Joan Mir, yang seharusnya tidak lagi main aman seperti di seri terakhir 2020, yaitu di MotoGP Portimao, Portugal.