Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Momen Imlek Dirindukan Siapa Saja

13 Februari 2021   14:29 Diperbarui: 13 Februari 2021   15:28 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Imlek. Gambar: Aji Yk Putra/Kompas

"... saya sangat senang pernah merasakan rezeki dari Imlek...."

Tahun Baru China alias Imlek identik dengan orang-orang China dan keturunan China. Indonesia yang juga seperti negara lain yang dihuni oleh keturunan China (Tionghoa) juga menjadi salah satu negara yang merayakan Imlek.

Tempat tinggal saya, yaitu kampung halaman ibu saya adalah tempat yang juga cukup identik dengan perayaan Imlek. Bukan tanpa sebab, Imlek dirayakan karena jarak Kelenteng dengan kampung halaman saya sangat dekat.

Meskipun di kampung tersebut seingat saya tidak ada warga keturunan Tionghoa, kehadiran kelenteng tersebut sudah dapat menjadi alasan. Bahkan, kelenteng itu bisa dikatakan lebih semarak merayakan Imlek dibanding Wihara yang sebenarnya juga tidak terlalu jauh dari kampung tersebut.

Saya tidak tahu, mengapa hal itu terjadi. Namun yang saya tahu, karena perayaan Imlek di kelenteng itulah saya bisa makan kenyang.

Sebagai orang yang pernah makan nasi blendrang (hasil angetan dari dua/tiga malam) setiap pagi, efek hari raya termasuk Imlek adalah momen sedikit menjejakkan kaki di tangga "surga". Minimal, bisa makan nasi dengan beras gratis.

Ketika dapat beras gratis dari perayaan Imlek di kelenteng itu, uang yang dimiliki bisa dialokasikan ke sayur dan lauk. Bahkan, tidak jarang pula dapat angpao yang saat itu mungkin nilainya setara dengan angpao sekarang. Minimal 50-100 ribu untuk keluarga miskin.

Jajan semacam kue keranjang juga bisa kebagian, termasuk buah-buahan seperti salak dan jeruk. Enaknya!

Saya hidup di kampung itu sebenarnya paling lama dari tempat-tempat yang sudah saya tempati. Termasuk di domisili saat ini. Namun, tidak semua momen Imlek saya ingat.

Momen yang saya duga adalah momen pertama kali Imlek, masuk ke daftar ingat. Itu seperti cinta pertama yang kabarnya selalu diingat selamanya.

Lalu, ketika saya sudah sekolah saya ingat dengan momen Bu Megawati mengucapkan "Gong Xi Fa Cai" di iklan tivi. Sejak itu, banyak orang di sekitar saya mengucapkan "Gong Xi Fa Cai" saat Imlek.

Presiden ke-5 Republik Indonesia ini masuk ke daftar momen Imlek masa kecil saya. Gambar: Indra Akuntono/Kompas
Presiden ke-5 Republik Indonesia ini masuk ke daftar momen Imlek masa kecil saya. Gambar: Indra Akuntono/Kompas
Momen ketiga yang saya ingat, ketika saya (sepertinya) sudah SMP. Saat itu saya ikut datang ke kelenteng. Mengantri dengan banyak orang dan adik-adik kecil yang entah dari mana.

Itu adalah momen pertama dan terakhir saya ikut mengantri mencari bagi-bagi rezeki di perayaan Imlek di kelenteng tersebut. Menarik, sekaligus bikin trauma juga karena banyak banget orangnya.

Bahkan, terasa seperti berada di dalam kamp atau tempat karantina ala-ala film tentang zombie. Itu yang bikin saya tidak mau datang lagi.

Namun, justru momen itu yang membuat saya kangen dengan perayaan Imlek. Pada momen itu, saya bisa membaur dengan orang-orang yang sedang tidak punya gengsi untuk mencari "rezeki kaget".

Dari momen itu juga saya juga belajar, bahwa menjadi orang yang kurang mampu dan mengharap dapat "rezeki kaget" itu tidak enak. Harus antri, dan ternyata orangnya banyak sekali.

Uniknya lagi, orang-orang yang ada di dalam antrian bukan orang-orang yang berketurunan Tionghoa. Otomatis, harapan saya untuk bisa melihat cici-cici cantik pudar.

Memang, ada orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di antrian. Tapi, mereka sudah ibu-ibu dan mereka juga ada yang langsung diberikan jalur lain.

Awalnya, kesal melihat kejadian itu. Tapi, kalau ingat bahwa mereka adalah orang keturunan Tionghoa, saya maklum.

Privilese berdasarkan keturunan dan memang itu adalah hari perayaannya, menurut saya boleh. Apalagi, kalau mereka cuma menarget satu hal saja.

Misalnya, hanya mencari buah atau kue keranjang. Maka, mereka bisa mengantri ke barisan yang berbeda dengan orang-orang yang juga ingin dapat beras antara 3 kg-5 kg (saya kurang ingat angka pastinya).

Saat itu, saya malah sepertinya dapat dua bungkus beras, selain buah dan jajanan. Kata orang yang memberi, itu karena ada jatah lain yang sudah habis. Entah apa, mungkin angpao?

Saya sudah tidak ingat apakah waktu itu saya dapat angpao atau tidak. Saya hanya mengingat momen membawa hasil mencari "rezeki kaget" itu yang aduhai berat.

Menjinjing beras yang bobotnya antara 6/10 kg dengan beberapa isi lainnya, dan ditambah tinggi saya yang belum ideal. Lalu, harus berjalan sekitar 100 meter. Berat, walau tidak seberat rindu yang ditanggung Dilan.

Ini Kelenteng yang saya maksud. Gambar: via Muqoddimahngrowo.wordpress.com
Ini Kelenteng yang saya maksud. Gambar: via Muqoddimahngrowo.wordpress.com
Setelah itu, saya tidak lagi ikut perayaan Imlek. Bahkan, ketika ada kabar kalau ada sebuah toko bagi-bagi angpao khususnya kepada pelajar yang nilai rapornya bagus, saya urung datang.

Bukan karena saya menganggap rezeki dari orang Tionghoa haram seperti yang pernah saya dengar dan baca "kabar burungnya". Tetapi, karena saya kadang merasa mungkin ada yang lebih tepat untuk menerima itu.

Sekalipun saya belum mentas-mentas banget dalam segi ekonomi, kadang saya menganggap saya belum layak dibantu. Entah dengan persyaratannya, atau juga karena saya malas untuk mengharap sesuatu yang bisa saja tidak kesampaian.

Namanya juga "rezeki kaget", kadang datangnya tidak sesuai harapan. Atau, di luar dugaan.

Misalnya, ketika saya menduga tidak akan dapat, malah dapat. Sebaliknya, kalau saya menduga akan dapat, malah tidak dapat.

Pemikiran itu yang seringkali membuat saya urung datang ke acara-acara bagi-bagi rezeki. Termasuk Imlek.

Namun, saya sangat senang pernah merasakan rezeki dari Imlek. Seperti ketika saya dapat banyak rezeki dari perayaan hari raya lainnya.

Saya juga beruntung berada di Indonesia yang sekalipun ada saja praktik primordial secara gerilya/implisit. Namun, selalu ada juga momen-momen yang mewujudkan toleransi besar antarumat manusia.

Saat seperti itulah, saya senang menyebut diri sebagai manusia. Bukan dengan sebutan yang lebih khusus, apalagi yang sangat pribadi.

Semoga, Imlek sampai kapan pun tetap menjadi salah satu momen istimewa bagi siapa saja. Termasuk bagi orang-orang yang bukan keturunan Tionghoa.

Selamat merayakan Imlek!

Malang, 12 Februari 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Kompas.com 1 dan 2, Tionghoa.info, Indozone.id, Databoks.Katadata.co.id, Kabar24.Bisnis.com, Tribunnews.com, Pengusahamuslim.com, Dosensosiologi.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun