Kasus WNA yang viral beberapa waktu lalu seperti menjadi bola salju. Efeknya, kita mulai menemukan banyak hal ganjil yang melibatkan keberadaan mereka di Indonesia.
Salah satunya dengan kabar viral terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) di sebuah daerah yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Merujuk pada kabar yang beredar, orang yang terlibat dalam Pilkada 2020 lalu ternyata masih merupakan warga negara asing (WNA). Itu yang membuat kita mulai dihadapkan pada dialektika terkait pejabat asing.
Saya menganggap ini adalah salah satu bukti nyata bahwa kita dalam seluruh elemen masih merasa inferior dibanding orang asing. Saya menyebut seluruh elemen, karena di jajaran perusahaan, pabrik, hingga olahraga pun kita masih menempatkan orang-orang asing berada di struktur yang penting.
Padahal, kita di luar negeri sekalipun ada yang menjadi figur penting di dalam struktur kerja suatu perusahaan, tetap saja yang paling dominan--secara kuantitas--adalah pekerja lapangan. Kita masih lebih sering direkrut sebagai bawahan dibanding sebagai atasan.
Menyedihkan, namun itu sepertinya konflik laten yang tidak bisa diubah dalam semalam. Perlu waktu dan kerja keras untuk mengubahnya.
Mengapa demikian?
Jangankan "menuduh" orang lain atau masyarakat Indonesia secara umum, saya sendiri juga masih sewaktu-waktu merasa inferior. Bahkan, sekalipun belum pernah berinteraksi atau bekerjasama dengan orang asing (WNA), saya masih memiliki pemikiran itu.
Hal ini bisa terjadi karena ada beberapa faktor, yang kemudian saya rangkum menjadi 4 poin. Apa saja?
Poin pertama, tidak percaya diri. Sekalipun kita menganggap ini permasalahan klasik, namun kenyataannya ini adalah pondasi awal yang mampu menentukan seberapa kokoh mentalitas kita.
Sayangnya, ini akan semakin tereksploitasi ketika kita berinteraksi dengan orang-orang asing (WNA) yang sudah telanjur dicap 'lebih hebat' dibanding kita. Apakah itu masalah besar?
Bisa iya, bisa tidak. Stereotip orang asing (WNA) lebih hebat dibanding orang Indonesia bisa menjadi masalah besar jika tidak dirujuk pada fakta atau dengan pengamatan mata kepala kita.