Gara-gara KG, saya dan seorang teman merumpi selama dua hari untuk membahas tentang pengalamannya berinteraksi dengan turis asing alias wisatawan manca (wisman). Kebetulan, teman saya ini pernah bekerja di sebuah hotel di Pulau Bali.
Dia orang Bali, jadi intensitas bertemu dengan orang manca juga cukup sering, bahkan sekalipun dia kini tidak lagi bekerja di hotel. Dan, di antara pengalamannya itu ada tiga hal yang ingin saya garisbawahi, yaitu sikap norak, abai peraturan, dan tidak mengerti bahasa Inggris.
Sikap Norak
Pada tulisan sebelumnya, saya fokus membahas sisi orang Indonesia (WNI) yang tidak jarang bersikap norak ketika melihat dan berinteraksi dengan WNA. Sedangkan, pada tulisan ini saya juga ingin mengungkap fakta, bahwa orang WNA juga bisa bersikap norak.
Saya sebut fakta, karena ada saksinya yaitu teman saya. Menurut ceritanya, ada wisman yang cenderung norak terkait layanan hotel maupun peraturan yang ada di hotel. Mereka ada yang cenderung rewel, dan seolah ingin segalanya dituruti.
Memang, tamu adalah raja. Tetapi, raja juga tidak selamanya harus dituruti apa yang diminta. Harus ada daya tawar untuk memungkinkan bahwa apa yang diinginkan tidak semuanya bisa diwujudkan. Keberadaan alternatif dan pengertian akan membuat si raja menjadi lebih bijak untuk menggagas keinginannya.
Hal semacam itu menurut saya juga perlu dilakukan tamu yang notabene adalah wisman. Mereka juga idealnya mau menerima sistem yang ada di tempat menginapnya.
Mungkin, di tempat lain ada pelayanan yang berbeda dan itu yang disukai. Tetapi, belum tentu pelayanan itu juga ada di tempat lain, sekalipun secara nilai (rating), hotelnya berstandar sama.
Beda tempat, pasti beda warna. Sederhananya begitu. Jika ingin disamakan, dunia ini akan menganut mono-system. Apa menariknya?
Abai Peraturan (dan sopan-santun)
Ini adalah tindakan lanjut dari sikap norak. Biasanya, orang yang sering menuntut akan abai dengan peraturan. Wisman juga ada yang begini.
Tanpa perlu disebutkan negara asalnya, saya menjadi tahu bahwa orang yang tidak taat peraturan bukan hanya orang Indonesia, melainkan juga orang WNA. Mereka yang konon katanya serba disiplin--lebih baik dari kita, pada kenyataannya masih ada yang tidak disiplin.
Contoh yang diberikan oleh teman saya adalah wisman yang (maaf) meludah di rerumputan area hotel. Sebenarnya, peraturan yang ada di situ adalah larangan menginjak rumput di area hotel. Tetapi secara taklangsung kita juga punya etika tak tertulis terkait tindakan meludah.