Kecuali, kalau WNA adalah manusia-manusia abadi, baru kita gumun. "Kok bisa ya orang itu hidup lama?"
Jangan hanya gumun karena fisiknya lebih tinggi atau kulitnya berbeda. Orang Indonesia yang tubuhnya tinggi juga ada kok. Orang Indonesia juga kulitnya beragam.
Kalau kita sering jalan-jalan atau minimal kembali mengingat pelajaran sewaktu SD (lewat buku "Atlas") tentang suku, adat, dan budaya, di situ kita akan mengetahui ilustrasi fisik orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Itulah gambar keistimewaan Indonesia yang artinya tidak perlu lagi gumun jika ada orang-orang yang terlihat baru--secara fisik, sekalipun itu WNA.
Sebenarnya sesekali gumun tidak masalah, asal tidak membuat sikap menjadi sangat norak. Itu yang justru membuat saya kecewa ketika melihat orang Indonesia terkadang menyambut keberadaan orang WNA dengan sikap berlebihan.
Ramahnya dibuat-buat dan tidak jarang menyediakan jalur istimewa yang membuat WNA seolah-olah lebih baik daripada WNI. Menyedihkan.
Semoga, lewat viralnya dua orang WNA itu, kita bisa lebih bijak dalam menyikapi keberadaan WNA. Tidak perlu terlalu gumun, tidak perlu merasa bersalah--seperti saya dulu--untuk bersikap biasa saja, juga tidak ragu untuk bertindak tegas terhadap aksi WNA jika mereka salah.
"Di mana Anda tinggal, hargai tempat itu, agar Anda juga nyaman."
Malang, 20 Januari 2021.
Deddy Husein S.
Tersemat: Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H