Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pilih Sekolah: Lima Faktor Ini yang Menuntun Saya Sejak SMP

11 Januari 2021   23:50 Diperbarui: 12 Januari 2021   00:20 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menurut saya anak/adik kita akan berkembang intelektualitasnya jika dia nyaman dengan situasi tempat belajarnya. Gambar: Thinkstock via Kompas.com

Halo, adik-adik dan para orang tua yang mulai sibuk pilih sekolah! Semoga, yang membaca memang sedang sangat membutuhkan ulasan yang saya buat ini. Tentu, ulasan ini akan berkaitan dengan cara pilih sekolah seperti judulnya.

Mari langsung ke pokok pembahasan yang saya awali dengan perjalanan saya sewaktu sekolah sekian belas tahun lalu. Saat itu, saya sudah di jenjang akhir Sekolah Dasar (SD), alias mau memilih Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Ada tiga alasan yang membuat saya langsung mengajak pembaca melewati tahap memilih sekolah pada jenjang SD. Pertama, karena pada saat itu saya tidak tahu-menahu tentang sekolah favorit/bukan. Kedua, karena saya mendapatkan rekomendasi dari tetangga. Ketiga, karena memilih sekolah itu sebagian besar berlaku pada kalangan status sosial-ekonomi menengah-atas.

Kalau seperti saya, bisa sekolah saja sudah bersyukur sekali. Maka dari itu, saya tidak memikirkan banyak hal saat mau SD.

Namun, ketika menjelang SMP saya mulai memikirkan banyak hal. Selain itu, saya juga memiliki beberapa faktor yang membuat saya harus bisa juga memilih sekolah.

Faktor pertama, sudah pasti melihat hasil ujian selain mengukur kemampuan membayar beban sekolah. Saat itu, nilai total ujian akan menentukan di mana seorang siswa akan dapat memilih sekolah.

Semakin tinggi nilai ujian pasti akan berpeluang ke sekolah favorit (mahal), meskipun ada kemungkinan semakin jauh jaraknya dari rumah. Begitu pula jika semakin rendah, maka pilihannya semakin terbatas (lebih murah). Syukur-syukur kalau ada yang terdekat dari rumah juga.

Bagaimana dengan saya? Seingat saya, nilai total ujian saya ada di tengah. Tidak bagus dan tidak buruk banget. Tapi, ternyata pilihan sekolahnya yang paling tepat sudah mentok tinggal dua.

Sekolah pertama memang paling ideal, karena sesuai dengan penerimaan batas nilai ujian saya. Sedangkan sekolah kedua menerima nilai ujian di bawah saya. Namun, saya akhirnya memilih sekolah kedua.

Itu terjadi karena ada faktor kedua, yaitu diskusi keluarga. Sebelum membuat keputusan, saya terlibat dalam diskusi keluarga.

Namun, sebelum ada diskusi keluarga, langkah sebelumnya adalah survei sekolah. Tetapi, berhubung saya saat itu sedang sakit, maka saya tidak melakukan survei.

Itulah kenapa, saya langsung melangkah ke tahap diskusi keluarga. Pada diskusi itulah kemudian menemukan kesepakatan bahwa saya memang lebih baik sekolah di pilihan kedua.

Walaupun, menurut orang sekitar seharusnya dengan nilai ujian saya, sekolah pertamalah yang dipilih. Tetapi, saya tidak menggubris itu, karena saya punya faktor ketiga, yaitu hasil evaluasi.

Menurut rekam jejak saya semasa SD, saya bukan tergolong siswa rajin. Jadi, kalau saya berada di tempat yang dari tampak luarnya sudah membuat ekspektasi tinggi, maka itu akan membuat saya semakin tidak nyaman.

Lebih baik berada di tempat yang malah menurut banyak orang di luar adalah tempat yang kurang baik. Dengan begitu, kita bisa membuat pembuktian apakah yang dinilai orang dari luar benar atau tidak.

Hasilnya minimal saya bisa lulus dengan selamat. Berarti, saya anggap sekolah saya dulu yang dianggap kurang baik nyatanya tidak demikian. Mengapa begitu?

Karena, ada faktor keempat, yaitu pembawaan diri. Sekolah itu menurut saya hanya wadah, sedangkan yang paling utama di dalam sekolah itu adalah kompetensi manusianya, khususnya siswa.

Jika sekolahnya (tampak) bagus tapi siswanya tidak begitu bagus, sekolah itu akan mendapatkan dampaknya seiring waktu berjalan. Saya pikir guru atau perangkat pendidik tidak akan sepenuhnya mampu mengubah kepribadian siswa dalam tiga tahun.

Pihak yang mampu membuat perubahan justru siswa itu sendiri. Itu pun belum tentu hanya lewat sistem pendidikan di sekolah, melainkan juga di lingkungan luar sekolah.

Justru, di sanalah akan banyak penempaan diri. Sedangkan, sekolah bisa dikatakan sebagai baju siswa. Itulah mengapa, jika ada tingkah-laku para siswa di mana pun berada pasti akan ada sangkut-pautnya dengan sekolahnya.

Itu juga berlaku pada saya, yang artinya sebelum saya memilih sekolah saya sudah melakukan evaluasi bersama keluarga (orang tua khususnya). Dari sana, kemudian muncul pembawaan diri.

Pembawaan diri yang seperti apa yang tepat untuk bersekolah di situ. Kira-kira begitu saat saya sudah memutuskan bersekolah di pilihan kedua.

Lalu, faktor terakhir adalah mengutamakan penilaian sendiri (lewat hasil survei) daripada penilaian orang lain terkait sekolah yang sudah siap dipilih. Karena, belum tentu yang mereka lihat adalah sisi dalamnya sekolah itu. Jadi, kalau sudah merasa mantap dengan pilihannya ya jalan terus.

Lima faktor itu yang kemudian saya pakai juga saat memilih Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada jenjang ini saya sekolah di swasta, dan saya tetap bangga dengan sekolah itu.

Bahkan, saya juga berhasil membuktikan lagi dari faktor yang kelima (penilaian sendiri), bahwa sekolah yang berada di naungan lembaga/yayasan dari sebuah agama ternyata tidak "semengerikan" yang saya bayangkan sebelumnya. Justru, saya senang dapat banyak pelajaran baru yang sulit saya dapatkan di luar sekolah itu.

Walau demikian, saya tidak lupa dengan pembawaan diri. Artinya, apa yang saya dapatkan selama belajar di sekolah-sekolah (SMP dan SMA) tersebut juga harus berjalan seimbang dengan pembawaan diri saya.

Tidak ada doktrin dan tidak ada keterpaksaan. Semua berjalan beriringan dan sebenarnya itulah manfaat paling besar dari proses memilih sekolah.

Jadi, kalau ada proses pemilihan sekolah yang melibatkan keterpaksaan, saya yakin hasilnya tidak akan bagus untuk individunya kelak. Mungkin pihak yang memilihkan tidak merasakannya, tetapi pihak yang melalui jalan itulah yang merasakannya.

Dan, itu juga berlaku loh untuk memilih jurusan saat SMA. Saya di tahap ini juga memilih jurusan berdasarkan apa yang saya pikir tepat untuk saya.

Memang, saya akui orang seperti saya cocoknya di IPA. Tetapi, saya melihat situasi di jurusan itu tidak cocok untuk saya. Itulah kenapa, saya memilih mengambil IPS yang menurut saya situasinya masih bisa saya nikmati.

Menurut saya anak/adik kita akan berkembang intelektualitasnya jika dia nyaman dengan situasi tempat belajarnya. Gambar: Thinkstock via Kompas.com
Menurut saya anak/adik kita akan berkembang intelektualitasnya jika dia nyaman dengan situasi tempat belajarnya. Gambar: Thinkstock via Kompas.com
Jika saya bisa menikmati situasinya, maka proses belajar juga akan cukup lancar. Soal cap anak IPS nakal, tidak masalah. Toh, saya juga bukan anak polos banget. Jadi ya ayo aja. Hehe.

Jadi, begitulah adik-adik atau ibu-bapak yang sekiranya bisa saya bagikan terkait cara memilih sekolah yang tepat. Tepat dalam artian untuk individunya (adik yang akan sekolah), bukan untuk nama baik keluarga apalagi level ekonomi.

Apalah arti suatu keluarga yang punya harta melimpah dan bisa membayar semua beban sekolah, tapi si adik yang sekolah malah tidak bahagia dengan situasi sekolahnya. Lebih baik cari yang cocok dengan karakteristik si adik.

Sebaiknya, abaikan normatif yang berlaku terkait sekolah favorit dan non-favorit. Karena, yang kita lihat nanti adalah pasca lulus sekolahnya, bukan selama sekolahnya.

Jika kita masih terpaku dengan embel-embel sekolah favorit dan non-favorit, tentu kita akan sulit mengakui sosok Bob Sadino sebagai orang hebat dan berpengaruh bagi Indonesia, bukan?

Usahakan membuat anak/adik kita selalu ceria salah satunya lewat pilihan tempat sekolah yang tepat untuknya. Gambar: Thinkstock via Kompas.com
Usahakan membuat anak/adik kita selalu ceria salah satunya lewat pilihan tempat sekolah yang tepat untuknya. Gambar: Thinkstock via Kompas.com
~

Malang, 11-01-2021
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun