Itulah kenapa, saya langsung melangkah ke tahap diskusi keluarga. Pada diskusi itulah kemudian menemukan kesepakatan bahwa saya memang lebih baik sekolah di pilihan kedua.
Walaupun, menurut orang sekitar seharusnya dengan nilai ujian saya, sekolah pertamalah yang dipilih. Tetapi, saya tidak menggubris itu, karena saya punya faktor ketiga, yaitu hasil evaluasi.
Menurut rekam jejak saya semasa SD, saya bukan tergolong siswa rajin. Jadi, kalau saya berada di tempat yang dari tampak luarnya sudah membuat ekspektasi tinggi, maka itu akan membuat saya semakin tidak nyaman.
Lebih baik berada di tempat yang malah menurut banyak orang di luar adalah tempat yang kurang baik. Dengan begitu, kita bisa membuat pembuktian apakah yang dinilai orang dari luar benar atau tidak.
Hasilnya minimal saya bisa lulus dengan selamat. Berarti, saya anggap sekolah saya dulu yang dianggap kurang baik nyatanya tidak demikian. Mengapa begitu?
Karena, ada faktor keempat, yaitu pembawaan diri. Sekolah itu menurut saya hanya wadah, sedangkan yang paling utama di dalam sekolah itu adalah kompetensi manusianya, khususnya siswa.
Jika sekolahnya (tampak) bagus tapi siswanya tidak begitu bagus, sekolah itu akan mendapatkan dampaknya seiring waktu berjalan. Saya pikir guru atau perangkat pendidik tidak akan sepenuhnya mampu mengubah kepribadian siswa dalam tiga tahun.
Pihak yang mampu membuat perubahan justru siswa itu sendiri. Itu pun belum tentu hanya lewat sistem pendidikan di sekolah, melainkan juga di lingkungan luar sekolah.
Justru, di sanalah akan banyak penempaan diri. Sedangkan, sekolah bisa dikatakan sebagai baju siswa. Itulah mengapa, jika ada tingkah-laku para siswa di mana pun berada pasti akan ada sangkut-pautnya dengan sekolahnya.
Itu juga berlaku pada saya, yang artinya sebelum saya memilih sekolah saya sudah melakukan evaluasi bersama keluarga (orang tua khususnya). Dari sana, kemudian muncul pembawaan diri.
Pembawaan diri yang seperti apa yang tepat untuk bersekolah di situ. Kira-kira begitu saat saya sudah memutuskan bersekolah di pilihan kedua.