Itulah mengapa, akhirnya ada pendapat lain yang sebenarnya lebih tepat disandingkan dengan pendapat Bruce, yaitu pendapatnya Jurgen Klopp. Pelatih asal Jerman itu lebih menginginkan sepak bola tetap ada, karena semua orang yang terlibat bisa menjalankannya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Perihal munculnya kasus positif yang makin tinggi pada tim, khususnya pada pemain, tidak lepas karena lalainya mereka dalam menjalani aktivitas keseharian setelah latihan dan pertandingan.Â
Sudah tidak sulit kita menemukan kabar si A berpesta ulang tahun, si B merayakan tahun baru, dan si C malah melakukan pesta "pengusir kejenuhan".
Itulah yang sebenarnya bisa menjadi pemicu adanya rantai kasus positif Covid-19 di sepak bola, khususnya di Inggris. Percuma mereka mengaku stres karena tidak ada penonton, tapi mereka justru melakukan ketidakdisiplinan yang artinya mereka juga menantang Covid-19.
Dari situlah, tulisan ini menganggap bahwa pendapat Bruce itu ada benarnya, tetapi kuncinya ada di Klopp. Sepak bola sebenarnya seperti acara televisi pada umumnya. Mereka juga seperti sinetron, ftv, acara bincang-bincang, bahkan juga drakor.
Mereka dituntut ada dan juga memang harus ada. Karena, tanpa mereka penggemar akan semakin resah. Tanpa mereka turun ke lapangan, mereka juga resah karena timnya tidak mampu memberikan uang.
Jadi, bagaimana Bruce? Ingin seperti Allardyce yang mengharapkan ada circuit breaker di Premier League, atau seperti Klopp yang ingin sepak bola tetap berjalan dengan mematuhi protokol kesehatan?
Semoga, tulisan ini juga bermanfaat untuk visi 'sepak bola pandemi' di Indonesia. Salam bola!
Baca juga: Liga 1 Lanjut atau Tidak Sama Sekali
~