Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Kosong": Bagaimana Kita Memaknai Perempuan?

24 Desember 2020   15:35 Diperbarui: 25 Desember 2020   18:08 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka baru terkejut saat filmnya sudah jadi. Ternyata, sedemikian beratnya isi di dalam film animasi yang mereka buat.

Artinya, gelombang emosi tidak sepenuhnya tersebar ke tim kreatif. Tetapi, itu malah bagus untuk membuat tim kreatif fokus pada sisi teknisnya, bukan pada sisi nonteknis seperti yang dirasakan penonton--termasuk saya.

Saya pun mendapatkan kesempatan bertanya setelah ada partisipan lain bertanya melalui forum obrolan. Pertanyaan saya tidak jauh-jauh dari konsekuensi dari penggarapan film ini.

Pertanyaan lengkap saya. Panjang ya! :) Gambar: Dokumentasi Deddy HS (forum diskusi
Pertanyaan lengkap saya. Panjang ya! :) Gambar: Dokumentasi Deddy HS (forum diskusi
Menurut saya setiap karya yang lahir harus melalui proses persiapan untuk menanggulangi konsekuensi yang hadir pasca terlahirkan. Entah, positif atau negatif, si empu karya harus siap menghadapi konsekuensi tersebut.

Ternyata, saya melihat Mbak Chonie sangat percaya diri dan yakin dengan karyanya. Dia pun sangat optimis dengan konsekuensi yang dia terima dengan catatan bahwa setiap apresiasi itu datang juga dengan proses diskusi. Itu akan lebih baik daripada hanya sekadar menilai--suka atau tidak suka.

Saya sangat mengapresiasi tanggapan itu, karena saya juga berharap karya ini bisa menembus tebalnya dinding-dinding konservatif yang telanjur mengitari kehidupan masyarakat kita. Itu juga tersampaikan dengan sangat estetik lewat lagu-lagu pengiring di film KOSONG yang diciptakan Nada Bicara.

Salah satu lagu yang rupanya sangat tepat untuk mengiringi akhir film ini adalah "Sudah Usang". Lagu itu menurut saya suatu sentilan keras yang tepat untuk masyarakat yang sulit lepas dari pikiran yang konservatif dan patriarki.

Hidup itu akan damai kalau kita bisa memaknai kehadiran kita dengan baik. Salah satunya dengan melihat perempuan tetap seutuhnya perempuan tanpa harus berpangku pada "aksesorisnya"; anak.

Melahirkan anak memang membuat perempuan terlihat sempurna, alias mengikuti kodratnya. Tetapi, perempuan seharusnya tetaplah perempuan walau tidak melahirkan anak.

Karena, di balik sebuah akibat pasti ada sebabnya. Di situlah kita seharusnya mencari tahu, bukan hanya memperdebatkan apa yang terlihat (akibatnya).

Jadi, masihkah kita memperdebatkan kesempurnaan perempuan hanya karena faktor melahirkan anak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun