Jika berbicara tentang hari ibu atau pun hari perempuan, kita pasti berpikir tentang ibu. Itu tidak salah, dan sangat wajar. Saya pun begitu.
Saya malah sering menempatkan ibu saya sebagai patokan dasar dari perempuan idaman. Walaupun, saya tahu bahwa akan ada banyak perjuangan untuk saling memahami jika saya dan perempuan yang seperti ibu bersatu.
Karena, kami seperti air dan api. Sangat kontras. Itulah yang membuat saya malah menyukai keberadaan ibu di dalam hidup saya.
Dengan sudah pernahnya saya hidup dengan orang yang berkebalikan dengan saya, maka saya tahu cara untuk memahami dan/atau menerima orang yang berbeda dengan pola pikir saya. Artinya, makna dari perbedaan adalah keterbukaan (pola pikir).
Tidak selamanya berbeda itu buruk. Berbeda itu justru akan menggiring kita pada pendewasaan.
Menariknya, saya juga menjadikan sepak terjang ibu saya untuk beradaptasi dengan pola pikir netral. Tidak terlalu ke paternialisme-an, juga tidak terlalu ke maternialisme-an. Mengapa demikian?
Karena, ibu saya sudah bisa menghidupi saya dengan banyak peran. Bekerja iya, menjadi ibu rumah tangga juga iya.
Sebenarnya, menjadi ibu rumah tangga itu mulia dan itu juga merupakan pekerjaan. Tetapi, jika seorang perempuan punya kualitas di luar rumah, mengapa tidak untuk juga bekerja--seperti laki-laki?
Lagipula, ibu saya orangnya tidak suka bersantai-santai. Harus selalu ada aktivitas yang produktif. Itulah yang membuatnya juga bekerja walau tak meninggalkan perannya di dalam rumah.
Dari situlah, saya bisa menanamkan pola pikir bahwa perempuan juga bisa kok seperti laki-laki, yaitu sebagai orang yang bekerja di luar rumah seperti kaum lelaki. Bahkan, perempuan juga bisa semakin terlihat hebat dibandingkan laki-laki ketika perempuan itu juga bisa menjalankan perannya di dalam rumah.
Suatu hal yang sangat jarang dilakukan lelaki, karena lelaki lebih sering mengambil satu fokus. Kalau sudah bekerja ya bekerja saja. Sesampai di rumah atau ketika sudah waktunya istirahat ya istirahat.
Itulah mengapa, tidak jarang seorang ayah akan terlihat lebih banyak diam dan dianggap lebih sabar dibandingkan ibu bagi anaknya. Padahal, itu hanya konsekuensi dari "penebusan dosa".
Kaum ayah sebenarnya juga pasti geregetan kalau melihat anaknya bertingkah aneh-aneh. Tetapi, berhubung dia jarang di rumah, maka dia menitipkan "pesan-pesannya" ke ibu.
Memang, ada juga ayah-ayah yang langsung turun tangan untuk mengajari anaknya agar bertingkah baik. Tetapi, itu hanya dapat dihitung sekiannya dari sekian ratus atau sekian ribu ibu. Selebihnya, tetaplah ibu yang lebih banyak bergerak di dalam tatanan rumah tangga.
Tetapi, itu menurut pengamatan saya. Sedangkan bagi pembaca, bisa saja ada yang berbeda. Lalu, bagaimana dengan "perempuan ini" yang sudah saya sebut di judul?
Berdasarkan pola pikir yang sudah saya perkenalkan itulah saya juga menggunakannya ketika melihat bidang-bidang yang saya sukai. Salah satunya adalah olahraga.
Lagi-lagi olahraga?
Betul. Saya akan mengajak pembaca untuk mengetahui adanya satu perempuan hebat di antara perempuan hebat lainnya di dunia ini, dan ia berasal dari bidang olahraga.
Dia adalah pembalap profesional, dan kini berkarier di salah satu cabang balap motor bergengsi dunia, yaitu Superbike. Lebih tepatnya, dia membalap di kelas Supersport 300cc atau yang sering disebut WSSP300.
Betul, dia juga pernah satu panggung dengan pembalap Superbike asal Indonesia, Galang Hendra Pratama--kini membalap di kelas WSSP600. Artinya, dia membalap di tengah dominasi para pembalap laki-laki.
Tetapi, dia tidak hanya sebagai simbol emansipasi perempuan belaka. Dia juga tentu tidak menjadi penggembira saja. Dia malah bisa memberikan persaingan sengit di atas lintasan balap.
Malah, beberapa kali dia dapat meraih podium dan kemenangan. Itu artinya, dia memiliki kualitas. Persis seperti pembalap laki-laki pada umumnya.
Berdasarkan cedera itu, musim balapnya harus selesai secara prematur. Seperti nasib Marc Marquez di MotoGP 2020.
Namun, nasib yang nahas itu tidak membuat Ana patah semangat. Ia justru dengan keyakinan penuh akan dapat kembali ke lintasan, khususnya untuk menatap musim 2021 mendatang.
Saya pun mengikuti perkembangannya lewat unggahan foto-foto yang dia bagikan selama masa penyembuhan. Ngeri? Tentu. Itulah mengapa tidak akan ada pembagian foto terkait cederanya di tulisan ini.
Saya bahkan sulit untuk memperhatikan jahitan-jahitan besar di punggungnya untuk menghitung ada berapa jahitan di sana. Mungkin, Ana tahu bahwa ada orang-orang yang tidak tahan melihat cedera semacam itu, maka dia memberitahu (saya) jumlah jahitannya.
Ada lebih dari belasan jahitan untuk menutupi hasil operasi di punggungnya. Saya pun jelas tidak mau membayangkan rasanya dioperasi di punggung dan dijahit sedemikian rupa.
Setahu saya, orang yang pernah cedera di punggung punya potensi buruk untuk mengalami kelumpuhan. Tetapi, untungnya hal itu tak terjadi pada Ana.
Seiring berjalannya waktu, dengan kesabaran, usaha keras, dan keyakinan teguh, dia berhasil berdiri lagi dan beraktivitas lagi untuk memulihkan fisiknya. Ia pun terus mengunggah kabar-kabar terbarunya di akun media sosialnya, guna menumbuh-kembangkan semangat.
Hoy hace 2 meses de la cada que me provoc esta lesin en las vrtebras. Seguimos trabajando y soando con la vuelta a la competicin!
Today are 2 months after the crash that caused me this injury to the vertebrae. We continue working and dreaming with my return to racing! pic.twitter.com/yX7QxpMJ9i--- Ana Carrasco (@AnaCarrasco_22) November 10, 2020
Semangat itu bisa sengaja dia ciptakan untuk memengaruhi dirinya, tetapi juga bisa memengaruhi orang lain, termasuk saya. Melihat unggahan-unggahannya selama masa penyembuhan itu, saya menjadi semakin yakin, bahwa perempuan-perempuan lahir di dunia ini juga untuk hebat atas nama dirinya.
Perempuan lahir tidak hanya menjadi pelengkap atau pendamping, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Perempuan juga lahir untuk tidak hanya dikelompokkan dengan kaum perempuan, tetapi juga dibaurkan dengan kaum laki-laki, dan membentuk kelompok manusia. Bukan kelompok perempuan atau kelompok laki-laki.
Ana Carrasco mungkin hanya satu contoh perempuan yang menginspirasi yang bisa saya sebutkan di ulasan ini. Tetapi, saya yakin bahwa di segala penjuru dan segala bidang pasti banyak perempuan-perempuan hebat. Dan, mereka tidak seharusnya beratasnama perempuan hebat, tetapi manusia hebat.
Bukankah begitu, Ibu?
Deddy Husein S.
Terkait: Worldsbk.com, Okezone.com, Telegraph.co.uk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H