Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kaleidoskop 2020 dan Kebanggaan menjadi Kompasianer

20 Desember 2020   16:15 Diperbarui: 22 Desember 2020   08:39 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Getty Images via Forbes.com.br/Riausky.com

"... waktu seperti berjalan sangat cepat kalau sudah terlampaui."

Desember adalah lintasan waktu terakhir di setiap kalender. Saya bersyukur masih menjalaninya dan berupaya ikhlas melalui gerbang selamat tinggal di ujungnya sebelum menjejakkan kaki di gerbang selamat datang di bulan Januari tahun 2021. Itu pun kalau berkesempatan.

Sungguh, waktu seperti berjalan sangat cepat kalau sudah terlampaui. Itu yang saya rasakan ketika menjadi salah satu di antara banyak orang yang masih berkesempatan menapaki hari-hari menjelang akhir tahun 2020.

Namun sebelum itu terjadi, saya ingin membagikan seiris kisah selama 2020, khususnya saat saya mengarungi sebagian besarnya dengan sebuah media menulis online, Kompasiana. Apa saja?

Pertama, saya senang bisa menapaki tahun kedua berada di Kompasiana, dan ternyata tulisan saya terus bertambah. Saya sempat khawatir, bahwa akan ada kebosanan dan hal lainnya yang dapat mengganggu proses saya menulis.

Tetapi, hal itu ternyata tidak terjadi. Setidaknya, begitu yang terlihat.

Itu yang membuat saya senang, karena masih ada harapan untuk terus menambah tulisan-tulisan saya di Kompasiana. Karena, ini bukan akhir, melainkan awalan, dan terus akan menjadi awalan bagi saya.

Kedua, saya senang bisa menemukan objek tulisan yang tepat untuk diri sendiri. Suatu kekurangan saya selain sulit mengontrol diri untuk menulis segalanya adalah menemukan objek yang tepat.

Memang, pada akhirnya jangkauan pembacanya cenderung terbatasi, tetapi itu bisa menjadi cara untuk membangun konsistensi. Karena, sebagai pemula saya pasti bermasalah pada konsistensi.

Ketiga, saya senang mulai dapat momentum untuk belajar mengelola waktu yang tepat untuk mengeluarkan tulisan. Jika sudah menemukan objek yang tepat, tinggal berlatih mengelola waktunya agar dapat menjaga kekayaan ide terhadap apa yang akan ditulis.

Tahun ini adalah proses saya untuk itu. Mengapa?

Karena, tahun ini sangat kompleks. Khususnya bagi saya ketika berkecimpung di Kompasiana.

Saya mulai harus belajar mengelola waktu dalam menulis apa yang saya sukai dan kurang saya sukai. Ini sangat berkaitan dengan adanya kebijakan menulis dengan topik pilihan di Kompasiana.

Sebenarnya, itu tidak harus dituruti. Tetapi, kalau ingin mendapatkan peluang untuk memperoleh 'hadiah' yang berlipat ganda, kenapa tidak?

Tetapi, sebenarnya juga bukan hanya itu yang saya kejar. Bukannya naif, tetapi memang ada satu hal yang tidak kalah penting ketika saya menulis tentang topik pilihan. Menemukan dan mempelajari hal baru.

Setahu saya itu adalah kodratnya seorang penulis. Menjadi penulis mungkin dianggap ringan, karena tidak perlu membentuk tubuhnya berotot, atau juga tidak perlu terlihat seperti seniman yang bisa memberikan pemandangan visual lewat fisik dan karyanya.

Tetapi, menjadi penulis wawasannya harus sangat luas. Kalau bisa selalu selangkah di depan para praktisi. Bukan berarti akan memintari orang lain, tetapi agar penulis bisa selalu memahami keadaan dan beradaptasi dengan situasi di sekitarnya.

Itulah yang saya sukai ketika mulai dapat belajar menulis berdasarkan topik pilihan. Ini bukan soal idealistis dan realistis. Ini soal kemauan belajar hal baru.

Berhubung saya masih muda dan belum punya anak, maka saya manfaatkan untuk banyak belajar, khususnya terhadap hal-hal baru. Dan, itu bisa saya lakukan seraya menulis.

Soal bagaimana saya nanti ketika sudah jadi bapak-bapak, biarkan saya versi nanti yang menjawabnya. Semoga pembaca sabar, ya.

Setelah poin ketiga yang panjang, saya masih punya beberapa poin lain yang bisa saya dapatkan saat menulis di Kompasiana tahun ini.

Berpartisipasi di Blog Competition

Memang, sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda bahwa tulisan saya dapat memberikan persaingan ketat dengan tulisan penulis lain. Tetapi, tahun ini terlihat bahwa jiwa optimis dan percaya diri saya lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Itu dapat terlihat dari beberapa acara kompetisi blog yang diselenggarakan Kompasiana saya ikuti. Jika dihitung lewat berkas naskah yang saya simpan, ada sekitar 6 lomba menulis blog di Kompasiana yang saya ikuti--termasuk lomba kolektif.

Angka itu mungkin bagi penulis/pembuat konten di Kompasiana lainnya seperti sedikit, tetapi bagi saya itu sudah melampaui partisipasi di tahun 2019 yang sekitar 3 lomba saja. Artinya, di dalam diri saya sudah ada keberanian lebih untuk menyandingkan tulisan-tulisan receh saya dengan tulisan-tulisan hebat kreator lain.

Sebelum orang lain mengapresiasinya, tentu saya ingin mengapresiasinya sebelum terlambat. Itulah yang membuat saya senang, bahwa di tahun ini ternyata kepercayaan diri saya tumbuh perlahan dan sebenarnya tanpa saya sadari.

Menjadi Nominee di Kompasianival 2020

Salah satu kategori di Kompasianival 2020. Gambar: diolah dari dokumentasi Kompasiana
Salah satu kategori di Kompasianival 2020. Gambar: diolah dari dokumentasi Kompasiana
Saya pikir ini adalah mimpinya banyak orang yang menulis di Kompasiana. Bahkan, mungkin ada orang-orang yang "mengutuki" saya, karena saya cenderung pesimis dan membuat "kampanye" yang tidak sepantasnya sebagai seorang nominator.

"Seharusnya saya saja yang jadi nominator daripada Deddy yang penganut pesimisme itu."

Tetapi, itulah pada kenyataannya. Saya melihat peta dengan mata dan kepala, bukan perasaan. Sebelum orang lain menguliti atau sekadar menilai--tanpa membaca--tulisan saya, saya sudah melakukannya.

Bahkan, tulisan yang saya unggah juga tidak luput dari ketidakpuasan pribadi pasca unggah. Ada yang sempat saya perbaiki, walau tidak semua. Tetapi, tidak sedikit pula yang saya biarkan.

Ketika keputusan kedua yang terjadi, maka itu adalah pencapaian luar biasa. Karena, saya berani membiarkan tulisan apa adanya itu tetap berenang ke permukaan.

Kata orang, "biarkan tulisan kita menemukan jalannya sendiri", maka saya terkadang menerapkannya. Dan, mungkin itu yang mengantarkan saya mencapai kursi nominator di Kompasianival 2020.

Seandainya Kompasianival 2020 diselenggarakan secara off-air, dan saya berdomisili Jakarta--peluang saya hadir lebih besar, tentu saya tidak bisa membayangkan pikiran saya ketika duduk di antara nominator lain. Bahkan, saya berpikir para nominator Kompasianival mendapatkan tempat duduk seperti para pemain sepak bola dunia yang menghadiri Ballon d'Or.

Mungkin, saya akan seperti Andres Iniesta yang diantarkan ke kursi nominasi karena keberhasilannya membuat keajaiban di Piala Dunia 2010. Tetapi, dia tetap sadar bahwa ada pemain hebat lain yang sedang digandrungi banyak orang. Itu yang membuatnya cukup senang saja sudah duduk di barisan depan--dengan Xavi dan Messi.

Mungkin cukup berlebihan, saya menyamakan diri seperti Iniesta. Tetapi, saya merasa ada keajaiban bisa menangkring di nominasi Kompasianival 2020. Gambar: via Goal.com
Mungkin cukup berlebihan, saya menyamakan diri seperti Iniesta. Tetapi, saya merasa ada keajaiban bisa menangkring di nominasi Kompasianival 2020. Gambar: via Goal.com
Saya pun sepertinya sudah cukup seperti itu. Sekali lagi, saya menilai kiprah diri saya dengan mata dan kepala, bukan perasaan--suka dan tidak suka.

Itulah yang membuat saya sering harus berlegawa ketika gagal mencapai podium di pacuan lomba mana pun. Karena, saya tahu diri.

Seandainya saya menggunakan perasaan, mungkin saya sudah banyak menghabiskan waktu untuk mengukur dalamnya rasa iri saya kepada setiap orang yang selalu menikmati anugerah-anugerah. Tetapi, itu tidak saya lakukan.

Waktu terus berjalan. Sesuatu yang sudah terjadi biarkan saja demikian. Lebih baik mempersiapkan yang akan mungkin terjadi di depan.

Ini juga saya lakukan ketika saya menjadi salah satu di antara nominator di Kompasiana. Saya lebih fokus untuk menjaga konsistensi menulis saya dan mensyukuri diri jika di antara tulisan-tulisan terbaru itu ada yang berhasil membuat saya tersenyum seraya berpikir bahwa, "oh ini yang bisa mengantarkan saya kemarin bisa menjadi nominator di Kompasianival 2020".

Lalu, bagaimana jika tidak?

Maka, saya biarkan penghujung 2021 nanti yang menjawabnya. Sepakat?

Sekiranya, begitulah seiris cerita saya khusus di Kompasiana selama 2020. Ternyata panjang, ya? Entah, sudah semua saya ceritakan atau belum. Semoga, ada yang bisa pembaca ambil manfaatnya.

Terima kasih, Kompasiana dan Kompasianers. Saya bangga menjadi bagian ini.

~ Malang, 19 Desember 2020

Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun