Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola dan "Kanker" Rasialisme

9 Desember 2020   09:17 Diperbarui: 12 Desember 2020   17:00 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepak bola berupaya melawan rasisme. Gambar: Getty Images via cdn.ug.edu.pl

Cristiano Ronaldo dan penggemarnya yang berupaya semirip mungkin dengannya. Gambar: via Liputan6.com
Cristiano Ronaldo dan penggemarnya yang berupaya semirip mungkin dengannya. Gambar: via Liputan6.com
Orang-orang yang dianggap dan berusaha mirip Cristiano Ronaldo. Gambar: Tangkapan Layar Google
Orang-orang yang dianggap dan berusaha mirip Cristiano Ronaldo. Gambar: Tangkapan Layar Google
Bahkan, tidak hanya kaum perempuan yang memujinya, tetapi juga kaum lelaki dengan cara meniru gaya berpakaian dan berdandannya. Jumlahnya pun tidak sedikit, dan obsesi semacam itu tanpa sadar sudah menjadi calon tumbuhnya akar rasisme.

Orang akan cenderung like or dislike karena fisik, bukan pada keterampilan. Bisa saja ada 1:1000 orang yang mau mengagumi pesepak bola karena murni permainannya, bukan fisik. Misalnya, dengan mengagumi Thierry Henry yang pernah berjaya di Arsenal.

Tetapi, kita harus melihat juga bahwa 1000 orang itu akan menganggap Henry sebagai pesepak bola, bukan idola. Maksudnya, idola itu tidak hanya menjadi panutan tentang kualitas sebagai pesepak bola, tetapi juga bisa dikagumi tanpa harus melihat kemampuan bermain sepak bolanya.

Walaupun sama-sama banyak penggemarnya, tetapi bisa ditebak jika yang mengidolai Henry adalah yang fokus pada kualitas bermain bolanya. Gambar: via Mirror.co.uk
Walaupun sama-sama banyak penggemarnya, tetapi bisa ditebak jika yang mengidolai Henry adalah yang fokus pada kualitas bermain bolanya. Gambar: via Mirror.co.uk
Bahkan, untuk mengagumi pemain sekelas Thierry Henry sebagian besar adalah orang-orang yang memang menyukai sepak bola dan orang-orang yang memang berprofesi sebagai pesepak bola. Dua tipe itu yang akan mampu melihat pesepak bola secara terhormat tanpa perlu pusing memikirkan fisiknya tampan atau tidak.

Selain itu, penyebab munculnya indikasi rasis adalah mengumpamakan wajah dan warna kulit sebagai sampul. Seperti buku yang terkadang sangat mudah untuk membuat daya pikat melalui sampulnya.

Bahkan, tangan orang-orang yang mengunjungi toko buku atau bazar buku, akan lebih cepat menyentuh dan menimang-nimang buku yang bersampul menarik daripada yang biasa saja.

Memang, itu sebenarnya relatif, karena ada sangkut-paut selera di sana. Tetapi, selera terkadang dapat dipengaruhi, alias bisa dibentuk oleh sosial-lingkungan.

Itulah yang juga terjadi di sepak bola dan kemudian mendasari penyebab sepak bola bisa "merawat" rasisme. Salah satunya adalah sosial-lingkungan di tempat sepak bola itu berada.

Walaupun peraturan sepak bola terkait rasisme sudah ditegakkan, tetapi pola pikir yang mendasari sosial-lingkungan masih berkutat pada penilaian fisik, maka tindakan rasis tetap ada. Entah, secara eksplisit (disadari) atau implisit (tidak disadari).

Sepak bola berupaya melawan rasisme. Gambar: Getty Images via cdn.ug.edu.pl
Sepak bola berupaya melawan rasisme. Gambar: Getty Images via cdn.ug.edu.pl
Bahkan, sebenarnya pola pikir sosial-lingkungan dewasa ini bisa semakin baik. Tetapi jika dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif, maka kontrol-kontrol pada pola pikir yang ideal itu akan hilang.

Itulah mengapa, penyebab utamanya rasis pada sepak bola bukan tentang suka dan tidak suka dengan fisik, melainkan karena situasi. Ketika situasinya sedang memanas, maka kendali terhadap norma saling menghormati sesama akan sulit dijaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun