Desember ini penuh cerita. Buruk dan baik ada. Semua membaur di depan mata.
Selain adanya berita buruk nan tragis tentang penangkapan dua menteri karena korupsi. Kita pun dihadapkan pada berita yang bisa disebut kabar baik, yaitu kedatangan vaksin Sinovac dari China.
Menurut saya, itu kabar baik. Karena, ada harapan lebih besar, bahwa Indonesia akan dapat menghadapi penyebaran covid-19 yang kini semakin merajalela.
Secara pribadi, saya takut membaca statistik kasus covid-19 yang ternyata tidak menurun, malah menanjak tajam. Itulah mengapa, dengan kabar kedatangan vaksin ini saya berharap akan ada banyak orang yang terbebas dari covid-19.
Sebagai masyarakat biasa, dan cenderung antah-berantah, tentu saya berharap vaksin itu juga bisa menjangkau masyarakat kelas bawah hingga yang terpelosok.
Bukan karena faktor kepedulian sosial, tetapi karena mereka bisa saja merupakan orang-orang yang secara daya tahan tubuh lebih siap untuk mendapatkan vaksin. Karena, pemberian vaksin bukan kepada yang sedang sakit, melainkan kepada orang yang masih sehat.
Bagi yang sakit, justru pemberiannya adalah obat, bukan vaksin. Jika sudah 100% sehat, baru mereka mendapatkan vaksin.
Itulah mengapa kemudian, saya juga berpikir tentang siapa-siapa yang sudah siap untuk mendapatkan vaksin. Artinya, saya tidak melihat berdasarkan statusnya, melainkan kesiapan tubuhnya.
Walaupun saya bukan ahli kesehatan, tetapi saya menerka-nerka bahwa orang-orang yang seharusnya diprioritaskan untuk mendapatkan vaksin terlebih dahulu adalah orang yang sehat secara imunitas tubuhnya.
Salah satunya yang menurut saya paling tepat adalah pesepak bola. Mereka adalah orang-orang yang sudah terbiasa menjaga stamina dan kesehatan, maka tubuh mereka sudah stabil dan lebih siap untuk mendapatkan vaksin.
Vaksin itu setahu saya bukan obat, melainkan penangkal. Artinya, vaksin adalah perisai, bukan pedang yang digunakan untuk menyerang penyakit.
Dari situlah saya berpikir, bahwa seharusnya pelaku sepak bola yang salah satunya adalah pemain sepak bola, diharapkan mendapatkan prioritas juga.
Hal ini berbeda dengan status sosial yang lain, yang lebih kompleks dalam mendeteksi tingkat kesehatan tubuh pada calon pengguna vaksin. Misalnya, tenaga medis.
Secara status sosial, mereka memang garda terdepan, dan memang sangat prioritas. Tetapi, tidak akan semuanya bisa langsung diberi vaksin. Mereka bisa saja ada yang turun daya tahan tubuhnya--karena intensitas bekerjanya, sehingga perlu ditunda pemberian vaksinnya.
Jika nanti ada yang salah paham dengan adanya perbedaan perlakuan tersebut, maka pihak yang berkapasitas dalam hal kesehatan perlu langsung memberikan konfirmasi terkait apa dan bagaimana itu vaksin kepada masyarakat.
Jangan sampai, malah terjadi drama lagi, karena ada yang salah paham terkait vaksin dengan obat. Kita harus menghindari drama-drama yang timbul karena kesalahpahaman.
Itulah mengapa, saya lebih menyarankan pelaku sepak bola sebagai salah satu yang prioritas selain pelaku-pelaku bidang lain yang ditimbang berdasarkan status sosialnya.
Bahkan, dengan pemberian vaksin kepada pelaku sepak bola, kita bisa melihat seberapa efektifnya vaksin tersebut kepada penggunanya. Karena, pelaku sepak bola pasti tersorot media massa.
Itu yang akan membuat kita bisa mempelajari bersama terkait efektivitas vaksin untuk covid-19.
Apakah pelaku sepak bola adalah "kelinci percobaan"?
Seharusnya tidak. Karena, vaksin Sinovac ini datang setelah dikabarkan telah melalui tahap ketiga pengujian.
Justru, yang bisa dianggap "kelinci percobaan" adalah yang berada di tahap sebelumnya, yang masih melibatkan kurang-lebih 100 orang.
Tentu, bagi penggemar sepak bola sudah tidak asing lagi dalam mendengar kabar para pemain sepak bola terkena covid-19. Malah, di Indonesia saja sewaktu belum seperti sekarang, kita sudah mendengar beberapa pemain di Indonesia positif covid-19.
Artinya, ketika sepak bola Indonesia akan siap digelar lagi, idealnya para pelakunya sudah mendapatkan vaksin. Tetapi, harapannya vaksin itu tidak datang belakangan atau mepet dengan jadwal bergulirnya kembali kompetisi.
Mereka yang baru saja mendapatkan vaksin harus diberi waktu untuk adaptasi dengan tubuh pasca vaksinasi. Seingat saya sewaktu vaksinasi--saya lupa vaksinnya apa--saat SD, saya disuntik pada hari Jumat/Sabtu, agar ada jeda hari Minggu untuk istirahat penuh. Itu hanya sebagai contoh sederhana.
Tetapi, jika memang pada akhirnya para pelaku sepak bola mendapatkan vaksin di waktu yang sangat dekat dengan jadwal kick-off--atau malah setelah bergulir, maka sebaiknya ada kebijakan penggiliran. Artinya, tidak semua orang di dalam satu klub mendapatkan jadwal vaksin yang sama.
Atau, jika cara itu cukup ekstrim, karena berkaitan dengan level permainan, maka struktur tim pemain dibagi menjadi dua. Tanpa menitikberatkan mana yang penghuni skuad utama, mana yang skuad cadangan.
Mereka diacak, agar nanti saat pertandingan level permainan masih tidak berbeda jauh dengan skuad utama yang sebenarnya. Artinya, tetap ada keseimbangan di situ.
Bagaimana dengan mereka yang belum mendapatkan giliran vaksin?
Mereka yang belum mendapatkan giliran vaksin harus menjalani pertandingan dengan protokol kesehatan yang ketat. Bahkan, sebenarnya mereka yang sudah vaksin pun sebaiknya demikian.
Mereka mungkin memang sudah bebas. Tetapi, siapa tahu pakaiannya atau apanya yang ada di sekitar pemain yang sudah vaksin tersebut tetap bisa menjadi perantara penularan covid-19 ke pemain atau orang yang belum vaksin.
Selain itu, jika nantinya pelaku sepak bola mendapatkan prioritas vaksin, sebaiknya mereka tetap peduli dengan kesehatan sosial-lingkungannya. Mereka tetap harus memastikan lingkungan sosialnya tidak menjadi wahana penyebaran virus.
Dua diantaranya adalah tempat latihan dan stadion. Pihak PT. LIB dan PSSI--yang sebenarnya juga pelaku sepak bola--tetap harus mengawasi situasi di sekitar para pelaku sepak bola Indonesia.
Karena, kedatangan vaksin ini masih bertahap. Sehingga, keadaan negeri ini pun belum bisa 180 derajat berubah menjadi kondusif.
Hanya, jika para pelaku sepak bola mendapatkan pertimbangan yang lebih baik untuk mendapatkan vaksin dengan segera, maka ada harapan bahwa mereka juga bisa lebih siap untuk memperkuat timnas negaranya masing-masing. Karena, pada akhirnya arahnya akan ke sana.
Jadi, kita lihat saja nanti apakah pelaku sepak bola mendapatkan jatah vaksin lebih cepat atau lebih lambat. Tapi, semoga itu tidak memengaruhi tekad mereka untuk kembali beraksi di lapangan sesegera mungkin, dan tetap sehat.
Selamat datang, Sinovac!
~ Malang, 8 Desember 2020
Deddy Husein S.
Terkait:
Instagram, Sehatnegeriku.kemenkes.go.id, Kumparan.com, Detik.com, Jawapos.com, Kompas.com 1, Kompas.com 2, Kompastv.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H