Awalnya, saya fokus mencari info terbaru tentang Liga Champions. Namun, ketika sedang mengulik statistik pertandingan, saya menemukan sebuah judul berita yang mencengangkan.
"Resmi, Bartomeu Mengundurkan Diri sebagai Presiden Barcelona". Kurang-lebih begitu tajuknya. Saya tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk membaca beritanya.
Ternyata, keputusannya diambil tidak lepas dari keberadaan petisi pengunduran diri Bartomeu yang diajukan oleh sekitar 16.000 anggota klub. Pembahasan ini seingat saya juga pernah ditulis oleh seorang/dua orang penulis konten di Kompasiana.
Baca salah satunya: Bartomeu Lengser? (David Abdullah)
Berangkat dari "permintaan" itu, akhirnya Bartomeu luluh. Saya pun senang.
Bukan karena saya mengharapkan dia mundur dan membencinya, tetapi karena dia memang perlu untuk mendengarkan pertimbangan dari orang lain demi kebaikan banyak pihak. Meskipun ada pepatah, bahwa kita tidak mungkin membuat semua orang senang, tetapi membuat semua orang susah itu juga bukan hal yang bijak kalau terus dilanjutkan.
Jika faktor tolak-ukurnya adalah prestasi, sebenarnya di masa kepemimpinan Josep Maria Bartomeu, Barcelona tidak buruk-buruk sekali. Tetapi, secara perlahan kepercayaan diri Barcelona terhadap identitasnya menjadi menurun.
Ini terbukti dari kecenderungan Barcelona yang meniru Real Madrid untuk gemar membeli pemain dengan harga mahal. Sekali-dua kali rasanya tidak masalah, tetapi kalau terus- menerus, itu yang menjadi persoalan.
Semakin berbahaya, jika apa yang dilakukan Barcelona berdampak pada hilangnya kebiasaan Barcelona sebelumnya, yaitu mengorbitkan pemain lulusan akademi La Masia. Meskipun, tidak sedikit pemain dimentaskan ke tim senior--seperti Adama Traore, tetapi sulit bagi mereka untuk bertahan apalagi konsisten seperti era Puyol, Xavi, Iniesta, hingga Messi.
Nama terakhir bahkan menjadi tumpuan Barcelona selepas pensiunnya Xavi dan perginya Iniesta. Ia pun berusaha dicengkeram kuat oleh Barcelona agar tidak hengkang dari Camp Nou. Namun, waktu tidak bisa berhenti, semua ada masanya untuk datang dan pergi.
Baca juga: Barcelona Tiru Real Madrid
Itulah yang membuat Barcelona disayangkan tidak mempertahankan kebiasaan mereka sebelumnya yang mampu menancapkan pemain alumni La Masia untuk menyambung tali filosofi Tiki-Taka yang dibanggakan. Ketika hal itu urung terjadi, maka apa yang kita lihat seperti pada Barcelona saat ini.
Pada satu sisi, perubahan pada permainan Barcelona memang bagus. Karena, ada penyegaran. Pemain menjadi tidak bosan dengan pakem yang sama di nyaris semua pertandingan seperti di akhir kepelatihan Guardiola.