Jika ada yang pernah dinasihati oleh orang tuanya dengan kalimat, "Ya sudah, lihat saja nanti". Berarti Anda pernah bandel.
Saya pernah, bahkan bisa dikatakan cukup sering mendengar ucapan seperti itu. Ada juga yang cukup spesifik, seperti "dikasih tahu kok tidak percaya".
Lalu, mengapa saya mengibaratkan ini kepada Honda, khususnya Repsol Honda?
Karena, salah satu tim pabrikan di MotoGP ini terlihat seperti itu. Mereka sudah bolak-balik dikomentari bahwa motornya tidak ramah kepada semua pebalap, tetapi mereka justru cenderung menganggap yang salah bukan motornya, tetapi pebalapnya.
Menariknya, hanya satu pebalap yang dianggap tidak salah, yaitu Marc Marquez. Hal ini tak lepas dari kenyataan bahwa ialah pemberi gelar sejak musim 2013 sampai 2019. Hanya tercuri 1 kali saja pada 2015 oleh Jorge Lorenzo.
Semakin menarik, ketika Jorge Lorenzo sempat digaet oleh Repsol Honda. Publik pun berpikir bahwa akan terjadi duet menakutkan pada Honda yang membuat pabrikan lain semakin keteteran.
Namun, ternyata aksi tak selentur ekspektasi. Jorge Lorenzo malah jeblok dan akhirnya memutuskan untuk pensiun dini. Padahal, di musim sebelumnya ia sempat terlihat bangkit dengan 3 kemenangan yang dicetak secara beruntun bersama Ducati.
Baca juga: Musim Berat Lagi, Jorge
Sebelum Lorenzo bergabung, ada yang menyangka bahwa dominannya Marquez bersama Repsol Honda dan terlihat hanya dia yang paling cepat dikarenakan hilangnya motivasi Dani Pedrosa dalam membalap. Ditambah, ia sering jatuh dan cedera.
Begitu pun dengan Cal Crutchlow yang terlihat masih bisa mengikuti laju motor yang dipacu Marquez. Bahkan, terkadang kita bisa heran, mengapa justru Crutchlow yang sering menemani Marquez fight di depan, bukan Pedrosa.
Namun, apa yang dicapai Crutchlow perlahan nan pasti mulai memudar. Ia juga cenderung sering jatuh, entah di sesi latihan bebas, kualifikasi, atau saat balapan.
Akumulasi ini membuatnya terlihat mulai melambat. Antara karena ia masih belum bugar, ada trauma, atau karena motornya yang semakin sulit dikendalikan.