Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

5 Kebiasaan SMA yang Harus Kamu Hilangkan Saat Sudah Kuliah

2 September 2020   14:38 Diperbarui: 2 September 2020   15:57 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Agustus dan September adalah masa-masa menarik bagi generasi muda. Karena, saat seperti itu ada transisi dari pelajar sekolah ke mahasiswa atau langsung bekerja.

Ketika itu terjadi, maka kebiasaan-kebiasaan lama harus dirubah. Alasannya sederhana, karena waktu dan tempat akan berbeda, maka kebiasaan kita juga sedikit demi sedikit harus berubah.

Kira-kira apa saja yang harus kita ubah?

BERANTEM

Kalau bicara tentang masa sekolah nyaris mustahil tanpa pernah menyinggung tentang ini. Pasti ada saja momen berantem terjadi saat masih sekolah.

Apalagi ketika SMA, secara psikologis kita sudah berada di ambang kedewasaan. Secara fisik biasanya sudah lebih besar dari sebelumnya.

Tingkat kepercayaan diri juga lebih baik dari sebelumnya. Hal ini kemudian membuat kita tanpa sadar menjadi lebih sembrono dalam menyikapi berbagai hal yang ternyata tidak sesuai keinginan.

Ilustrasi perkelahian pelajar SMA. Gambar: via Nusabali.com
Ilustrasi perkelahian pelajar SMA. Gambar: via Nusabali.com
Misalnya, berantem karena rebutan gebetan. Ahelah!

Atau, berantem karena yang satunya menghardik contekan, yang satunya tidak rela memberikannya. Akhirnya, baku jotoslah yang terjadi. Untung-untung kalau seimbang, alias sama bonyok. Kalau salah satu yang lebih bonyok, kasihan. Orang tuanya pasti yang akan menanggungnya.

Inilah yang patut dihindari ketika sudah tidak lagi sekolah, apalagi kuliah dan merantau. Seharusnya kita bisa menjaga diri dan menghindari momen perkelahian. Kalau sakit, siapa yang merawat dengan ikhlas seperti orang tua kita?

MAKAN SEMBARANGAN (ALERGI)

Momen paling nikmat ketika masih sekolah adalah bisa jajan sesuka lidah. Bahkan, satu-satunya yang bisa menghindarkan itu hanya uang saku. Kalau uang sakunya terbatas, baru deh gagal jajan sesuka lidah.

Padahal ketika hal ini dilakukan, tanpa sadar--atau memang tidak dipedulikan--ternyata kita punya alergi. Entah dengan telur, daging ayam, kacang-kacangan, gula-gula, dan lainnya. Bayangkan ketika kita berniat merayakan pesta ulangtahun teman dan menikmati kue tart mahal, tetapi sejam kemudian masuk UGD.

Jika kita sudah kuliah dan merantau, otomatis yang harus membuat kita tetap sehat adalah diri sendiri. Apa enaknya merakit kisah hidup mandiri, tapi isinya adalah tentang sakit-sakitan?

BERGANTUNG PADA 1 TEMAN

Punya teman yang sangat dekat dan sampai disebut sahabat itu memang bagus. Tetapi, kalau kita sudah merantau, sebaiknya jangan sampai hanya bergantung pada 1 orang saja. Hidup kita akan lebih menarik jika lebih percaya diri dengan diri sendiri dan cenderung netral dengan orang lain.

Ketika kuliah, teman kita pasti lebih banyak, maka jangan sia-siakan itu untuk hanya langsung menambatkan diri pada 1 orang saja. Buka pertemanan seluas mungkin, meski kita tidak mudah nyaman dengan orang baru. Setidaknya, kita bisa melakukan seleksi pertemanan dengan lebih baik ketika pilihannya banyak, bukan?

Ini juga membuat kita belajar untuk tidak mudah kecewa. Bukan berarti tidak setia. Tetapi, ini demi kesehatan mental kita. Ketika kuliah apalagi merantau, daya tahan kita baik fisik dan psikis adalah nomor satu. Itulah kenapa, jangan sampai hanya bergantung pada 1 orang saja.

Punya sahabat atau satu teman yang rela berdarah-darah itu seru. Tetapi, .... Gambar: Instagram/Sublinhando via Popbela.com
Punya sahabat atau satu teman yang rela berdarah-darah itu seru. Tetapi, .... Gambar: Instagram/Sublinhando via Popbela.com
Bagaimana jika--jangan sampai terjadi--secara mendadak temanmu pergi atau meninggal ketika kamu masih sangat bergantung padanya?

Kebiasaan ini sebenarnya sering terjadi saat sekolah. Karena, ada tuh yang ngegeng-ngegengan dan karib-kariban, hingga muncul persahabatan bagai kepompong. Momen semacam ini memang bagus sekali ketika masih sekolah, tetapi ketika sudah kuliah dan merantau, kita akan sulit melakukannya lagi.

Mengapa?

Biarkan waktu yang menjawabnya, toh nanti juga tahu kok. Itulah kenapa, mending dari sekarang kita sudah prepare untuk sering-sering menghadapi banyak hal dengan kemampuan sendiri. Atau, kalau mau meminta bantuan, buatlah 'tabel perencanaan'.

Misalnya, kalau si B dan si C tidak bisa, kamu sudah menyiapkan nama-nama lain untuk membantumu. Bergantung pada 1 orang itu tidak baik, apalagi demi perjalanan masa depanmu.

ORANG TUA ADALAH PENYELESAI MASALAH

Ilustrasi pertemuan orang tua dan pihak sekolah. Gambar: via Floresa.co
Ilustrasi pertemuan orang tua dan pihak sekolah. Gambar: via Floresa.co
Kita pasti sudah terbiasa tuh melihat orang tua hadir di ruang guru untuk membahas apa yang sudah kita lakukan, entah baik atau buruk. Begitu pun ketika misalnya kita sedang kesulitan untuk melakukan sesuatu, seperti belum bisa membayar biaya administrasi dan sejenisnya.

Ketika sudah kuliah dan jauh dari orang tua, hal ini akan sulit dilakukan. Bahkan, meski orang tua bisa melakukannya, sebaiknya kita tidak mengandalkan mereka lagi.

Sesegan dan seenggan apa pun yang kita rasakan ketika harus berhadapan dengan dosen dan biro pelayanan mahasiswa serta sejenisnya, alangkah baiknya kita yang menghadapi. Kita harus bisa menyelesaikan, meski tidak selancar apa yang dilakukan oleh orang tua kita.

Itulah mengapa, orang tua selalu tidak rela jika kita terlalu jauh meninggalkan rumah. Karena, bisa saja kita akan kesulitan menyelesaikan masalah. Tetapi, kita harus mulai membiasakan diri untuk menyelesaikan masalah tanpa keterlibatan orang tua.

Bercerita tentang masalah kita ke orang tua memang harus, tetapi sebaiknya jangan meminta orang tua kita yang menyelesaikannya.

MEMBUKA HAPE ORANG LAIN

Sebenarnya ini bisa disebut gadget agar dapat mencakup laptop juga. Namun, sepertinya kepemilikan dan keharusan membawa laptop di masa sekolah belum sebanyak yang ada di masa kuliah.

Toh, ada juga sekolah-sekolah yang sudah menyiapkan lab. komputer, bukan? Itulah kenapa, kita fokusnya pada hape saja.

Berbicara soal hape, kita pasti pernah di situasi yang mengharuskan di antara kita meninggalkan hape di tempat yang berbeda dengan keberadaan kita. Entah saat berdiskusi kelompok lalu kita izin ke toilet, dan sejenisnya.

Ilustrasi momen diskusi atau kerja kelompok. Gambar: Pexels.com/Fauxels
Ilustrasi momen diskusi atau kerja kelompok. Gambar: Pexels.com/Fauxels
Di momen seperti itu pasti kita akan melihat hape ada di luar jangkauan si pemiliknya. Itulah momen yang biasanya membuat kita tiba-tiba terpancing untuk menyentuh dan membukanya.

Tidak mengherankan, jika ada istilah 'kejahatan karena ada kesempatan', atau 'memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan'. Ternyata, pepatah itu sangat sering teraplikasikan pada momen seperti ini, yaitu kekepoan terhadap apa yang ada di dalam hape orang lain.

Duh, ini bukan tindakan yang tepat. Sama sekali tidak tepat. Mengapa?

Bukan hanya karena kita mengganggu privasi orang lain dan membuat orang lain menjadi tidak percaya dengan kita. Tetapi, juga membuat kita akan menyimpan memori milik orang lain di ingatan kita.

Ini sungguh tidak penting dan sangat mengganggu di kemudian hari. Artinya, yang rugi bukan yang terbongkar privasinya saja, tetapi juga kita yang membongkar privasi itu tanpa seizin yang memilikinya.

Bahkan, bisa saja yang terbongkar privasinya tidak merasa terganggu, karena toh ia memang sudah terbiasa memiliki privasi itu. Tetapi, bagaimana dengan kita yang tidak memikirkan hal itu sebelumnya? Pasti shock.

Misalnya, kita mengetahui bahwa orang yang sudah kita anggap sahabat, ternyata malah berpacaran dengan orang yang sangat kita suka dan sebelumnya sering dicurhatin. Atau, misalnya orang yang kita segani, malah ternyata menyimpan file dewasa.

Bayangkan, siapa yang rugi, coba?

Jadi, jangan pernah melakukan apa yang mungkin sering kita lakukan ketika masih SMA yang salah satunya adalah membuka hape orang lain, meskipun itu adalah teman atau yang sudah kita kenal. Jangan!

Ilustrasi mahasiswa. Gambar: Jobplanet via Kompas.com
Ilustrasi mahasiswa. Gambar: Jobplanet via Kompas.com
Salah satu faktor alasannya adalah kita tidak pernah memiliki momen yang sama seperti ketika SMA. Seperti memiliki teman yang sama dalam kurun waktu minimal 2 tahun. Itu pun setiap hari sering bertemu, kecuali liburan sekolah. Bahkan, masih bisa bertemu kalau ternyata tetanggaan.

Juga, kita biasanya hanya memiliki kenalan dengan jarak usia 1-2 atau 3 tahun. Sedangkan di perkuliahan, kita bisa berkenalan dengan orang-orang yang jauh lebih tua dan terkadang hanya bertemu di momen-momen tertentu.

Meskipun kemudian kita terbius oleh cara bersikapnya yang friendly, dan cara bertuturnya yang banyol atau sebagainya, tetap saja kita tidak boleh melakukan hal-hal konyol untuk merepresentasikan kedekatan kita dengan orang lain di lingkungan semasa perkuliahan.

Kita harus lebih berhati-hati dan tahu diri. Kita harus bisa mengerem dorongan pikiran yang dulunya bisa seenak jidat untuk langsung diwujudkan. Sekarang berbeda.

Kita harus belajar menghargai diri sendiri dengan cara menghargai orang lain. Kalau kita bisa mengontrol diri, maka orang lain pasti akan mengontrol dirinya pula untuk bersikap kepada kita.

Jadi, dari 5 kebiasaan yang tidak boleh dilakukan lagi ketika sudah berkuliah, mana yang paling harus dihilangkan terlebih dahulu?

Malang, 2 September 2020

Deddy Husein S.

Terkait:

Nusabali.com, Solopos.com, Hai.grid.id, Hukumonline.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun