Tetapi, pola seperti ini akan jarang bahkan nyaris mustahil dilakukan ibu. Karena, ibu adalah 'the last warrior' di dalam rumah. Ibu selalu akan berupaya menjadi orang yang bekerja keras dalam mendidik anaknya, karena pertimbangannya adalah ia ingin anaknya menjadi anak yang baik di masa depan.
Memang, sosok ayah tidak bisa sepenuhnya angkat tangan dalam mendidik anak. Itulah mengapa, tak jarang ada ayah-ayah yang akhirnya mencari waktu khusus untuk dapat lebih dekat dengan anaknya.
Seperti dengan ngopi bareng dengan anak lelakinya ketika si anak sudah dewasa. Juga, ada yang selalu menempatkan waktu khusus untuk liburan, atau setidaknya setiap Minggu ayah harus stay at home dan mengajak anak-anaknya bermain.
Keheranan atau kekaguman ini akan cenderung jarang terjadi pada ibu, karena ia sudah pasti melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Kecuali jika sang ibu harus bekerja di luar kota hingga di luar negeri, maka adakalanya ia cukup kagum dengan perubahan pada anaknya--jika positif.
Berdasarkan gambaran semacam ini, saya berpikir bahwa peran ibu sangat penting untuk membuat anaknya menjadi seperti apa nantinya. Ia pasti akan mencoba mengarahkan anaknya. Bahkan, tidak jarang anaknya kemudian berpikir bahwa ibunya sangat mengatur dibandingkan ayahnya yang cenderung diam saja.
Akibat pemikiran semacam itu, tak jarang ada perselisihan di rumah antara anak dan ibunya. Apalagi, kalau si anak adalah laki-laki dan sudah merasa gede (baca: dewasa), maka ia akan berusaha melawan kehendak ibunya.
Kalau sudah demikian, tak perlu heran jika dalam momen-momen kebersamaan malah ada saja yang diperdebatkan. Atau, paling kencang adalah ketika ibu sudah mengeluarkan jurus cerewet maut, dan si anak berusaha segera ke luar untuk membebaskan telinganya dari omelan ibunya.
Di saat-saat seperti itu, tak jarang para anak mulai berharap dapat merantau. Selain karena upaya membuktikan diri telah dewasa, juga karena biar telinganya tidak dijejali banyak kata dari ibunya yang terkadang memang tak perlu didengar lagi.
Namun, ketika para anak sudah berhasil menentukan jalan sendiri dan merantau di ragam tempat--bahkan sudah menikah, di situlah mulai lahir rasa kangen yang luar biasa terhadap ibunya. Bahkan, saat seperti itu juga para anak mulai mengharap bahwa, "saya ingin mendengar lagi celotehan ibu".