Bukankah Indonesia telah mengakui keberadaan agama Kristen dan Katolik sebagai agama sah untuk penduduk Indonesia? Bagaimana jika ternyata nanti di perayaan HUT RI selanjutnya kita melihat simbol agama Islam, Buddha, Hindu, hingga Konghucu?
Apakah nanti giliran orang-orang non muslim yang akan protes?
Sebenarnya, polemik ini bisa dicegah jika kita bisa mengontrol diri dalam membuat tanggapan berdasarkan PSP dan stereotip. Keduanya memang sekilas sama, namun ada yang membedakan stereotip dengan PSP.
PSP cenderung subjektif, alias tidak tercampuri oleh pemikiran orang lain. Sedangkan stereotip cenderung kolektif terbatas.
Artinya, pandangan yang berasal dari stereotip adalah hasil dari pandangan terbatas namun sudah terkuak dan diyakini oleh banyak orang. Merekalah yang kemudian membentuk kolektivitas dalam memandang suatu hal dan disebut stereotip.
Sebenarnya jika diakui secara jujur, setiap orang pasti memiliki dua pemikiran itu ketika melihat suatu hal. Tetapi, yang membuat dua pemikiran itu tak sepatutnya muncul secara sembarangan ke permukaan adalah faktor lingkup dan perbandingannya--menilai dengan sudut pandang yang lebih dalam.
Begitu pun dengan penampakan desain HUT RI ke-75. Apabila desainnya menyimbolkan masjid, Kabah, bulan sabit dan satu bintang, dan sebagainya, apakah orang yang sama akan menyindir desain itu adalah simbol agama?
Satu hal lagi yang sebenarnya nyaris selalu ada di benak seseorang ketika melihat adanya simbol keagamaannya terpampang di suatu hal adalah terbesit kebanggaan. Kira-kira tidakkah orang muslim bangga ketika melihat ada penampakan masjid di jersey FC Koln?
Lalu, bagaimana jika kita saling bertukar perasaan?