Baca juga: Berikan Kepercayaan kepada Anak (Hennie Triana)
Pemahaman bisa dilakukan dengan cara berdialog ketika selesai makan, saat menemani si kecil mandi, bahkan ketika mereka hendak terbenam dalam samudera mimpi. Di momen seperti itu, apa yang dikatakan orang tuanya sebagian besar masih bisa diingat bahkan sampai mereka dewasa.
Di sinilah, anak-anak kemudian mulai diberikan kepercayaan. Khususnya, ketika mereka sudah mengerti bagaimana kerja dari perjanjian itu. Jika sudah demikian, saya pikir mereka akan selalu ingat dengan perkataan dari orang tuanya meski sedang asyik push rank.
Dari rangkaian tiga faktor yang dapat menjembatani pertemuan antara anak-anak dengan pelaku kejahatan seksual, maka tiga cara tersebut saya pikir cukup ampuh untuk menjadi pencegah.
Memang, tindakan ini berkaitan dengan seksualitas. Namun, saya juga berpikir bahwa pemicunya bukan hanya soal (maaf) birahi, tetapi juga karena ada yang salah dengan mentalnya.
Jika merujuk pada takaran seksualitas, maka saya pikir semua manusia pasti memiliki gairah yang besar terkait itu. Namun, terbukti tidak semua orang (misalnya) di satu area pemukiman harus melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak--demi memuaskan gairah seksualnya.
Baca juga: Mengenal Viralnya Kasus "Kain Jarik" (dr. Ayu Deni Pramita)
Itulah yang membuat saya terfokus pada pengaruh mentalitas para pelaku kejahatan tersebut. Bahkan, saya pikir adanya pelaku kejahatan seksual di beberapa tempat yang seharusnya aman, dikarenakan lolosnya mereka dari tes kejiwaan.