Pelecehan seksual juga merupakan tindakan kejahatan. Itulah yang kemudian membuat kita tidak bisa menganggap remeh keberadaan praktik pelecehan seksual.
Lalu, mengapa anak-anak dapat terjebak di kubangan kelam itu?
Sebenarnya, saya bukan ahlinya dalam bidang penganalisisan kasus kriminalitas semacam ini. Saya hanya masyarakat biasa, yang sebagian besar pemikiran saya berasal dari sumber lain dan interpretasi.
Saya pun tak mampu menjamin apa yang pernah saya pikirkan dan kemudian saya terapkan dapat menjadi solusi bagi anak-anak dan/atau adik-adik di seluruh pelosok negeri ini. Namun, berdasarkan apa yang saya ketahui, ada beberapa hal yang membuat anak-anak dapat menjadi korban pelecehan seksual.
Faktor pertama, anak-anak selalu memiliki kesenangan tertentu. Biasanya mereka juga cenderung adiktif ketika sudah menemukan apa yang disukai. Salah satunya adalah game.
Bermain game virtual di masa saya anak-anak saat itu sangat mengasyikkan. Bahkan, saya meyakini bahwa yang membuat generasi saya tidak begitu gagap teknologi adalah karena pernah bermain game.
Dan, ketika anak-anak sudah terhanyut dalam kenikmatan itu, mereka tidak menyadari bahwa ada bahaya yang mengintai. Contohnya, diajak bermain oleh orang dewasa tanpa batas waktu, alias sampai lelah.
Ketika hal itu terjadi, bisa saja anak itu akan disarankan untuk tidak pulang. "Besok saja pulangnya. Kan besok libur."
Saya tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi ketika si anak mau bermalam di tempat itu. Sekali lagi, kita tak memandang jenis kelamin si anak.
Oh, nak! Di dunia ini tak ada yang benar-benar gratis!