Menurut saya, apa yang terjadi pada Gibran adalah hal yang wajar. Semua orang yang sudah mampu membuka usaha--seperti Gibran--dan mengajak orang lain untuk bekerja dengannya, maka peluangnya untuk menjadi pemimpin di sendi-sendi pemerintahan sudah (cukup) terbuka.
Tinggal keputusan si individu yang akan membuka dan/atau menutup kesempatan itu. Jika ternyata Gibran memilih untuk membukanya lebih lebar, maka sudah dipastikan bahwa Gibran telah memikirkan konsekuensinya.
Sama halnya bagi seorang anak yang mencoba untuk tidak mengikuti jejak orang tuanya, maka dia juga akan menerima konsekuensinya. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, termasuk urusan mengikuti atau tidak mengikuti jejak orang tua.
Dan, kalau saya menjadi Gibran, pilihan saya juga tak akan jauh-jauh dari apa yang dilakukan Gibran saat ini. Karena, saya yang dulunya tidak ingin menjadi pedagang, ternyata sekarang mulai harus belajar mempromosikan karya saya, seperti pedagang. Serius!
Malang, 22-23 Juli 2020
Deddy Husein S.
Keterangan:
*) Jika ada yang tahu tulisan yang saya maksud, boleh diberikan link-nya di kolom komentar. Seingat saya awalnya antara Hennie Triana Oberst dan Gaganawati Stegmann. Namun, setelah saya cari-cari belum ketemu. Duh!
Berita terkait:
Tempo, Kompas 1, Kompas 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H