Di dalam lingkup keluarga pun bisa ditemukan adanya edgy dalam menentukan sepak bola atau klub yang disukai. Seperti ibu saya yang menyukai sang Pangeran Roma, Francesco Totti. Namun, saya justru tidak mengidolai AS Roma.
Begitu pun ketika semua orang di sekitar saya mengagumi Manchester United, maka saya mencoba mencari klub lain yang bisa menjadi antitesis Man. United di Premier League. Mungkin bagi orang lain saya bisa menjadi pembenci Man. United, namun justru kenyataannya saya pernah membeli sebuah buku tulis yang beredisi Ruud van Nistelrooij ketika SMP.
Usaha untuk berbeda dari orang lain dan kemudian menganggap apa yang disukai lebih baik itu juga pernah saya rasakan sebagai penggemar bola. Bahkan, mungkin sampai saat ini meski saya tidak bisa mengkroscek sepenuhnya tentang apa yang saya lakukan.
Intinya, saya juga bisa menemukan adanya edgy di kalangan penikmat sepak bola, meski lingkupnya masih belum segeneral musik. Kehebohan edgy di kalangan penggemar musik, karena musik menjangkau masyarakat sampai ke dasar dan tanpa pandang gender.
Berbeda dengan sepak bola yang walau sudah jamak ditemukan suporter perempuan, tetap saja sepak bola secara umumnya lebih mendarah daging bagi laki-laki dibandingkan perempuan. Inilah yang membuat istilah edgy di sepak bola belum se-hype di musik.
Baca juga: Fashion ala Penyuka Sepak Bola
Justru yang seringkali terdengar di sepak bola adalah fanatisme. Menurut sepemahaman saya, fanatisme bisa dihubungkan dengan edgy juga hipster. Kecenderungan ingin berbeda dan terlihat lebih keren bisa juga mengarah pada fanatisme.
Hanya, yang mungkin menjadi pembeda adalah si edgy mania kemungkinan akan terlihat tak sefrontal para penganut fanatisme. Karena, mereka bisa saja hanya sendirian dan tak ingin mencari naungan homogenitas.
Hal ini juga nyaris berlaku pada hipster mania, meski di sisi lain saya berpikir bahwa manusia selalu berupaya untuk hidup berkelompok. Sehingga, ketika muncul edgy dan hipster lalu mereka hidup di komunitas yang sama, apa bedanya dengan penyuka hal-hal mainstream?
Bukankah mereka pada akhirnya menciptakan ke-mainstream-an bagi generasi selanjutnya?
Malang, 4 Juli 2020
Deddy Husein S.