Bagaimana dengan saya?
Ini membuat saya seiring berjalannya waktu justru merasa perlu untuk memiliki klub yang dapat menjadi parameter ideal dalam sebuah kompetisi. Atau, secara idealis yang tak kasat mata, saya perlu menemukan klub yang dapat merepresentasikan sekian persen dari karakter saya.
Namun di sisi lain, dengan kebiasaan menonton dan melihat berita tentang banyak klub, membuat saya semakin terbiasa untuk melihat dan memikirkan tentang bagus-tidaknya klub tersebut. Walaupun saya tahu bahwa harus juga mengkritisi klub yang disukai.
Penggambaran ini tak jauh beda ketika saya menjawab pertanyaan teman saya tentang perilaku edgy dalam bidang permusikan (sebagai penggemar). Inilah yang membuat saya dapat merubah objek bidangnya, karena yang saya alami ketika (proses) menyukai musik dengan menyukai sepak bola dan klub bolanya tak jauh berbeda.
Di sepak bola juga tak menutup kemungkinan ada penggemar sepak bola yang menyukai sebuah kompetisi atau klub sepak bola yang anti-maintream. Misalnya, ketika di Indonesia sebagian besar masyarakat bolanya menggandrungi dan lebih mengenal Premier League, ternyata ada seseorang atau sebuah keluarga yang menyukai Eredivise.
Sebenarnya hal ini juga terlihat seperti ada pada coach Justinus Lhaksana. Memang faktor pengalaman hidup dan belajar sepak bola di Belanda membuat dirinya lebih mengenal Belanda dibandingkan sepak bola Indonesia.
https://t.co/jxa8NjGa5b pic.twitter.com/e5GGEm3NvT--- Justinus Lhaksana (@CoachJustinL) March 3, 2020
Itulah mengapa tak mengherankan jika dirinya juga tetap pede memperkenalkan eksistensi Ajax Amsterdam, meski kita tahu bahwa klub ini di kancah Eropa--khususnya Liga Champions--sekarang masih belum tergolong tim kuat. Namun, sebagai orang yang menemukan adanya keistimewaan yang orang lain tidak tahu bisa jadi merupakan nilai tersendiri yang patut dipertahankan.
Selain dua figur tersebut, saya juga pernah mengingat adanya selentingan berita (di koran) tentang Presiden RI ke-4, alm. Gus Dur yang dikabarkan menyukai sepak bola Amerika Latin. Jika merujuk pada tenarnya nama Pele, Mario Kempes, Maradona, hingga generasi saat ini mengenal Luis Suarez, Sergio Aguero, Neymar, Lionel Messi, Paulo Dybala, dan lainnya, maka tak mengherankan jika ada orang Indonesia menyukai sepak bola Amerika Latin.