Apakah kemudian Napoli dipersalahkan karena menerapkan sepak bola pragmatis?
Seharusnya tidak, karena itu juga strategi. Meski tidak sekompleks taktik Pep Guardiola, ataupun kini di Italia role model-nya adalah Antonio Conte, namun strategi Gattuso tetap boleh diterima.
Buktinya mereka dapat menahan imbang Barcelona di pertemuan pertama 16 besar Liga Champions, dan mempecundangi Inter Milan dua kali di semifinal Coppa Italia. Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa strategi demikian juga dapat menghasilkan bagi Diego Simeone untuk menyingkirkan sang juara bertahan Liga Champions, Liverpool.
Atau, Jose Mourinho saat mengantarkan Manchester United juara Liga Eropa 2017. Artinya, strategi itu cukup bagus untuk diterapkan ketika tim sudah menemukan orientasinya, yaitu juara. Ketika langkahnya sudah dekat, maka strategi itu bisa dimainkan. Mengapa tidak?
Jadi, tiga alasan itulah yang membuat final Coppa Italia justru sangat menarik ketika duel Juventus dengan Napoli terjadi, daripada Juventus vs Inter Milan. Hanya, yang menjadi misteri selanjutnya adalah apakah Barcelona akan membalaskan rasa sakit Juventus dengan menyingkirkan Napoli dari Liga Champions?
Baca juga: Barcelona Sulit Kalahkan Napoli
Karena, jika boleh diingat, bisa jadi kekalahan Juventus di final Coppa Italia adalah "pembalasan" bagi Gattuso untuk kekalahan AC Milan. Meski, di sisi lain tentu ini menjadi pembuktian bahwa Gattuso juga bisa sukses, walau tidak bersama klub yang membesarkan namanya saat masih menjadi pemain.
Selamat Gattuso dan Napoli! Setelah ini semua klub akan semakin mewaspadai kalian!
Malang, 18 Juni 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait: