Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Revisi Jadwal, Inilah Kenormalan Baru di MotoGP 2020

12 Juni 2020   15:41 Diperbarui: 14 Juni 2020   21:12 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Motogp via Kompas

Seiring berjalannya waktu, kita mulai cukup bisa beradaptasi, khususnya dalam menghadapi pandemi corona. Beberapa negara yang sebelumnya menjadi pesakitan terlebih dahulu, mulai terlihat bangkit.

Hal ini dapat terlihat pula di bidang olahraga, salah satunya adalah sepak bola. Jerman adalah negara pertama di Eropa yang kembali menggelar kompetisi sepak bola untuk melanjutkan sisa akhir musim 2019/20.

Ini menjadi optimisme bagi negara lain untuk turut kembali menggelar kompetisi. Inggris dan Italia menyusul. Bahkan Spanyol sudah melanjutkan La Liga dengan derbi antara Sevilla vs Real Betis (11/6). Tentu ini menjadi kabar bagus bagi masyarakat khususnya yang menggemari pertandingan sepak bola.

Meski penampakan di stadion tak seperti biasa, namun seiring berjalannya waktu kita mulai terbiasa. Apalagi zaman sudah cukup berubah. Teknologi sudah semakin canggih, maka apa yang terasa kurang akan dapat digantikan--untuk sementara.

Salah satunya adalah dengan keberadaan suara suporter. Meski di tribun tidak ada penonton, namun saat kita menonton siaran pertandingan, kita masih bisa mendengarkan riuh suara suporter. Bahkan, terdengar pula teriakan "GOL!" ketika ada bola yang berhasil bersarang ke gawang.

Sebagai penggemar bola yang biasanya juga pernah bermain game virtual sepak bola, sebenarnya ini bukanlah hal baru. Keberadaan suara suporter saat kita bermain game tersebut, entah FIFA atau PES, memang cukup ampuh membuat atmosfer semangat muncul.

Hal ini diprediksi cukup berlaku bagi para pesepakbola di lapangan, meski juga harus sadar bahwa sebenarnya di tribun tidak ada siapa-siapa, kecuali pemain cadangan. Namun, ketika bermain, pasti mereka akan menganggap adanya atmosfer seru di sekitarnya.

Keunikan ini juga diberi penampakan unik lainnya, seperti dengan adanya suporter palsu yang "didatangkan" oleh Borussia Monchengladbach di kandangnya. Namun, hal ini sepertinya tidak terlalu diperlukan, kecuali jika suporter-suporter memintanya karena (mungkin) ada faktor timbal-balik terhadap tiket terusan.

Jika sepak bola sudah mulai menyajikan kenormalan barunya, bagaimana dengan MotoGP?

Sebagai salah satu olahraga populer, tentu MotoGP diharapkan dapat hidup berdampingan dengan pandemi yang masih belum dapat diprediksi kapan 100% lenyap dari bumi. Selain sepak bola Asia dan Indonesia yang biasanya baru bergulir di awal tahun--tidak di pertengahan tahun (pergantian musim), MotoGP juga memperoleh imbas besar ketika corona mulai be-revolusi menjadi pandemi.

MotoGP yang selalu bergulir pada Maret dan diselenggarakan di Qatar, harus terhenti segera. Hal ini dikarenakan covid-19 menyebar sangat pesat di Eropa, khususnya di Italia, yang notabene merupakan rumah bagi para pembalap seperti Valentino Rossi, Andrea Dovizioso, dan lainnya.

Bahkan, seri balap di MotoGP juga cukup bergantung pada sirkuit di Italia, termasuk Spanyol. Permasalahannya adalah dua negara itu pada bulan tersebut sudah merasakan dampak dari corona.

Itulah yang membuat MotoGP mau tidak mau segera beristirahat. Imbasnya, beberapa seri harus dibatalkan dan paling bagus adalah dimundurkan atau ditangguhkan.

Setelah dua bulan lebih, termasuk dengan munculnya "new normal", MotoGP mulai dinantikan keputusannya terkait musim kompetisi 2020. Tentu, mereka tidak bisa sepenuhnya mengambil keputusan untuk menghilangkan musim kompetisi ini.

Jika sepak bola secara bertahap mampu beradaptasi dengan situasi terkini, maka MotoGP diharapkan juga mampu melakukannya. Tetapi, bagaimana?

Awalnya ada pemikiran bahwa MotoGP akan seperti konsep Suzuka 24 Hours. Artinya, digelar di satu sirkuit atau satu negara yang menjamin keamanan penyelenggaraan kompetisi saat virus corona sudah bisa dikendalikan pemerintah setempat.

Jika melihat keberadaan sirkuit, Spanyol difavoritkan untuk dapat menggelar beberapa seri. Mereka punya sirkuit Jerez, Aragon, Catalunya, dan Valencia. Setidaknya ada lebih dari satu sirkuit yang dapat diandalkan untuk melahirkan pertarungan meraih gelar juara.

Apabila kemudian hanya Spanyol yang mampu menjamin penyelenggaraan MotoGP, maka mereka bisa menggelar balapan di tempat yang sama dengan jumlah seri yang berbeda. Hal ini terdengar tidak begitu asing, karena World Superbike (WSBK) juga menerapkannya di musim kompetisi normal.

Ini yang membuat MotoGP tidak akan aneh jika melakukan hal serupa. Ditambah dengan fakta saat ini yang tentunya sangat diperlukan protokol keamanan yang tinggi, alias lebih mementingkan kesehatan dibandingkan bisnis atau branding terkait MotoGP ke seluruh negara.

Untuk saat ini, MotoGP harus realistis dan sedikit melupakan tentang keuntungan mereka menggelar seri balap di negara-negara penggemar seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan lainnya.

MotoGP harus lebih mengutamakan kemampuan negara yang sarat pengalaman dalam menggelar ajang balap tersebut--di sini sebenarnya Malaysia sangat berpengalaman namun situasi dalam menghadapi corona yang perlu ditinjau kembali.

Artinya, MotoGP harus memiliki kenormalan baru yang dapat melancarkan misi mereka untuk restart musim ini. namun, uniknya kenormalan baru ini justru sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar di level balap lain, yaitu WSBK.

Jika merujuk pada informasi dari Bolasport.com, kita bisa mengetahui bahwa jadwal penyelenggaraan MotoGP akan mengadaptasi sistem seri di WSBK. Ada beberapa sirkuit yang ditunjuk menjadi tuan rumah dua kali.

Di antaranya adalah Jerez, Aragon, Valencia, Redbull Ring (Austria), dan Misano (San Marino/Italia). Kelima sirkuit itu akan menghasilkan 10 seri yang dapat diperebutkan poinnya oleh Marc Marquez, Dovizioso, Maverick Vinales, Alex Rins dan lainnya.

Lima sirkuit itu kemudian ditambah dengan dua sirkuit lainnya yang tetap memilih menggelar satu kali seri saja, yaitu Brno (Rep. Ceko), Catalunya, dan Le Mans (Prancis). Berarti, secara hitungan sementara MotoGP akan menggelar 13 seri di musim 2020 ini (Bola.com).

Sebenarnya jumlah ini tidak terlalu sedikit jika merujuk pada jumlah seri di musim normal sebelumnya yang belum pernah mencapai 20 seri, kecuali di tahun 2020 ini. Seharusnya baru musim inilah, MotoGP akan digelar dengan jumlah seri yang sangat banyak, namun akibat pandemi justru musim ini akan menjadi musim dengan seri balap paling sedikit.

Marc Marquez diprediksi masih akan menjadi pembalap terdepan untuk juara dunia MotoGP 2020. Gambar: Motogp via Kompas
Marc Marquez diprediksi masih akan menjadi pembalap terdepan untuk juara dunia MotoGP 2020. Gambar: Motogp via Kompas

Bisa saja inilah kenormalan baru yang diberikan MotoGP ke penggemarnya. Sama seperti sepak bola, kita juga akan bersiap menyaksikan layout sirkuit pada sisi tribun harus tanpa penonton yang biasanya dihampiri oleh pembalap pasca race dan selalu mendapat sorotan kamera ketika ada momen replay.

Selain itu dengan jumlah race yang sedikit, ini sudah cukup bagi pembalap dan tim, karena mereka diibaratkan sudah mengambil jatah libur paruh musim saat situasi normal. Biasanya setelah mengarungi separuh dari total seri--biasanya setelah seri Sachsenring Jerman, mereka akan jeda nyaris sebulan dan dilanjut dengan seri di Brno.

Berhubung mereka sudah kehilangan banyak waktu di awal musim, maka jadwalnya saat ini sangat padat. Imbasnya bisa saja ke performa. Karena dengan jadwal sedemikian rupa, semua pembalap sebisa mungkin menghindari cedera.

Inilah yang akan menarik untuk dinantikan, karena apakah pembalap yang sangat agresif seperti Marc Marquez, Cal Crutchlow, dan Jack Miller akan tetap agresif?

Jika mereka masih menggunakan gaya khasnya, bisa saja ada peluang besar bagi mereka untuk cedera dan kesulitan untuk recovery dalam waktu sepekan.

Bahkan, mantan pembalap yang pernah dijuluki "Man of Steel", Jorge Lorenzo, bisa saja memilih istirahat dua pekan lebih untuk memulihkan tubuhnya dari cedera, alih-alih tetap membalap. Dugaan terkait manajemen balap karena jadwal padat inilah yang nantinya juga akan menjadi bagian terselubung dari kenormalan baru di MotoGP 2020.

Tentu, sebagai sang juara bertahan yang semakin matang, Marc Marquez tidak akan begitu sembrono untuk membiarkan para pesaing merusak dominasinya di MotoGP. Sedangkan bagi pembalap lain, ini juga menjadi tambahan terhadap tantangan mereka untuk menghentikan hegemoni si sulung Marquez.

Wah, bagaimana ya MotoGP di era "New Normal"? Yuk, nantikan saja pada 19 Juli nanti!

Malang, 10-12 Juni 2020
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun