Sebenarnya baru kali ini saya menjalani bulan Ramadan tanpa menghitung harinya. Seandainya Kompasiana tidak mengadakan Event Samber THR, mungkin saya tidak tahu-menahu tentang seberapa jauh bulan ini melangkah.
Namun karena event ini, saya setidaknya tahu bahwa sekarang sudah tinggal beberapa hari lagi menjelang Lebaran. Tentu ini menyenangkan, namun juga terasa aneh. Mengapa saya bisa merasa hari lebih cepat dari sebelumnya?
Ah, bilang saja kalau setiap hari rebahan terus! Hehehe.
Kembali ke topik utama pada artikel ini, yaitu tentang salah satu ciri terkait perayaan Hari Lebaran, yaitu keberadaan kue kering (kuker). Sejak kecil saya sudah familiar dengan kue kering karena ibu saya suka membuat kue kering sendiri.
Dulu tidak banyak orang memiliki oven, sedangkan ibu saya punya. Akibatnya, setiap menjelang Lebaran dapur rumah selalu dapat menghasilkan aroma-aroma yang sedap. Bahkan, ingin rasanya setiap hari makan kue kering. Hehehe.
Seiring berjalannya waktu memang saya sudah tak bisa lagi melihat ibu saya berkreasi terhadap kue kering. Setiap Lebaran sudah dapat dipastikan jajanan yang ada di meja adalah hasil beli.
Sebagai gantinya, ibu saya sering menggoreng rengginang, emping, dan jajanan yang bisa dibuat sendiri secara praktis. Namun secara pribadi, saya lebih suka melihat ibu saya membuat kue kering, karena pasti heboh dan bisa melibatkan semua orang di rumah.
Kenangan ini membuat saya menjadi tak asing dengan kue kering atau yang sering disebut nastar. Seiring berjalannya waktu, variasi kue kering semakin banyak. Namun, saya masih menganggap beberapa diantaranya telanjur populer di masyarakat, dan tentunya sudah akrab di lidah saya.
Berikut ini saya lampirkan 4 kue kering yang sudah familiar bagi saya dan biasanya juga sering menjadi penghias meja di setiap rumah tetangga.
Menurut saya Lidah Kucing cukup populer dan terlihat sederhana, sehingga cocok bagi masyarakat yang tidak terlalu ingin merepresentasikan kemewahan. Jika melihat wujudnya, saya duga harganya akan lebih terjangkau dibandingkan kue kering lainnya.
Secara pribadi saya kurang memfavoritkannya. Namun, karena sering menemukan jajanan ini dan biasanya banyak varian rasa, maka tak masalah untuk dijadikan camilan sembari berbincang dengan orang lain.
Namun sebagai catatan, kuker ini biasanya cenderung bikin seret di tenggorokan, karena teksturnya lebih padat. Itulah mengapa, perlu "dibasuh" dengan minuman setelah memakannya.
Kuker ini terdapat selai Blueberry di tengah yang seukuran telapak jempol orang dewasa. Diguga karena itulah namanya menjadi Blueberry Thumbprint.
Secara pribadi saya jarang menemukan kuker ini. Biasanya saya baru menemukannya di acara semacam Open House pejabat daerah. Sedangkan di rumah-rumah masih sangat sedikit.
Mungkin kalau saya orang Jakarta dan tinggal di komplek elit akan bisa menemukannya dengan mudah. Meski demikian, secara waktu, saya meyakini kuker ini akan semakin populer seperti pendahulunya.
Jika Kuker Mawar cenderung warna-warni, sedangkan Kuker Semprit cenderung hanya hitam atau coklat. Secara pribadi saya mengakui kuker ini sangat populer baik di masa kecil saya maupun saat ini.
Menurut saya, kuker ini mengambil dua penilaian saya secara pribadi sebagai yang paling populer dan kebetulan saya juga lebih suka dengan kuker tersebut. Lalu, bagaimana dengan kalian?
Malang, 15-5-2020
Deddy Husein S.
Terkait:
Cookpad 1, Cookpad 2, Pinterest, dan Tipsberbagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H