Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alasan Tetap di Rumah dan PSBB yang Melonggar

14 Mei 2020   15:14 Diperbarui: 19 Mei 2020   04:23 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari theconversation.com

Secara pribadi, penulis menganggap apa yang terjadi saat ini wajar. Mengapa? Karena selama kita hidup, nyaris tak pernah ada orang yang hidupnya absolut.

Misalnya, menjadi orang kaya, tetapi nyatanya hidup dalam kungkungan perawatan medis akibat lalai dalam menjaga kesehatan. Begitu juga saat menjadi orang miskin, kebanyakan yang dipikirkan adalah nasib perutnya sendiri. Ya wajar!

Lalu, bagaimana dengan yang di tengah-tengah?

Merekalah yang justru repot. Dilihat orang kaya, mereka seperti tak ada apa-apanya. Dilihat oleh kacamata miskin, mereka sudah enak hidupnya. Nahasnya, kebanyakan orang seperti itu. Bukan karena keadaannya yang demikian, melainkan pemikirannya.

Kebanyakan orang selalu tidak pernah merasa cukup. Akibatnya apa yang terlihat seolah masih mencari. Salah satunya mencari titik ideal dalam kehidupan masing-masing.

Memangnya, ada di antara kita yang sudah mencapai titik ideal?

Sebenarnya boleh saja ada yang menjawab sudah. Namun, bisa diyakini bahwa orang tersebut pasti akan melakukan sesuatu yang baru atau meninggalkan yang lama.

Contoh sederhananya adalah ketika seseorang menjadi penjahat kelas kakap, suatu saat dia pasti akan meninggalkannya yang kemudian disebut bertobat. Padahal esensi sederhananya adalah dia sedang mencari hal baru.

Hal ini juga berlaku dalam urusan mencapai standar kehidupan. Siapa yang mampu menyeimbangkan antara menjadi pekerja keras dengan menjadi penggiat olahraga?

Sedikit. Bahkan, para figur publik saja tidak semuanya bisa demikian. Termasuk selebritis yang dewasa ini ramai diberitakan rajin berolahraga di sela-sela rutinitas syuting yang padat. Namun, siapa tahu apa yang mereka lakukan disebabkan oleh faktor trend dan ketakutan.

Menjadi selebritis jelas harus melek terhadap hal-hal baru. Bukan hanya untuk membuat dirinya ikut arus, tetapi juga agar dirinya tidak terlalu ketinggalan zaman. Masa' selebnya katrok?

Sedangkan faktor ketakutan ini sebenarnya sangat logis. Kita tentu masih ingin bertahan hidup cukup lama, agar segala misi masih bisa dijalani. Hal ini juga berlaku bagi para seleb yang mana mereka juga pasti memiliki misi untuk mencapai banyak hal.

Namun, apa yang diharapkan tidak selamanya dapat terealisasi, alih-alih mencapai yang ideal. Itulah mengapa, ketika kondisi seperti sekarang kita seharusnya menyadari bahwa untuk mencapai dua titik yang sama itu sulit.

Penampakan jungkat-jungkit yang tidak dimainkan. Gambar: Tribunnews/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Penampakan jungkat-jungkit yang tidak dimainkan. Gambar: Tribunnews/NUR INDAH FARRAH AUDINA

Ibaratnya seperti alat bermain jungkat-jungkit. Ketika tidak dimainkan, alat itu akan berhenti dengan salah satu sisinya terangkat. Secara pribadi, penulis belum pernah menemukan adanya jungkat-jungkit yang berhenti pada titik 0 (nol).

Jika diibaratkan kebutuhan kesehatan dan ekonomi sebagai jungkat-jungkit, maka seperti itulah kondisinya, baik ketika ada yang menggerakkan maupun tidak. Mereka akan berhenti pada titik yang berbeda.

Lalu, bagaimana dengan nasib keduanya ketika PSBB?

Nasibnya memang akan sama, terdegradasi. Namun pasti ada salah satu yang lebih dominan dibandingkan yang lain. Toh, buktinya orang kaya tidak selalu sehat, dan orang miskin tidak selalu cepat mati. Jadi, mengapa harus diperdebatkan?

Sebenarnya letak kunci penanganan terkait pandemi adalah waktu. Atau lebih tepatnya adalah timeline. Kita hanya perlu membuat timeline untuk menggerakkan mana dulu dan mana yang kemudian.

Baca juga: Indonesia Seharusnya Prioritaskan Kesehatan Dulu

Meski secara pribadi penulis merasa kesehatan adalah nomor satu, tetapi kalau tidak bisa makan ya pasti sakit. Sedangkan kita tidak bisa selamanya bergantung pada bantuan, bukan?

Kita tetap harus mandiri. Tidak hanya soal mandiri mencegah kesehatan kita agar tidak ambles, tetapi juga mencegah neraca uang kita agar tidak berkarat, keropos, dan hancur.

Kita tetap perlu bekerja dengan cara yang berbeda dan dengan kesulitan yang berbeda. Konsekuensi pasti ada. Termasuk yang dialami penulis yang harus lebih fokus mencari uang daripada segera menuntaskan hal lain.

Tetap nikmati segala aktivitas di rumah. Gambar: Pixabay via Kompas
Tetap nikmati segala aktivitas di rumah. Gambar: Pixabay via Kompas

Lalu, bagaimana cara menyikapi PSBB yang akan kian dilonggarkan?

Lakukan saja apa yang diyakini sesuai kebutuhan masing-masing. Jika memang tidak terlalu perlu berjubelan di ruang publik, maka tidak perlu protes terkait PSBB yang melonggar. Bukankah kelonggaran itu juga tetap terdapat catatan-catatan?

Catatan-catatan itulah yang sebaiknya dicermati, atau jika meragukan dan sangsi dengan konsekuensi-konsekuensi baru, lebih baik kembali ke rumah dan tetap di rumah. Sekali lagi, berupayalah bertindak sesuai kebutuhan masing-masing.

Mumpung negeri ini demokratis, jadi bisa dimanfaatkan untuk membangun biduk kecerdasan masing-masing. Kecerdasan itulah yang nantinya akan mengarahkan tubuh kita apakah akan menjadi orang terakhir atau yang lebih dulu meninggalkan jungkat-jungkit.

Tidak ada yang salah. Karena, sama-sama untuk pulang ke rumah dan mandi agar bisa tidur nyenyak. Esoknya bisa berangkat ke sekolah dan bermain jungkat-jungkit lagi. Asyik, kan?

Malang, 14 Mei 2020

Deddy Husein S.

Berita terkait: Kompas dan Kompas TV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun