Sedangkan faktor ketakutan ini sebenarnya sangat logis. Kita tentu masih ingin bertahan hidup cukup lama, agar segala misi masih bisa dijalani. Hal ini juga berlaku bagi para seleb yang mana mereka juga pasti memiliki misi untuk mencapai banyak hal.
Namun, apa yang diharapkan tidak selamanya dapat terealisasi, alih-alih mencapai yang ideal. Itulah mengapa, ketika kondisi seperti sekarang kita seharusnya menyadari bahwa untuk mencapai dua titik yang sama itu sulit.
Ibaratnya seperti alat bermain jungkat-jungkit. Ketika tidak dimainkan, alat itu akan berhenti dengan salah satu sisinya terangkat. Secara pribadi, penulis belum pernah menemukan adanya jungkat-jungkit yang berhenti pada titik 0 (nol).
Jika diibaratkan kebutuhan kesehatan dan ekonomi sebagai jungkat-jungkit, maka seperti itulah kondisinya, baik ketika ada yang menggerakkan maupun tidak. Mereka akan berhenti pada titik yang berbeda.
Lalu, bagaimana dengan nasib keduanya ketika PSBB?
Nasibnya memang akan sama, terdegradasi. Namun pasti ada salah satu yang lebih dominan dibandingkan yang lain. Toh, buktinya orang kaya tidak selalu sehat, dan orang miskin tidak selalu cepat mati. Jadi, mengapa harus diperdebatkan?
Sebenarnya letak kunci penanganan terkait pandemi adalah waktu. Atau lebih tepatnya adalah timeline. Kita hanya perlu membuat timeline untuk menggerakkan mana dulu dan mana yang kemudian.
Meski secara pribadi penulis merasa kesehatan adalah nomor satu, tetapi kalau tidak bisa makan ya pasti sakit. Sedangkan kita tidak bisa selamanya bergantung pada bantuan, bukan?
Kita tetap harus mandiri. Tidak hanya soal mandiri mencegah kesehatan kita agar tidak ambles, tetapi juga mencegah neraca uang kita agar tidak berkarat, keropos, dan hancur.