Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Waisak, dan Gambaran Awal Idul Fitri 2020

7 Mei 2020   16:45 Diperbarui: 7 Mei 2020   16:59 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imbauan beribadah selama Ramadan kala pandemi covid-19. | Gambar: Detik.com

Tentu, tulisan ini tak bermaksud menakut-nakuti. Ini hanya sebagai kemawasdirian saja terkait apa yang masih terjadi di Indonesia.

Pada kenyataannya Indonesia masih terkungkung pandemi corona, dan per 6 Mei 2020, jumlah kasus mencapai 14.238. Memang, peningkatan kasus ini juga disertai peningkatan jumlah pasien yang sembuh.

Ini tak lepas dari proses penyembuhan di rumah sakit dan karantina mandiri yang berhasil memulihkan kondisi para pengidap yang tentunya telah tercatat di waktu-waktu sebelumnya. Gambaran ini adalah fakta yang harus diketahui oleh masyarakat secara luas, karena nyatanya telah mempengaruhi sendi-sendi kehidupan.

Salah satunya tentu adalah sendi keagamaan. Semua umat beragama merasakan dampaknya. Ramadan menjadi cukup berbeda. Perayaan Bulan Maria juga berbeda, dan kini kita melihat perayaan Waisak yang tentunya berbeda dari sebelumnya.

Baca juga: Bulan Maria dan Batalnya "Ngaji Giliran" (Reba Lomeh)

Bahkan, jangan lupakan Hari Raya Nyepi yang juga telah terasa berbeda. Jika Nyepi di Bali memang dirayakan dengan sangat hening, maka ketika terjadi pandemi dan munculnya kebijakan PSBB membuat Bali semakin sepi.

Baca juga: Nyepi Di Tengah Badai Covid-19 (I Wayan Rudiarta)

Gambaran ini juga terasa saat Waisak 2020. Biasanya momen Waisak ini dimanfaatkan untuk memperkenalkan situs sejarah berupa candi-candi peninggalan Buddha di Indonesia, seperti Candi Borobudur dan Candi Mendut.

Namun, kini perayaan Waisak tak bisa dilakukan dengan beribadah langsung di dua candi tersebut. Sebagai gantinya, meski terasa belum afdhal, momen perayaan Waisak ini dimeriahkan di jejaring media sosial dengan kartu-kartu ucapan.

Melihat situasi semacam ini, muncul pemikiran bahwa bisa saja perayaan Idul Fitri juga akan seperti ini. Jika melihat imbauan beribadah di Hari Waisak saja hanya untuk kurang lebih 5 orang di masing-masing vihara*, bagaimana dengan perayaan Idul Fitri yang selalu dilaksanakan dengan Sholat Eid di masjid hingga lapangan terbuka?

Jika kaum Buddha mau tidak mau harus mematuhi imbauan resmi dari Kementerian Agama dan Bagian Keagamaan Buddha di Indonesia, apakah kaum Muslim juga akan melakukannya?

Baik dan tidak baiknya tentu ada. Bahkan, di setiap agama pasti terdapat ajaran wajib dan sunnah terhadap ibadah yang dilakukan. Lalu, bagaimana jika peristiwa pandemi ini mengganggu kenyamanan beribadah bagi kaum Muslim?

Kemungkinan besar terdapat dilematis yang tidak bisa dianggap remeh. Bahkan, bisa saja ada yang masih berupaya menerobos protokol kesehatan karena faktor ibadah**.

Memang, ibadah adalah salah satu hal yang utama dalam kehidupan sebagai makhluk berakal. Namun, jika melihat beberapa fenomena yang diberitakan di media massa saat Ramadan ini, bisa saja hal itu juga terjadi ketika menyambut Idul Fitri.

Alasannya sederhana, masyarakat Muslim sama sekali belum punya pandangan alternatif terkait pelaksanaan ibadah di hari raya. Secara pribadi pun penulis tidak tahu apakah hal ini juga melanda masyarakat agama lain.

Namun, yang pasti, jika masyarakat agama non Muslim berupaya keras untuk mematuhi protokol kesehatan demi menekan angka kasus pandemi ini. Maka, masyarakat Muslim juga diharapkan demikian.

Tentu, di sini tak ada yang bisa menjaminkan pahala, apalagi surga. Namun, jika pandemi terus bertahan di Indonesia karena faktor gesekan antara agama dan kesehatan, tentu ini akan menyedihkan.

Karena, ini akan menggambarkan secara tersirat bahwa dalam berkeyakinan terhadap agama nyatanya tak dibarengi dengan rasionalitas kepekaan terkait situasi sosial dan lingkungannya. Apakah ini nantinya akan berkaitan dengan pemahaman jihad?

Semoga saja tidak. Karena, ini berkaitan dengan pentingnya untuk menjaga kesehatan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Ibarat judul sinetron di stasiun tv-tv Indonesia, "Virusmu adalah Virusku, dan Virusku adalah Virusmu". Artinya, misalkan si G sakit dan ternyata positif corona, dan ia tetap masuk ke barisan jamaah sholat Tarawih, maka bisa saja dia menularkan virus tersebut ke jamaah lain.

Wah, berbahaya bukan?

Memang, beribadah adalah demi pahala dan peluang surga di akhirat. Namun jika membahayakan orang lain, apakah itu bisa dikatakan berpahala? Atau, jangan-jangan itu adalah egoisme--mencari untung sendiri dan lupa orang lain--yang berkulit agama.

Duh, semoga tidak, ya!

Kemudian dari situ, ada satu prediksi jika masyarakat Muslim di Indonesia yang masih ingin melaksanakan ibadah Sholat Eid di masjid, akan banyak yang mengenakan masker dan sarung tangan. Entah, sarung tangan yang seperti apa.

Imbauan beribadah selama Ramadan kala pandemi covid-19. | Gambar: Detik.com
Imbauan beribadah selama Ramadan kala pandemi covid-19. | Gambar: Detik.com
Jika tidak menggunakan sarung tangan, maka secara reflek, tubuh juga harus mampu menahan diri untuk tidak menyentuh area wajah atau bagian kepala setelah bersalaman--biasanya untuk saling mengucapkan Takbir. Kebiasaan berwudhu di masjid juga akan dikurangi. Atau, justru lebih dianjurkan, agar kebersihan semakin terjamin.

Selain itu, kebiasaan membawa ponsel juga harus ditinggalkan, karena itu juga memancing adanya perantara bagi virus untuk singgah sebelum sampai ke tubuh kita. Begitu juga dengan membawa uang sedekah atau infaq.

Ilustrasi uang yang dimasukkan ke kantong plastik. | Gambar: Dokpri/DeddyHS
Ilustrasi uang yang dimasukkan ke kantong plastik. | Gambar: Dokpri/DeddyHS
Akan lebih baik jika uang tersebut sudah dibungkus dengan plastik yang sebelumnya dipastikan telah disemprot disinfektan. Entah, bagaimana fungsi dan akurasinya, yang pasti ini bisa memberikan sedikit sugesti bahwa kita tidak saling menularkan virus.

Terakhir, ada satu peran penting yang harus dijalankan oleh pengurus tempat pelaksanaan Sholat Eid, yaitu mengarahkan para jamaah untuk langsung memilih tempat terdepan jika datang lebih dahulu.

Prosedur bersedekah atau berzakat. | Gambar: Detik.com
Prosedur bersedekah atau berzakat. | Gambar: Detik.com
Para jamaah tidak diperkenankan pindah-pindah tempat, kecuali saat mengalami batal dan harus bersuci kembali. Namun, idealnya lokasi sholatnya tetap sama, meski harus kembali dari belakang atau harus pula disediakan jalur untuk berlalu-lalang dari belakang ke barisan semula.

Memang terasa ribet, namun itulah konsekuensi yang setimpal bagi kita yang memang sangat ingin beribadah di hari raya, dan tetap ngeyel atas dalih mencari pahala. Toh, ini demi keselamatan bersama, bukan?

Memang beberapa poin di atas masih sebatas konsep berpikir. Tentu penulis tak bermaksud menggurui, melainkan hanya menyumbangkan pemikiran yang bisa saja sebenarnya sudah terpraktikkan.

Selain itu, penulis juga belum berani memperkirakan apakah Sholat Eid ditiadakan atau hanya dibatasi jamaahnya serta dibuatkan jarak per shof. Artinya, barisan sholat tetap normal, hanya, jarak antara baris depan dengan belakang tidak lagi hanya berjarak beberapa senti antara kaki jamaah di depan dengan kepala jamaah di belakangnya.

Ilustrasi salam tanpa berjabat tangan. | Gambar: Shutterstock via Kompas.com
Ilustrasi salam tanpa berjabat tangan. | Gambar: Shutterstock via Kompas.com
Selain itu, untuk salam Takbir dan salam pasca sholat berjamaah, bisa menggunakan salam ala orang bukan mukhrim--beda jenis kelamin. Yaitu, menangkupkan kedua tangan*** (namaste) lalu mengarahkan tubuh kita ke masing-masing jamaah, baik secara simbolis arah maupun benar-benar jamaah yang dimaksud.

Demikian ulasan terkait hari raya yang kebetulan didasari dari semangat merayakan Hari Raya Waisak bagi saudara setanah air yang beragama Buddha. Semoga kedamaian selalu melimpahi negeri dan bumi ini.

Tetap sehat dan tetap semangat beribadah!

Malang, 7 Mei 2020
Deddy Husein S.

Terkait:

* (Antaranews), ** (Kompas), *** (Kompas).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun