Di sisi lain, ada juga pengalaman menarik yang bahkan tak mungkin saya alami lagi, yaitu bertakbir langsung di masjid. Jadi, jika sekarang mendengar suara takbir anak-anak kecil di masjid, saya pun tersenyum, karena dulu juga pernah melakukannya.
Masjid itulah yang memberikan kesempatan pertama kali kepada saya dan beberapa teman yang merupakan anak dari ulama dan jamaah tetap masjid tersebut. Tentu bangga saat itu, meski kini sadar bahwa ternyata itu adalah hal biasa. Asal berteman dengan anak jamaah masjid pasti akan dapat kesempatan bertakbir di masjid.
Selain itu, saya juga pernah berharap akan menjadi remaja masjid (REMAS) di masjid tersebut. Karena, melihat mereka bisa seperti menganggap masjid adalah rumah, bukan hanya tempat ibadah.
Saya juga berpikir bahwa menjadi REMAS akan memberikan pengaruh terhadap status sosial. Ditambah dengan kepastian akan lebih dekat dengan agama. Tentunya apa yang saya lihat saat itu memang hanya pada kehidupan di Masjid Agung Al Munawwar yang saat itu sangat menyejukkan bagi saya.
Lalu, ada pula masjid baru yang kini hanya tinggal menyeberang dari rumah untuk menjangkaunya. Menariknya, masjid itu menjadi tempat ke-5 atau ke-6 yang saya jadikan tempat untuk sholat Idul Fitri.
Semoga, tahun depan saya bisa berjumpa lagi dengan masjid-masjid di Tulungagung setelah tahun ini dipastikan akan kali kedua beribadah total di kota rantau.
Malang, 30 April 2020
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H