Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hidup Hemat dan Berkompromi dengan Perut untuk Hindari Pelonjakan Harga Pangan

29 April 2020   21:58 Diperbarui: 29 April 2020   22:14 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbuka bersama. Gambar: Kompas.com

Tentu tidaklah mudah untuk bisa hidup berkecukupan kala pandemi seperti ini. Jumlah kasus semakin besar dan PSBB juga semakin merayap ke segala penjuru Indonesia.

Beruntungnya, berkah Ramadan hadir untuk menyelimuti masyarakat, khususnya para perantau. Masih banyak perantau, baik muda dan tua yang masih tertahan. Karena pulang enggan, bertahan pun bukan jaminan.

Uluran tangan akhirnya menjadi berkah. Begitu pula dengan masih adanya cara untuk dapat terjamin ibadah puasanya. Yaitu, mengenali kebutuhan dan mengetahui situasi pasar.

Memang, kebutuhan pangan seyogyanya sesuai dengan apa yang diidealkan. Namun, ketika pendapatan tak sepenuhnya mapan, mencari berbagai alternatif juga dibolehkan. Ujung-ujungnya mencari yang instan juga tak bisa dielakkan.

Hal ini disebabkan oleh stok yang paling memungkinkan untuk ditebus oleh masyarakat khususnya perantau. Apalagi perantau muda yang biasanya sangat membutuhkan kepraktisan, agar waktunya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan hal lain yang tak kalah penting.

Di saat seperti ini pula, ketergantungan pada kebutuhan pangan akan dicari di satu tempat bernama, toko kelontong. Pertimbangannya, karena tempat inilah yang masih menyediakan kebutuhan pangan meski dengan harga yang terkadang lebih variatif.

Berbeda dengan minimarket atau swalayan yang biasanya memasang tarif yang sudah rata-rata. Keberadaan toko kelontong juga memberikan kemudahan akses, karena tak perlu keluar dari area pemukiman.

Jalan ke toko kelontong langganan. Toko ini sejak WFH mulai hanya buka saat malam, dan selepas tarawih ketika Ramadan. Gambar: Dokpri/DeddyHS_15
Jalan ke toko kelontong langganan. Toko ini sejak WFH mulai hanya buka saat malam, dan selepas tarawih ketika Ramadan. Gambar: Dokpri/DeddyHS_15
Sedangkan untuk menjangkau minimarket dan lainnya diharuskan untuk keluar pemukiman atau berada di sekitaran jalan besar. Bagi yang tidak mampu menjamin kelengkapan APD ketika ke ruang publik, tentu hal ini cukup membahayakan.

Faktor keamanan memang sangat diperhitungkan. Itulah yang membuat toko kelontong dapat menjadi pilihan tepat untuk memburu kebutuhan pangan.

Namun, tetap saja tak bisa dipungkiri bahwa harga pangan juga akan berpengaruh pada persediaan di toko kelontong. Itulah yang membuat perantau pun akhirnya perlu lebih memperhatikan pengeluarannya. Caranya adalah mengetahui apa yang paling dibutuhkan khususnya ketika sedang momen Ramadan.

Bagi yang sedang menjalankan ibadah puasa, maka perlu mengetahui bagaimana kebutuhan tubuh agar tetap sehat dan kuat. Kebutuhan akan karbohidrat jelas akan lebih diperhatikan dibandingkan hari-hari biasanya.

Karena saat sedang menjalankan puasa, asupan karbohidrat yang diperoleh dari sahur--dan akumulasi saat berbuka--akan sangat membantu tubuh untuk tetap bertenaga. Setidaknya untuk dapat melakukan apa yang biasanya dilakukan.

Namun, di sisi lain, ada satu hal yang perlu diingat, bahwa ketika sebagian besar dari masyarakat sudah banyak yang WFH, maka tubuh kita sebenarnya bisa sedikit berhemat dibandingkan biasanya.

Itu artinya, ketika menjalani momen Ramadan ini kita bisa menekan pengeluaran terhadap kebutuhan pangan yang besar atau yang biasanya dilakukan ketika puasa tiba. Menurut pengalaman penulis, ketika Ramadan justru pengeluaran lebih membengkak dibandingkan bulan-bulan biasa.

Padahal, hanya untuk membeli menu berbuka dan sahur. Betul, ketika sahur keinginan untuk mengikuti jejak para pemburu takjil sangat menggiurkan.

Ilustrasi berbuka bersama. Gambar: Kompas.com
Ilustrasi berbuka bersama. Gambar: Kompas.com
Memang, di masjid-masjid biasanya menyediakan menu berbuka bersama secara gratis, namun tentu jumlahnya tak akan memadai untuk dijangkau semua jamaahnya. Jadi, lebih enak beli sendiri, bukan?

Dari kebiasaan semacam inilah yang membuat pengeluaran menjadi permasalahan besar, apalagi bagi perantau. Padahal ini momen untuk khusyuk beribadah, bukan untuk berpesta makanan serba manis.

Inilah yang kemudian ada pemikiran tentang (sedikit) rasa syukur bahwa ketika terdapat ujian seperti ini, ada rem untuk mengeluarkan uang yang awalnya berdalih untuk "merayakan" buka puasa. Itu artinya, membeli makanan yang murah ataupun mencari stok pangan yang murah sebisa mungkin kini dapat dilakukan.

Secara pribadi, penulis sudah mengetahui harga pasar untuk bahan pangan tersebut ketika sebelum covid-19 semakin mencekam. Namun, berhubung penulis tahu bahwa aktivitas saat ini tak banyak membutuhkan tenaga yang berlebih, maka membeli bahan pangan dengan jumlah hemat menjadi jalan ninja.

Selain itu, membeli bahan pangan yang instan juga tidak masalah selama tahu kadar pokoknya terhadap tubuh sendiri. Memang, penulis tak menyarankan kepada pembaca untuk mengonsumsi makanan-makanan yang instan.

Namun, jika hal itu diperlukan karena situasi, mengapa tidak?

Jadi, apabila mengetahui harga pangan melonjak, maka mencari yang instan juga tidak masalah, asalkan tetap dengan batas yang hemat. Melihat takaran penyajian dan memperhitungkan aktivitas yang akan terjadi di keesokan harinya.

Melalui cara yang sedemikian rupa, maka kebutuhan pangan tidak akan mencekik, karena masing-masing di antara kita sudah saling mengontrol pemasukan makanan ke dalam tubuh. Jika kita puasa di siang hari lalu ngemil di malam hari, ya percuma.

Selamat berpuasa, selamat berbelanja hemat, dan mari berkompromi dengan perut!

Malang, 29 April 2020

Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun