Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Harapan 2 in 1 di Bulan Ramadan 2020

27 April 2020   07:05 Diperbarui: 27 April 2020   07:02 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berdoa. Gambar: Thinkstock via Kompas.com

Kita masih terbalut oleh cengkraman rasa maut. Lebih atau kurang, perasaan itu hadir karena ketidakbiasaan. Apakah kita bisa berpikir Ramadatahun ini sama seperti sebelumnya?

Bagi beberapa orang, bisa saja berpikir Ramadan ini sedikit mirip. Karena, beberapa orang masih bisa bekerja seperti biasanya walau telah disuguhi pemandangan yang berbeda.

Beberapa orang juga masih bisa beraktivitas seperti biasanya, walau dihinggapi perasaan yang tak seperti sebelumnya. Bukan suatu kebetulan atau mengada-ada, karena perbedaan itu bisa hadir berdasarkan perbedaan tempat dan waktu.

Ketika bencana terjadi, sebesar apapun--kecuali bencana yang ditakdirkan merusak bumi, masih sulit rasanya hadir secara serentak di bumi ini. Itulah mengapa, ketika sebelah utara kita sudah menjerit ketakutan, kita belum tentu langsung waspada. "Belum ke sini kok."

Begitu pula dengan faktor geografis. Semakin luas, semakin mudah terlihat apa yang terjadi, semakin sempit tentu akan sebaliknya.

Ketika bencana terjadi pengaruhnya akan berbeda bagi wilayah yang luas dengan wilayah yang sempit. Ini juga akan mempengaruhi tingkat kewaspadaan. Namun, menariknya akan ada tumpang-tindih di dalamnya.

Contoh, ketika berdomisili di pinggir jalan besar, hingar-bingar akan sangat bergantung pada situasi di jalan besar tersebut. Saat bencana terjadi, perubahan paling cepat akan terlihat di jalan besar.

Karena semakin besar keadaan, yang memanfaatkannya juga akan semakin besar. Termasuk jalan yang besar, pasti orang-orang yang melaluinya cenderung lebih banyak dibandingkan jalan biasa dan jalan kecil.

Seperti kondisi saat ini, kita akan mudah melihat perbedaan paling mencolok di jalan besar, meski hal ini juga akan dipengaruhi oleh status wilayah tersebut. Apakah itu di kota besar atau daerah yang belum tenar.

Namun, kepatuhan terhadap peraturan akan lebih terlihat di jalan besar, karena perhatian semua orang ada di sana. Siapa yang akan meliput kondisi jalan di gang-gang sempit hingga jalanan di sekitar perkampungan jika itu bukan orang-orang di sekitar tempat itu?

Entah benar, entah salah, entah sama, entah berbeda, tergantung pada siapa yang merasakannya dan memikirkannya. Sehingga, tulisan ini tak menuntut irama yang sama untuk mengangguk. Boleh menggeleng.

Namun gambaran tidak jelas ini bisa mengantarkan kita pada suatu harapan, bahwa apa yang sedang kita alami saat ini seyogyanya dapat menghasilkan sekeping harapan. Pergi dan bertahan.

Pergilah bencana dan bertahanlah hikmahnya. Setiap bencana pasti ingin dihilangkan. Jika terlalu besar, maka harus dihindari, dicegah, hingga mau tak mau dihadapi. Tujuannya sama, kita harus jauh dari bencana.

Namun, harapan itu tak sama dengan keberadaan hikmah. Kita pasti akan menemukan hikmah di balik bencana; di balik kesedihan yang tak terduga. Itulah yang membuat kita berharap dapat memperolehnya dan mempertahankannya.

Bencana juga akan menghadirkan harapan-harapan yang berbeda. Walau yang sebenarnya diharapkan seharusnya sama, baik saat tak ada bencana maupun saat tertimpa bencana.

Mengharapkan satu hal untuk dapat mengarungi kehidupan dengan dua hal. Itulah yang membuat harapan ini disebut 2 in 1.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa ketika bencana terjadi, harapan ini semakin kuat dan menjadi pintu pertama yang ingin ditemui dibandingkan pintu-pintu lain. Kesehatan.

Harapan yang paling besar ketika bencana terjadi dan sedang berada di momen yang seharusnya dapat dirayakan--Ramadan dan peringatan agama lainnya--dengan kesenangan adalah tetaplah sehat. Ketika tubuh sehat, bencana ini akan dapat dihadapi dengan ketegaran. Bahkan, bisa saja tanpa penyesalan.

Ketika tubuh sehat menjadi harapan pertama dan utama, maka dua harapan yang selanjutnya akan mengiringi. Dapat beraktivitas dan beribadah dengan lancar serta lebih ikhlas.

Tubuh yang sehat pasti akan memperlancar aktivitas yang dibutuhkan. Jika seorang pekerja, bekerja setiap hari walau sedang terjadi bencana tetap akan lancar walau hasilnya mungkin tak semirip di masa sebelumnya. Gaji.

Begitu pula dengan beribadah. Ketika terjadi bencana seperti ini memang beribadah terasa sangat berat. Bukan karena malas atau perasaan lainnya, melainkan rasa yang tak biasa akibat tak bisa lagi beribadah bersama umat seagama.

Namun, bukan berarti ini akan membuat kita mangkir dari ibadah yang harus dijalankan. Justru pada momen segenting ini, beribadah akan sangat membantu mental kita untuk lebih kuat dan tetap rileks.

Ditambah dengan rasa ikhlas yang akan semakin besar ketika masih bisa beribadah walau hanya di rumah. Ini tak akan sepenuhnya merusak besar iman terhadap agama yang diyakini. Bisa saja malah menguatkan, karena kini beribadah pasti akan lebih ikhlas.

Jadi, ketika Ramadan ini hadir kala pandemi covid-19 belum juga enyah dari bumi, harapan paling realistis adalah kesehatan dapat diperoleh dan dijaga dengan baik. Tujuannya untuk memperoleh harapan lainnya, yaitu dapat beraktivitas dengan lancar dan beribadah dengan lebih ikhlas.

Harapan paling besar--bonusnya--tentu pandemi ini harus pergi dan tak akan pernah kembali, dan itu adalah harapan semua orang. Meski demikian, harapan itu tetap harus dimulai dari yang terkecil, yaitu dari diri sendiri, bukan juga dari sang virus.

Tindakan diri sendiri akan sangat menentukan bagaimana nasib covid-19 ini dapat turut "menyemarakkan" Ramadan atau segera enyah sebelum Idul Fitri menyapa.

Artinya, bukan harapan besar yang akan dikumandangkan dalam benak dan tengadah kedua tangan ini, melainkan harapan yang paling bisa diwujudkan meski itu hanya diri sendiri yang dapat merasakannya.

Semoga, kita dapat menjalani hari-hari di bulan Ramadan ini dengan tetap sehat dan semakin cerdas. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya!

Malang, 26-27 April 2020

Deddy Husein S.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun