Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Multitafsir yang Terkadang Sangat Merugikan

26 April 2020   07:15 Diperbarui: 26 April 2020   07:16 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar kemajuan SDM di Indonesia bagian Barat, khususnya di Jawa tentu sudah biasa. Hal ini tentu perlu diiringi dengan kemajuan di wilayah lainnya. Dan, potensi itu dapat diamanahkan melalui keberadaan Billy.

Terbukti, dirinya juga sudah memiliki modal sosial melalui yayasan yang dia miliki dan berbasis di Papua. Tentu latar belakang ini diperhatikan oleh Presiden Jokowi, dan tanpa rekam jejak seperti itu, tentu pilihan untuk mengisi slot pada staf khusus presiden akan jatuh ke nama lain.

Dari contoh semacam itu, seharusnya kita paham bahwa untuk dapat berada di posisi tersebut tentu tak lepas dari apa yang sudah ditorehkan oleh masing-masing stafsus. Lalu, bagaimana jika mereka masih berada di perusahaannya masing-masing?

Fenomena rangkap jabatan sebenarnya bukanlah hal baru, apalagi di kehidupan masyarakat Indonesia. Gampangnya, ketika ada murid potensial di kelasnya lalu terpilih sebagai ketua kelas, apakah kemudian dirinya tak punya dorongan untuk menjadi anggota OSIS bahkan bisa menjadi Ketua OSIS?

Apakah teman-temannya, guru, wali kelas, hingga kepala sekolah tidak menginginkan murid tersebut dapat berperan lebih demi kebaikan sekolahnya?

Jika pada akhirnya si murid tersebut menjadi Ketua OSIS, apakah dirinya akan mudah menanggalkan statusnya sebagai ketua kelas? Bahkan, bisa saja dirinya juga menjadi ketua di kegiatan ekstra lainnya atau lingkup lain (mis. di Karang Taruna di kampungnya), jika dia punya potensi dan peluang untuk itu.

Semakin ke sini memang hal semacam ini sudah sulit dibuktikan. Karena, keinginan untuk segera mengalihkan tanggung jawab antar individu semakin tinggi, agar setiap individu punya kesempatan untuk memegang peranan penting, dan tentunya untuk saling mengurangi beban.

Namun secara pribadi, penulis--berdasarkan pengalaman--melihat bahwa kebanyakan Ketua OSIS adalah "alumni" ketua kelas di kelasnya. Bahkan, para guru kebanyakan masih lebih percaya dan bergantung dengan murid seperti itu, alih-alih cepat move on ke figur murid lain.

Kepercayaan adalah harga mahal. Begitu pula dengan kepribadian, leadership, hingga pengalaman (contohnya bisa dibaca di sini).

Bukan suatu perkara mudah menemukan sosok-sosok semacam itu dalam waktu yang singkat. Kebiasaan dari kehidupan yang bisa disebut sebagai lingkup kecil inilah yang kemudian bisa juga terjadi di lingkup besar.

Bahkan, jika kembali menengok pada kehidupan di sekolah, seorang murid yang sudah berada di lingkup OSIS seringkali juga masih melihat potensi dari kelas asalnya dibandingkan dari kelas yang bukan asalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun